Matanya memandang ke luar jendela, awan berwarna hitam dengan ratusan bahkan jutaan tetes air membasahi jendela. Seminggu ini sering terjadi hujan dan (Name) membencinya karena dia tidak bisa pergi ke luar. Apalagi di larang oleh Kureto.
Ketukan pintu membuat (Name) sedikit terkejut, sebelum ia berdiri. Pintunya terbuka memperlihatkan adiknya yang tersenyun sambil membawa makanan di atas nampan.
"Nee-chan jangan berwajah sedih seperti itu!" hibur adiknya dan duduk di samping (Name).
"Pasti aku sangat jelek saat sedih," canda (Name).
Adik (Name) mengibaskan tangannya dan kepalanya menggeleng cepat. "Tidak! Hanya saja, akhir-akhir ini nee-chan jarang keluar, aku jadi khawatir."
(Name) tersentak mendengar perkataan adiknya. Benarkah dia jarang keluar dari kamarnya? Ini benar-benar membuat perasaan (Name) bersalah. (Name) tahu adiknya sangat khawatir karena tinggal (Name) saja keluarga yang ia punya.
"Maaf," ucap (Name) sambil menunduk.
Adiknya mendekat lalu mengusap punggung (Name). "Ini pasti karena Kureto nii-san?"
(Name) bergeming di tempatnya. Adiknya menghela nafas seperti tahu alasannya kenapa. Akhirnya selama seharian adik (Name) menemani kakaknya dan mencoba memberitahukan tentang beberapa misinya saat bersama timnya atau tentang vampir yang membuat darah adiknya mendidih melihatnya.
Tetap di tempatnya, (Name) mendengarkan dengan jelas adiknya bercerita. Setelah menjelang malam, adiknya tertidur di atas ranjang (Name). Pelan, (Name) mendekati adiknya dan menyelimuti badannya dengan selimut lalu memberikan kecupan pada dahi adiknya.
(Name) memutuskan untuk keluar dari kamarnya, atau jika ia beruntung bisa bertemu dengan Kureto. Ya, (Name) masih mempunyai perasaan pada Kureto dan itu tidak berubah, sampai sekarang (Name) belum menyatakan perasaannya. Sifat malunya masih bersarang meski umurnya sudah dewasa.
"(Name)-san!"
(Name) berbalik dan melihat tangan kanan Kureto― Aoi berjalan mendekatinya. (Name) memberikan senyuman pada Aoi dengan wajah sedikit menunduk.
"Kureto ingin bertemu denganmu di ruangannya," ucap Aoi.
"Uhh.. untuk apa?"
Aoi menggelengkan pelan kepalanya, "aku juga tidak tahu. Lebih baik cepat ke sana sebelum Kureto marah."
Nada bicara yang Aoi berikan dingin dan terdengar menyentak (Name), akhirnya tanpa mengucapkan sesuatu pada Aoi. (Name) berjalan cepat ke ruangan Kureto. Pasalnya (Name) tidak ingin Kureto marah atau kecewa karena keterlambatan dirinya. Itulah kenapa (Name) tidak ikut ke Pasukan Iblis Jepang dan adiknya mengganti posisi (Name).
Melewati lorong panjang dan sunyi, (Name) mendengarkan pembicaraan di salah satu ruangan. Karena rasa penasarannya, (Name) memutuskan untuk menguping pembicaraan.
"Jadi, kalau dia tahu soal kematiannya maka dia bisa mati menjadi debu."
"Kenapa kau tidak pernah bilang padaku, hah?!"
(Name) sedikit melompat saat mendengar suara pukulan, tangannya menutup mulut untuk tidak banyak bersuara. (Name) mengenal dua suara ini, Kureto dan Guren.
"Ck, aku juga baru tahu.. lalu apa yang akan kau lakukan? Terus menyembunyikan rahasia ini dari gadismu, Kureto?"
"Kau sendiri bagaimana? Temanmu itu tidak akan pernah selamat tapi aku! Aku bisa menjaga (Name) bagaimanapun caranya!"
Jantung (Name) berdetak cepat saat namanya terbawa dalam pembicaraan, apa maksudnya ini?
Kematian? Mati kembali menjadi debu? Apakah.. (Name) pernah mati?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐰𝐚𝐫𝐢 𝐧𝐨 𝐒𝐞𝐫𝐚𝐩𝐡 𝐈𝐦𝐚𝐠𝐢𝐧𝐞
Fanfiction✧ berbagai skenario bersama karakter terpilih owari no seraph, bisa kamu baca di sini! imagine pertama owari no seraph yang ditulis dalam bahasa indonesia! ✧ [#1 in Seraph of the End 190606] [#1 in Owari no Seraph 190608] [#6 in readerinsert 190606]...