Harapan Khayal

95 8 0
                                    

“Ambuhi, kau tahu tanjung harapan?“

Terja memberikan pertanyaan yang membuat Ambuhi menggeleng kepala. Sudah lama sejak dia memungutnya dari tempat kumuh. Terja banyak mengajarkan kehidupan yang luas pada Ambuhi. Meskipun sebagian terlalu dini untuk anak kecil.

“Apa itu?”

“Itu adalah tempat di mana kau menemukannya, kau akan menemukan harta yang banyak.“

“Seperti koin emas dalam peti?”

“Haha,” Terja tertawa. “Mungkin juga ada di sana. Tapi Ambuhi, harta tidak hanya emas atau benda berkilau lainnya. Makanan bisa saja menjadi harta paling dicari ketika perut lapar.“

“Ah, aku mengerti itu.“

Pernah ada kehabisan makanan saat Ambuhi dan Terja berlayar. Semua sudah sangat kelaparan di atas air, sampai-sampai bisa memakan jamur yang tumbuh di kapal.

“Tanjung harapan adalah tempat impian dan hanya ada dalam dongeng pelaut. Daerah bebatuan itu tidak pernah ada, seperti mencari ke ujung pelangi. Mereka yang mencarinya berakhir pulang dengan malu atau mati dengan harga diri.“

“Apa mati mengejar impian bisa disebut harga diri?“

“Bisa,” jawab Terja cepat. “Dan hal lain yang serupa adalah mati dengan kepercayaan. Bagiku, kematian seperti itu sangat indah.”

Kata-kata Terja terdengar seperti anak kecil. Perbedaan umur Ambuhi dan Terja bagai anak dan ayah. Terja berperan sebagai pengganti ayah Ambuhi. Sosok itu yang memang dibutuhkannya. Tapi di dalam tubuh pelaut yang besar itu, masih menggenggam impian anak-anak. Dongeng tanjung harapan pasti sudah didengarnya sejak kecil dan menjadi impiannya.

“Mati dengan harga diri, mati dengan kepercayaan,” Ambuhi mengulang kata-katanya agar diingat. “Apa mati dengan keberanian juga sama halnya?“

“Itu agak sulit,“ jawab Terja. “Yang paling penting adalah hal yang kita pertahankan sebagai ganti nyawa kita. Mati dengan keberanian terdengar seolah kau bunuh diri untuk membuktikan kau berani mati. Itu kematian yang konyol, yang melakukannya hanyalah mencari-cari alasan untuk bunuh diri.“

“....“

“Ingatlah ini, Ambuhi, jangan pernah bunuh diri. Ketika kau melakukannya, kau akan kehilangan dirimu sendiri.“

“Aku tidak mengerti. Ketika mati, bukankah semuanya sama saja.“

“Tidak. Ada pembeda untuk itu. Pembedanya adalah orang yang masih hidup. Jika kau bunuh diri atau mati untuk dirimu sendiri, maka disebut egois. Jika kau mati untuk harapan dan kepercayaan, maka disebut pengorbanan. Terakhir, jika kau mati untuk orang lain, maka disebut penyelamatan. Kematian yang indah adalah caramu sendiri yang menentukan.“

Suku yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang