Kematian yang Hilang

59 9 3
                                    

Mentutup buku. Putra mahkota kecil sedang istirahat dari pelatihannya.

“Aku tidak mengerti kenapa Ambuhi menyerahkan sampit itu dan membuat Samu membunuhnya. Itu sama saja dengan bunuh diri, kan?“ dia berdengus kesal tidak puas dengan cerita yang dibacanya.

“Tidak,” jawab seorang pengelana muda. “Ambuhi sudah mengambil pilihan bijak. Dia tahu dia tidak akan bisa bertahan di laut lepas tanpa persediaan dan persiapan yang bagus. Karena itu dia berperan sebagai pelaku untuk membunuh semuanya. Sedangkan dia tidak bisa membunuh dirinya sendiri, maka dia meminta Samu untuk membunuhnya. Dengan samar-samar tanpa diketahui orang lain.”

“Tapi dari awal dia yang mengolah rencana untuk membunuh semuanya,” anak itu masih tidak puas.

“Itu juga merupakan rencana untuknya bisa membuat kematiannya sendiri. Mengukir dirinya di tempat yang tidak bisa ditemukan orang lain. Kematian yang hilang, tidak diingat siapapun yang hidup.”

“Bagaimana kamu bisa begitu yakin? Bukankah Ambuhi masih dikenal oleh anggota kerajaan, orang-orang pasar, dan juga beberapa pelaut yang pernah ditemuinya? Jika benar dia harus membunuh semua yang dikenalnya untuk benar-benar hilang, maka tugasnya (kematiannya) belum selesai.“

Pemuda hanya menaikkan bahu seolah berkata “siapa yang tahu“. Putra kecil menghela napas kecewa. Jika saja ada hal lain yang bisa menghiburnya dari ketidakpuasannya, pikirnya. Pemuda itu tahu dan tersenyum.

“Kalau begitu, ambillah ini,” dia menyerahkan sebuah sarung.

Setelah membuka bungkusan itu, putra melihat benda tajam yang dipegangnya. Belati dengan corak yang jarang ada. Mungkin berasal dari kerajaan lain yang tidak ia ketahui. Dengan senang dia berterima kasih pada pemuda. Itu membuat mereka berdua tersenyum.

Pemuda tersebut memutar tubuh dan pandangan.

Berjalan dengan tangan melambai di atas.

Kali ini dia benar-benar hilang.

Suku yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang