Kenalan Kebohongan

46 8 1
                                    

Ayah Ambuhi adalah seorang tabib dari kerajaan. Anak semata wayangnya mewarisi kepintaran yang bahkan melebihi anak raja. Itu membuatnya kadang dikucilkan oleh anak-anak lain, di daerah kerajaan maupun desa. Kegiatan Ambuhi kecil penuh dengan pembelajaran dari ayahnya, mulai dari membaca buku ramuan sampai ikut praktek keliling.

Suatu hari, Ayah Ambuhi ditugaskan raja untuk memeriksa daerah yang berada dekat dengan laut. Distrik terpencil ini adalah distrik kumuh dimana orang sering sakit-sakitan. Air bersih sangat jarang, itu dijual sangat mahal untuk para penduduknya. Mereka lebih memilih mandi di kubangan lumpur daripada menyia-nyiakan air minum. Masalah kesehatan dan kebersihan berkaitan erat, karena air adalah sumber kehidupan.

Tempat ini adalah sumber dari perkembangbiakan nyamuk yang sedang merajalela. Wabahnya sudah menjangkit beberapa orang di kerajaan. Raja agak khawatir akan kesehatan rakyatnya di sana, walaupun di sana adalah tempat musuh dan para pembencinya berkumpul. Oleh karena itu, misi yang dilakukan Ambuhi dan ayahnya ini terbilang diam-diam.

“Hei, ayah,“ panggil Ambuhi. “Apa kita sudah dekat?“

Ayahnya menoleh dengan tersenyum dan menjawab, “Ya.“

“Apa kita akan bertemu dengan ibu?“

Si ayah diam. Sebelumnya ayahnya berjanji untuk mempertemukan Ambuhi dengan ibunya. Sudah delapan tahun dia tidak bertemu dengan ibunya. Ambuhi sering menanyakan keberadaan ibunya saat pergi keluar. Dalam hati kecilnya, dia selalu berharap itu terjadi.

Mereka sampai pada rumah paling ujung jalan. Rerumputan sawah hampir menutupi keberadaannya. Gedek sudah berlubang dan terlihat akan roboh. Di sampingnya adalah irigasi yang begitu buruk. Airnya tidak mengalir dan sangat keruh, hampir sembilan puluh persen permukaan adalah jentik-jentik.

Ayah mengetuk pintu tiga kali, orang di dalam segera membukakan pintu. Saat Ambuhi berharap dengan orang yang akan ditemuinya, wanita terlihat dibalik pintu. Umurnya terlihat setara dengan ayahnya.

“Perkenalkan, dia ibumu, Ambuhi.“

Sempat Ambuhi membeku sekilas pandang. Ada yang membuatnya tidak percaya dengan yang dilihatnya.

“Sudah, sudah. Masuklah dahulu,“ wanita itu mengeser tubuhnya dan mempersilahkan masuk.

Duduk di ruangan yang sempit, hanya ada beberapa kursi dan meja. Satu lagi kamar tidur dengan ranjang yang sepertinya keras. Tempat ini tidak memiliki ruangan lain karena ada satu pintu. Ditambah lantainya yang langsung beralas pada tanah. Benar-benar terbelakang dari yang terbelakang. Tempat menyendiri di ujung dunia.

“Bagaimana ramuannya?“

“Berhasil sempurna. Dengan ini orang yang terjangkit penyakit akan sembuh dalam tiga hari.“

“Begitu. Ini akan sangat menguntungkan. Aku akan kembali ke kerajaan esok hari, malam ini kita selesaikan percobaannya.“

Ambuhi merasa gatal dengan badannya. Tentu saja, di tempat ini banyak nyamuk.

“Ada apa, Ambuhi? Kau digigit, ya?“

Ibu memindahkan pandangan ke tangan Ambuhi yang digaruk. Bermaksud memeriksanya, dia memegang tangan Ambuhi. Ambuhi dengan ketakutan memindah tangannya saat disentuh.

“Jangan takut, dia juga dokter seperti ayah. Mungkin lebih tepat ke dukun pembuat ramuan. Ilmu obat-obatannya sangat jauh di atas ayah.“

Ayahnya berusaha meyakinkan. Menutupi kebenaran yang ada. Sebenarnya ibu kandung Ambuhi sudah meninggal setelah melahirkannya. Itu adalah nasib buruk yang tidak bisa dibicarakan. Ayah Ambuhi menolak kematian istrinya yang masih muda melahirkan anak pertamanya. Itu membuat keterkejutan mental. Selama menahan kebohongan, menggigit lidah.

“Kau bukan ibuku ....“

Ambuhi mengatakan hal yang tidak terduga. Bahkan ayahnya terkejut dia bisa menyadarinya.

“... ayah berkata ibu memiliki bekas luka di tangan kanannya.“

“Itu sudah sembuh dari dulu, kok. Bukan masalah lagi ....“

“Bohong!“ bentak Ambuhi. Suasana hening setelah itu.

“Aku mungkin bukan ibumu, tetapi ayahmu sudah menikah denganku. Alasannya tidak lain adalah dirimu sendiri. Karena itu ….”

“Bohong!” bentak Ambuhi lagi. “Semua yang kuliihat darimu adalah kebohongan. Matamu jelas-jelas menggambarkan kau yang telah menggoda ayahku ….”

“Ambuhi, diam. Itu bukan ….”

“Ayah diam saja! Dia pasti telah menggunakan obat tertentu untuk merayu ayah. Sejak sebulan ini ayah terus pulang malam dengan mata memerah. Itu adalah salah satu efek obat yang pernah ayah ajarkan kepadaku. Meskipun begitu, kenapa ayah tidak sadar. Bahwa sebenarnya ....“

Ambuhi pingsan. Yang melakukannya adalah wanita di depannya, “Dia tahu terlalu banyak.”

Ayahnya tegang dengan fakta yang terjadi. Dengan gagap dia berkata, “Benarkah itu?”

Dengan tatapan mata, dia menidurkannya. Nenek penyihir yang menyamar sebagai perempuan belia. Dia mengguna-guna laki-laki agar mau dengannya. Tidak lain, kebanyakan dia gunakan untuk sebagai tikus percobaannya. Dahulu hal yang sama dilakukannya saat mendengar ada dokter baik hati yang mau membantu desa terpencil miliknya.

Suku yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang