2

1.2K 100 9
                                    

Kenalkan, aku Risya Ameera. Tidak ada yang spesial dariku. Setiap hari, pulang-pergi, harus naik angkot dan dilanjut jalan 500 meter baru sampai rumah. Aku bukan anak konglomerat juga, yang minta A langsung dikabul saat itu juga. Kalau aku punya keinginan, aku harus usaha nabung dulu. Jadilah aku produk yang apa-apa suka cuek selama itu tidak terlalu penting buatku.

"Siang! Si cantik pulang!" teriakku sambil membuka pintu rumah. Seperti biasa, kalau nggak sepi, paling Rena yang mencibir.

"Si cantik udah pulang dari tadi!" kata Rena sambil mendelik ke arahku sembari ngemil kerupuk dengan tontonan televisi di depannya.

"Dih orang baru datang," sahutku membalas lalu duduk di samping adikku ini. Rumah sepi seperti biasa. Siang-siang begini, Mama biasanya keluyuran. Bukan buat dagang, tapi berkunjung ke rumah tetangga untuk dapat berita terbaru. Mama memang ibu rumah tangga. Jadi nggak punya kerjaan lain, selain bikin kue kalau ada yang pesan.

Bapakku pun masih dinas ke luar kota. Maksudku, menemani dinas bosnya. Bapakku itu supir dari seorang direktur. Kesetiaan bapakku membuatnya dipercaya kemana pun.

"Bagi dong, Ren," tanganku kujulurkan untuk minta kerupuk dalam toples itu. Tapi dengan sigap, Rena malah menjauhkannya tanpa menatapku. Adik durhaka!

"Ih pelit kamu! Diajarin sama siapa? Mulai masuk SMP kamu jadi bandel ya!" hujatku sok tahu.

"Diem, Kak. Jangan berisik, lagi serius nih!"

Rena benar-benar seperti tidak ingin diganggu. Anak ini makin sering bergaul, makin berubah saja. Padahal, waktu kecil, nggak pernah tuh berhenti mengikutiku. Waktu aku masuk SD saja, dia sampai menangis untuk memintaku jangan pergi.

Tapi lihat sekarang. Dasar kulit lupa kacangnya!

"Yaudah, Kakak balikkin buku Harpot terbarunya."

Rena langsung saja menyorotku dengan tatapan berbinarnya. Wajar, manusia. Kalau ada maunya, pasti berubah baik.

"Ih mana mana? Udah janji lho," kata Rena memelas sambil mengguncang lenganku. Walau Rena jenis adik yang mengesalkan, aku sebagai spesies kakak penyayang mau tidak mau mengabulkan permintaannya.

Anak itu langsung begitu bahagia saat aku baru menjulurkan buku yang kujanjikan untuk dipijamkan dari Indah. Buku yang membuatku harus kejar-kejaran dengan Iwan. Tidak apa-apa, membantu orang dapat kebaikan kembali.

"Jangan sampe rusak, ya, Ren," pesanku saat cewek itu malah memeluk buku yang tebalnya hampir menyamai batu bata itu dengan berlebihan. Apakah orang-orang yang suka buku sampai segitunya, ya?

Rena mengangguk dengan semangat. "Nggak akan, Kak. Tenang aja. Btw makasih, ya. Sayang Kakak deh!" ucap Rena dengan nada centil lalu jingkrak-jingkrakan menuju kamarnya. Dipastikan, Rena akan semedi sampai malam tanpa mau diganggu kalau sudah punya aktivitas kesukaan.

Rena memang kebalikan dariku. Cewek itu suka sekali baca buku. Mungkin saat lulus SMP nanti, aku akan menyarankannya untuk masuk sekolahku agar ketemu Bu Ida. Mereka pasti cocok.

Aku yakin itu.

**

Mulai hari ini, harusnya aku sudah terbiasa mendapati seseorang yang sudah mengisi kursi sampingku yang selama ini diisi oleh angin. Awalnya agak aneh melihat makhluk lain di sampingku. Tapi aku tidak terganggu sama sekali. Apalagi sosoknya seperti Regal ini.

Aku pernah satu meja dengan beberapa orang. Entah itu disengaja atau terpaksa. Dan tidak ada yang sekalem, juga sediam Regal.

Saat aku masuk kelas, sudah ada Bila yang sibuk dengan fangirl-nya. Indah belum datang. Rumah cewek itu tepat di belakang sekolah. Jadi, mau berangkat tepat bel masuk pun cewek itu bisa tenang. Kemudian, ada Regal. Cowok itu sibuk dengan buku di atas meja. Perasaan, cowok itu baru masuk dan tugas pun tidak ada untuk hari ini.

Reply Me! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang