7

802 70 1
                                    

Hari ini terasa sangat melelahkan. Setelah menjadi salah satu penerima nilai terburuk di kelas, aku juga harus kehabisan uang bekal karena hutang kas yang menumpuk dari minggu kemarin. Kalau saja bukan Rama yang menghasut seisi kelas untuk mencemoohku, aku akan menghindar lagi dari Neta, bendahara kelas.

Memang, setiap Neta nagih uang pada hari Jumat, aku suka sekali berdalih. Bilangnya kurang ongkos pulang atau tidak dikasih bekal. Neta itu sebenarnya galak kalau urusan nagih, sekaligus ia juga mudah luluh sama orang yang memelas. Jadi aku manfaatkan kelemahan cewek itu.

"Ca, mau bareng nggak?" tanya Indah menoleh padaku, padahal tangannya sedang sibuk memasukkan bukunya.

"Kamu bawa motor?"

Indah mengangguk lalu kembali fokus pada pena dan pensil yang berserakan di meja. Kami memang baru kelas sepuluh dan belum mendapat izin untuk membawa motor ke sekolah. Tapi yang namanya siswa, suka gatal kalau aturan cuma buat ditaati. Seperti Indah, walau belum dapat SIM sebagai salah satu syarat untuk masuk ke gerbang sekolah, cewek itu tetap bawa motor dan memarkirkannya di lahan parkir liar yang jarang disinggahi pihak sekolah.

"Hari ini abangku libur kuliah trus aku mau ke mal deket rumahmu itu lho!" kata Indah setelah selesai urusan dengan tasnya.

Aku menggaruk kepala yang sebenarnya nggak gatal. "Eh tapi aku nggak bisa bareng dulu, Ndah."

Dahi Indah mengernyit. "Kenapa eh?"

"Aku mau belajar bareng--"

"Wait! Emang ada tugas kelompok atau ujian?"

Aku menggeleng. "Kamu tau kan tadi nilaiku paling buruk di kelas. Jadi aku mau minta ajarin sama Regal."

Mata Indah seketika memincing curiga. Ia menatapku dan Regal bergantian seolah kami telah berbuat kriminal. Regal malah cuek dengan ponselnya entah menghubungi siapa, sedangkan aku harus mengantisipasi Indah mau bicara apa.

"Kalian ada hubungan ya?"

Kini giliran aku yang keheranan. "Hubungan apa sih? Kok tiap aku deket sama cowok suka digosipin?"

Bila yang tadinya masih memainkan ponsel lantas berputar duduk ke arah kami. "Eh gosip apa? Aku mencium bau-bau yang jadi bahan gosip nih!"

"Ini lho Ica sama Regal mau belajar bareng," kata Indah provokatif sembari menatapku. Bila ikutan heran sembari melihat Indah.

"Trus kenapa?"

Indah kemudian menoleh pada Bila seolah mereka hanya bicara berdua. "Bayangin aja Bil, berdua terus waktu istirahat, belajar satu buku berdua kalau belajar, trus sekarang belajar bareng berdua lagi!" jelasnya membuat Bila menyeringai seraya melirik padaku. Kok kesal ya jadi bahan julid? Jadi ini rasanya mereka yang tahu kalau sedang diomongin di belakang?

"Emang kalau gitu nggak akan cinlok?" lanjut Indah, tapi sedikit keras sekarang. Bila terkekeh dan mulai menyudutkanku.

"Wah Ica udah puber ya sekarang. Gapapa deh, aku ngerestuin kamu sama Regal daripada sama Iwan."

"Siapa yang cinlok?!" Bagas datang lalu menggebrak meja keras. Regal yang tadinya menunduk main ponsel melirik sekilas. Apa lagi ini?

"Bu--"

"Ini lho Gas, kamu nggak curiga apa kalau Ica sama Regal nggak ada apa-apa. Berdua terus kan mereka?" Indah mulai menghasut Bagas. Kalau urusannya sudah ada Bagas, tamat riwayatku. Mulutnya itu ....

"ICA SAMA REGAL PACARAN GITU?" teriak Bagas seolah disengaja suaranya dibesarkan. Aku berdecak saat kelas yang isinya mulai separuh sekarang malah terlihat ramai. Bahkan, orang yang mau ke luar saja otomatis masuk lagi.

Reply Me! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang