10

698 62 0
                                    

"Te! Te!"

Kulirik Iwan yang memanggil nama cewek yang baru masuk kelas, kemudian cowok itu melanjutkan ketika mendapat dengusan dari cewek tersebut, "Hei Teo! Hei Teo! Dia bis kecil ramah."

Kelas yang mulai ramai sontak terbahak. Cewek yang nama aslinya itu Theodore adalah salah satu objek bully-an setelah aku. Iya, aku enak di-bully karena pendek, sementara Teo itu karena namanya. Belum lagi, cewek itu punya gen dari Indonesia bagian timur. Sudah tahu kelas mudah sekali meledek, umpannya juga enak diejek begitu.

"Teo! Kamu ulang tahun kapan?" tanya seorang cewek. Ada catatan di atas mejanya. Mungkin sedang mencatat.

"Emang buat apa?" tanya Teo saat melewati meja tersebut, berusaha tidak menghiraukan kelompok Iwan di barisan sebelahnya.

"Wi, Teo nggak punya tanggal lahir kali," kata Dimas, "dia kan lahir dari giveaway."

Iwan memukul pundak Dimas sembari terbahak. Tak lupa, tawa Rama paling keras juga. Trio itu duduk di atas meja dengan punggung menyender ke tembok. Kelihatan sekali kalau mereka punya kuasa di kelas ini.

"Bego kamu, Dim!" timpal Agus yang duduk di kursi, depan trio itu duduk.

"Eh kamu nggak percaya?" tanya Dimas sembari mendorong sedikit belakang kepala Agus. "Di punggungnya tuh ada tulisan made in china."

Kelas yang diam menunggu lelucon Dimas ketawa lagi. Kini lebih keras. Teo hanya mendelik dan duduk di belakang Dwi yang tadi menanyai tanggal lahirnya.

"Kamu jangan keterlaluan ngeledek orang, Dim! Nanti kena karma lho!" ancam Elsa. Sekretaris itu duduk di belakang Teo, sejajar dengan kelompok Iwan.

"Ikut campur aja kamu projen!" sahut Iwan.

Elsa hanya mendengus kesal. Kelompok itu kembali membuat lelucon dengan meledek orang. Tapi entah kenapa terkesan lucu dan tidak terlalu buat sakit hati. Mereka nggak pernah ngejek secara fisik, kecuali aku, tapi lebih pada sebuah sindiran yang dicampur gurauan.

"Gal, kamu jangan gitu, ya. Kamu harus diem-diem aja kayak gini," saran Indah dan Regal hanya meliriknya. Tumben ada respons.

"Kamu juga, Ca. Jagain Regal baik-baik. Jangan sampe kayak Iwan. Regal itu masih polos," lanjut petuah Indah padaku.

Aku mendelik. "Ih emang aku siapanya Regal? Dia udah gede ini," kataku dan melirik Regal yang sudah sibuk dengan buku paketnya. Kali ini tentang Sosiologi. Aku jadi curiga bakal ada hal dadakan hari ini.

"Mencegah lebih baik daripada mengobati, Ca," timpal Bila. "Udah cukup ya Nando yang diem-diem tapi aneh. Regal jangan. Ya, nggak?" Bila langsung menatap Regal yang sedang tertunduk membaca. Tapi tidak ada sahutan sama sekali. Aku mengulum bibirku menahan tawa.

Kulihat dahi Bila mengerut dan menepuk meja. "Kamu denger, kan?"

Regal mendongak dan menatap heran Bila. "Kamu bilang apa?"

Bila mendengus. Sepertinya asumsi Regal itu normal menghilang cepat.

"Ndah, Regal agak congek."

**

Hari ini libur latihan nari. Aku ingin sekali mengajak ke kafe es krim yang Iwan tunjukkan padaku. Ada rasa yang ingin aku coba. Tapi kemarin perutku sudah kembung, jadi tidak bisa menampung lagi. Aku yang hendak mengirim pesan pada Iwan, mendadak tidak jadi. Katanya Iwan ada latihan futsal.

Sementara Indah dan Bila, mereka sudah melesat saja ke kantin. Katanya lemas karena kurang asupan karbohidrat. Aku jadi kurang semangat. Terus aku ajak siapa?

Reply Me! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang