Gosip itu seperti virus batuk, gampang nyebarnya. Baru kemarin aku jalan bareng Regal, hari ini kelas sudah heboh saja karena berita yang disebarluaskan oleh Indah. Dulu aku bersyukur punya teman yang mudah sekali mendapat berita, tapi sekarang rasanya kok ngeselin banget, ya?
"Heh, bocil!" Bagas sudah menghadangku saat aku masuk ke barisan tempatku duduk. "Kamu pake dukun mana biar bisa melet Regal?"
Aku mendengus. Bagas rajin sekali mengurusi urusan orang. Memangnya dia nggak punya masalah apa sampai punya waktu buat ikut campur?
"Apa sih, Gas? Nggak jelas banget," sahutku.
"Regal katanya pacaran sama kamu," jawab Bagas sembari mengangkat dagu. "Kamu kasih apa hm? Atau kamu pake susuk?"
Aku memelotot dengan mulut bungkam. Ingin sekali aku jambak rambut yang dibuat rapi itu.
"Oh atau kamu ngancem Regal, ya?"
Aku menarik napas dalam. Berdebat dengan Bagas harus buat strategi, nggak bisa asal ceplos. Kalau salah, malah jadi bumerang nantinya. Apalagi kelas sudah mulai ramai. Para pemburu berita pasti sudah siap pasang kuping.
"Aku itu nggak pacaran sama Regal, Bagas," kilahku mencoba tidak terbawa emosi.
"Trus kenapa kalian dekat?" tanya Bagas mulai mencari titik lemahku.
"Kan kami itu temen semeja, Bapak Pradipta," jawabku menyebut ujung nama Bagas, "Bapak sendiri kan yang bilang."
"Iya, gitu," sahut Bagas, "tapi kamunya jangan kebaperan," lanjutnya hingga membuatku sedikit tersinggung. Siapa yang baper?
"Aku nggak baper!" bantahku cepat dengan nada sedikit menyentak. Aku tidak sadar. Justru hal itu yang menjadi sorotan banyak orang.
"Nah nah ini," kata Bagas sambil menunjukku, "orang bohong biasanya kalo jawab pertanyaan suka keras keras."
Ucapan Bagas bikin aku tambah keki. Siapa yang bohong?
Aku menghela napas saat sadar perdebatan seperti ini tidak akan cepat selesai. Kalau aku terus membantah, malah hal itu yang menjadi bahan ejekan yang lain. Jadi, walau aku tidak suka dituduh begitu, yang aku lakukan adalah mencoba tidak menghiraukan.
"Udahlah terserah kamu. Mau kamu percaya atau nggak, itu nggak penting buatku."
Aku melewati Bagas begitu saja untuk mendapat kursiku. Seperti biasa, di sana ada Regal sudah sibuk dengan hobinya: belajar. Bahkan, cowok itu sama sekali tampak tidak memedulikan bagaimana namanya disebut yang disandingkan dengan namaku.
Atau cowok ini yang tidak memahami apa yang menjadi topik hari ini?
"Regal!" Aku sentuh pundak cowok itu hingga akhirnya menoleh. Beberapa orang sontak meledekku dan kubalas delikan. Apalagi suara Rama itu paling besar. Tapi giliran dimarahi guru, suaranya mengecil. Dasar penakut!
"Manggil orang emang harus pegang-pegang gitu apa?" Itu suara Rama saat aku berhasil duduk. Padahal, cowok itu ada di sisi lain kelas.
"Terserah dong!" balasku teriak. "Emang urusannya sama kamu apa?!"
"Woooo Ica ngegas!"
"Ica sekarang galak euy!"
"Jangan temenin Ica, jangan temenin Ica."
Aku mendengus kasar. Meski aku tidak merasa apa yang mereka bicarakan, tapi dituduh macam-macam begitu malah membuatku tidak enak. Apalagi ada perasaan yang mesti aku jaga. Walau kulihat, Iwan ikutan ketawa dan sedikit meledekku. Tetap saja, aku jadinya merasa bersalah.
"Kamu nggak kesinggung pas yang lain ledekkin kita?" tanyaku sewaktu kebetulan dia menoleh padaku.
"Emang kenapa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Reply Me! [Completed]
Teen FictionSealim-alimnya cowok di kelasku, pasti ujung-ujungnya bakal bobrok juga. Sejaim-jaimnya cowok di sekolahku, pasti pernah melakukan hal gila yang bikin aku geleng kepala. Memang, tidak ada yang sempurna. Ada yang pintar, tapi aneh. Ada yang normal, t...