12

632 55 0
                                    

Dulu, ketidakhadiran Iwan sewaktu aku lomba menjadi unsur yang kurang ketika aku meraih kemenangan. Kebahagiaanku memegang piala dengan anggota regu lain sedikit berkurang. Tidak lengkap.

Tapi entah kenapa, kehadiran Regal bertepuk tangan disertai senyum penuh kebanggaan menambah kadar kebahagiaan yang berlipat-lipat dari biasanya. Di senyum itu ... seolah mewakili semua senyum orang-orang yang kusayangi yang tidak bisa hadir di sini. Senyum Regal penuh ketulusan dan kebanggaan. Aku tidak pernah tahu ada senyum jenis seperti itu.

"Makasih," ucapku penuh euforia ketika turun dari panggung. Di depanku, ada Regal yang masih tersenyum melihatku.

"Aku nggak ngasih apa-apa sama kamu," kata Regal menatapku heran.

"Kamu udah nemenin aku latihan sambil belajar juga," jawabku sambil menggenggam kedua tangannya tanpa enggan, "kamu juga bela-belain ke sini buat nonton. Itu bikin aku seneng."

Senyum itu kembali terulas. Dilihat dekat begini, malah bikin perasaanku makin nggak jelas. Ada detak yang dulu tak asing.

"Aku juga seneng bisa bikin kamu seneng juga, Sya."

Percakapan kami terinterupsi oleh suara jepretan kamera. Kami sontak menoleh dan aku refleks melepas genggamanku saat anggota regu lain termasuk Kang Amar yang tadi memotret kami senyum menggoda.

"Wah, Kang. Harusnya matiin dong suara kameranya. Kan kita keabisan tontonan romantis ini." Itu suara Fia, bicara pada Kang Amar, tapi mata melirikku.

"Maaf, Akang lupa. Saking gemesnya liat mereka."

Semua orang terkekeh. Aku hanya membuang muka kesal. Diakui, pipiku terasa memanas kalau harus di situasi begini.

"Makasih sudah izinin saya nemenin Risya latihan," kata Regal tersenyum tipis. Kia langsung saja mendekati cowok itu dengan kerlingan centilnya.

"Gapapa, Gal. Aku seneng malah kamu nemenin Risya," sahut Kia sembari menggenggam telapak tangan kanan cowok itu. "Sering-sering, ya, dateng waktu kami latihan."

Tanpa sadar, aku mendengus. Melihat Regal membalas senyuman Kia, dadaku seperti terasa sakit ditekan.

Ada apa denganku?

"Kamu suka kan liat kami nari?"

Kulihat Kia hendak menarik tangan Regal satu lagi. Dan entah dapat pikiran dari mana, aku lekas menarik Regal menjauh.

"Weh, selow dong, Ca," kata Kia terkekeh geli. "Aku cuma lagi pendekatan sama Regal. Kan katanya kalian nggak beneran pacaran," lanjutnya yang bikin aku seketika menyesali karena bilang kalau aku dan Regal tidak punya hubungan spesial. Tapi teman-teman kami saja yang terlalu berlebihan. Dan rasanya sekarang, aku ingin menarik kembali kata-kata itu.

"Y-ya kamu kayak yang mau apa-apain Regal," ujarku sedikit gugup dan sedikit menjauhi Regal. Aku sadar, perbuatanku tadi terlalu berlebihan.

"Curiga sama aku atau kamu aja yang cemburu?" Godaan Kia mengundang tawa dari yang lainnya. Aku tidak cepat membantah. Ada sesuatu yang mendorongku agar mereka tetap berpikiran seperti itu sehingga enggan untuk mendekati Regal lebih dari sekarang.

Lagi-lagi aku bingung pada pemikiranku sendiri.

"Udah, udah. Kasian Icanya. Mending kalian ganti baju," lerai Kang Amar. Kami pun segera membubarkan diri untuk ke kamar ganti masing-masing.

**

Pelaksanaan ujian kenaikan sekolah itu adalah sehari seusai perlombaan. Terlalu mepet kalau misalnya untuk belajar dengan sistem sangkuriang. Tapi aku sudah cukup tenang mengenai pelajaran yang akan diujiankan, mengingat saat intensif latihan aku juga sering belajar dengan Regal. Bukan hanya kami berdua saja, anggota tari yang sama-sama dari kelas IPS pun ikut nimbrung.

Reply Me! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang