Pukul delapan pagi, Chanyeol terbangun karena mendengar suara bel pintu, sedangkan Baekhyun bangun sesuai dengan jam biologisnya. Chanyeol merengut sebal, hampir mengutuk orang yang pagi-pagi di akhir pekan karena mengganggu tidurnya. Dengan rambut masih berantakan dan setengah mengantuk, Chanyeol keluar kamar sambil menggendong Baekhyun. Sebelum membuka pintu, Baekhyun diletakkan di karpet ruang tamu.
“Noona? Ada apa?”
Di depannya, kakak perempuannya –Yoora- berdiri sambil menggendong bayi, tentu saja bayinya.
“Chanyeol, Noona sedang terburu-buru. Suami Noona sedang sakit, kami akan ke dokter pagi ini, jadi Noona titip Hyungjun, ya?”
“Oh, lalu di mana Hyung?”
“Dia di mobil. Bisa titip Hyungjun, kan?”
Sebelum Chanyeol menjawab, Yoora sudah mengulurkan bayi sepuluh bulan ke gendongannya dan meletakkan tas perlengkapan bayi di samping kaki Chanyeol. Chanyeol hampir saja menjatuhkan bayi itu kalau saja refleksnya buruk.
“Terimakasih Chanyeol, setelah selesai nanti Noona akan langsung menjemput Hyungjun.” Chanyeol yang tadinya mendongak ketika berbicara dengan Chanyeol kemudian menunduk, menghadap bayi di gendongan Chanyeol. “Dadah, sayang, mama pergi sebentar, yah. Hyungjun jangan nakal, oke? Mmuach…”
“Yah, hati-hati Noona.” Yoora mengangguk sebelum pergi.
Chanyeol menghela napas, ia menggendong Hyungjun ke dalam, duduk di sofa. Baekhyun di karpet sedang memainkan squishu-nya, ia
Mendongak saat melihat Chanyeol kembali. Kepalanya ia miringkan ke samping, sambil menatap Hyungjun.
“Baekhyun, ini temanmu, namanya Hyungjun. Kemari, sapalah.” Tangan kecil Hyungjung dilambai-lambaikan, agar Baekhyun mendekat.
Baekhyun penasaran, ia mendekat, menatap Hyungjun lama. Hyungjun menyedot dot palsunya, kedua manik hitamnya juga menatap Baekhyun.
Tangan Baekhyun terulur ke wajah Hyungjun. Chanyeol tersenyum, berpikir bahwa Baekhyun dan Hyungjun akan bisa akrab karena mereka sebaya. Baekhyun menarik keluar dot palsu milik Hyungjun dari mulutnya. Hyungjun merasa kehilangan, ia mulai menangis.
“Eung… uhukhuk hwaaa!”
“Baekhyun, lain kali kau tidak boleh menarik dot Hyungjun.” Chanyeol mengambil dot dari tangan Baekhyun dan kembali memasukkannya ke dalam mulut Hyungjun. Tangis Hyungjun berhenti. Mata Baekhyun berkedip, terlihat tertarik. Sekali lagi, ia menarik dot Hyungjun dan membuat bayi itu menangis lagi.
“Hehehe,” kekeh Baekhyun.
“Baekhyun! Tidak boleh.” Sekali lagi Chanyeol mengambil dot dari tangan Baekhyun. Tangis bayi itu berhenti setelah dotnya dikembalikan.
Tampaknya Baekhyun terhibur dengan adegan yang dibuatnya. Tangan nakalnya kembali menarik dot Hyungjun.
“Uhukhuk hwaaa!”
“Hehehe!”
“Astaga, Baekhyun. Kalau kau masih menarik dotnya, aku akan mengambil semua mainanmu.” Chanyeol mengancam, dan itu cukup berhasil. Baekhyun langsung kembali ke karpet dan mengumpulkan semua mainannya ke pelukan meski tidak cukup. Beberapa mainan jatuh lagi, dan Baekhyun dengan tekun mengambilnya.
Chanyeol menggelengkan kepalanya, ia mendudukkan Hyungjung di karpet di samping Baekhyun. Baekhyun duduk kembali. Ia menata mainannya sesuai dengan imajinasinya. Ia sangat serius, seolah sedang membangun dunia. Tubuhnya tanpa sadar tengkurap. Susah payah ia mencoba mendirikan dinosaurus di atas karpet bulu. Tentu saja akan sulit. Karpet bulu permukaannya tidak rata, kaki dinosaurus terlalu kecil untuk menyeimbangkan tubuh. Meski begitu, Baekhyun masih mencoba berkali-kali membuat dinosaurusnya berdiri.
Hyungjun tertarik. Ia merangkak mendekati Baekhyun. Hyungjun sudah berumur sepuluh bulan, badannya lebih besar dari Baekhyun, hanya saja, ia baru bisa merangkak. Perbedaan bayi hybrid dengan bayi manusia memang cukup jauh. Baekhyun baru berumur tujuh bulan, tetapi ia sudah bisa mengoceh dan berjalan. Hanya saja, tubuh Baekhyun lebih kecil daripada Hyungjun.
Saat Hyungjun tepat di samping Baekhyun, ia kehilangan keseimbangan. Tubuh besarnya jatuh menimpa Baekhyun, cukup keras. Baekhyun terkejut, dadanya sesak. Entah karena tubuh Hyungjun yang lemah atau kekuatan Baekhyun meningkat drastis akibat kesal, tangan Baekhyun reflex mendorong Hyungjun sampai ia terjengkang ke belakang. Kepala belakangnya membentur karpet. Meski karpet, tetapi itu tidak selembut kapas, masih menyakitkan ketika kau jatuh menimpanya.
“Hwaaaa!” Tangisan Hyungjun dimulai lagi. Chanyeol terkejut melihat kejadian barusan. Chanyeol tak ingin menyalahkan Baekhyun, tetapi ia meras, Baekhyun terlalu berlebihan.
“Baekhyun! Kau tidak boleh mendorong sampai seperti itu!”
Chanyeol menggendong Hyungjun, mengusap belakan kepalanya.
Baekhyun yang tadinya tengkurap kemudian duduk.
“Nyeong! Nal! Hmmph!” Baekhyun menunjuk-nunjuk Hyungjun dengan. Pipinya digembungkan, bibirnya mengerucut. Badannya masih agak sakit setelah tertimpa segumpal daging manusia tadi, tetapi ia yang disalahkan. Baekhyun tentu saja protes, yang memulai terlebih dahulu adalah Hyungjun. Kenapa ia tidak boleh membalas?
“Tetap saja, kau tidak boleh mendorongnya seperti itu,” balas Chanyeol seolah mengerti apa yang diucapkan si kecil.
“Nyeeong!” Baekhyun merengek manja, meminta perhatian. Biasanya cara ini akan berhasil, tetapi kali ini Chanyeol lebih memilih menenangkan Hyungjung. Ia membersihkan ingus dan air liurnya yang meluber keluar. Wajah Hyungjun memerah dan sedikit bengkak.
“Baekhyun, kau harus belajar berteman, oke?” Chanyeol mengelus pipi Baekhyun ringan. Ia meletakkan Hyungjun yang sudah tenang mengemut dot palsunya di depan Baekhyun. Baekhyun masih cemberut, ia membalikkan badannya kemudian berjalan beberapa langkah menghindari Hyungjun.
“Baiklah, terserah. Asal jangan bertengkar. Aku akan mandi sebentar.” Si pemuda tinggi itu langsung bergegas ke kamar mandi. Perutnya sudah sakit karena menahan BAB.
Hyungjun mengamati Baekhyun dengan seksama. Ia melirik squishy yang dimainkan Baekhyun dengan penuh minat. Ia merangkak mendekati Baekhyun, kedua tangannya terulur, merebut squishy.
“Ahhh! Naah!” Baekhyun berteriak kesal. Ia merebut kembali squishy dari tangan Hyungjun.
Hyungjun tentu saja tak menyerah, ia merebut squishy dari tangan Baekhyun. Begitu, kedua bayi itu saling berebut mainan. Badan Baekhyun lebih kecil, sehingga ia lebih kesulitan, apalagi ketika Hyungjun menumpukan badannya ke tubuh Baekhyun. Karena merasa berat, Baekhyun kesal, ia memukulkan squishy-nya ke wajah Hyungjun cukup keras. Karena terkejut sekaligus merasa sakit, Hyungjun menangis. Tangisannya lebih keras daripada sebelumnya.
Chanyeol yang masih di kamar mandi, tergopoh-gopoh keluar hanya mengenakan selembar handuk yang menutupi privasinya. Masih ada sisa sabun di tubuhnya, bahkan rambutnya yang ia keramasi, masih penuh dengan busa shampoo.
“Baekhyun! Kenapa kau nakal sekali, sih. Suka sekali membuat Hyungjun menangis. Kali ini apa lagi?”
Baekhyun menyembunyikan squishy-nya di belakang tubuh. Ia menatap Chanyeol dengan cemberut. Kepalanya ia gelengkan. Hyungjun masih menangis, kedua tangannya menunjuk ke arah Baekhyun.
“Hwaaaa! Hwaaa!”
“Nyeeong, nah!”
“Baekhyun, kau kan punya banyak mainan. Pinjamkan satu pada Hyungjun, oke?” bujuk Chanyeol setelah menyadari bahwa yang Baekhyun sembunyikan adalah bola squishy.
“Nah!” Baekhyun menolak, ia menggeleng keras. Tidak mau, kenapa harus meminjamkan mainan. Mainan ini adalah favorit Baekhyun, bagaimana bisa ia meminjamkan pada bayi besar itu?
“Baekhyun, jangan pelit. Pinjamkan saja, kau bisa bermain dengan mainanmu yang lain. Jangan egois, Hyungjun juga temanmu.”
“Hwaaaa! Hwaaa!”
Tangisan Hyungjun mulai menyebalkan di telinga Baekhyun. Bujukan Chanyeol juga sangat menyebalkan. Baekhyun merasa kesal, kenapa Chanyeol tidak mau membelanya.
“Baekhyun…”
Baekhyun yang kepalang kesal membuang mainan yang ia pegang, nahasnya, tanpa diduga, mainan itu juga menabrak wajah Hyungjun dan membuatnya menangis lebih keras.
“HWAAAA!”
“Baekhyun!” Chanyeol menaikkan suaranya. Ia menatap Baekhyun tajam. Baekhyun berjengit kaget mendengar bentakan Chanyeol, kakinya secara otomatis mundur selangkah, lalu berlari ke kamar.
Chanyeol menghela napas kasar. Ia menggendong Hyungjun yang masih menangis, membujuknya dengan squishy bola tadi.
“Baiklah, berhenti menangis. Kau ini lebih tua dari Baekhyun, badanmu juga lebih besar. Tapi, kenapa mudah sekali menangis?”
Chanyeol mengelus-elus punggung Hyungjun hingga ia tenang. Setelah Hyungjun berhenti menangis, Chanyeol kembali ke kamar mandi untuk menuntaskan mandinya.
Baekhyun mengurung diri di kamar, tidak keluar meskipun Chanyeol memanggilnya setelah selesai mandi. Dibujuk untuk mandi pun, Baekhyun enggan. Hybrid itu memilih tiduran di kamar sambil memainkan ponsel Chanyeol. Akhir-akhir ini, Baekhyun cukup berminat dengan kamera. Setelah Chanyeol mengajarkan cara membuka kamera, Baekhyun akan dengan asal memotret apapun. Hasilnya, jangan ditanya. Objek apa yang bisa dipotret oleh bayi tujuh bulan? Yang pasti, hasil potret Baekhyun selalu menyebabkan ponsel Chanyeol melambat karena memori yang terlalu penuh.
“Huks… hiks… eung…” Hyungjun mengoceh. Chanyeol sedang menonton film di sebelahnya, menoleh. Hyungjun mengemut bola squishy dan menyedot-nyedotnya. Dot palsunya sudah lepas dan entah di mana?
“Eh, kau haus? Tunggu sebentar, yah.” Chanyeol membuka tas bayi miliki Hyungjun, mencari botolnya. Lima menit CHanyeol mencari, semua isi tas sudah dijajar rapi di atas karpet. Ia tidak menemukan botoh Hyungjun. Hanya ada toples kecil berisi susu bubuk.
“Sepertinya mamamu lupa membawa botolmu. Yah, kau bisa meminjam botol Baekhyun kalau begitu.”
Chanyeol ke dapur membawa susu Hyungjun. Untung saja susu bubuknya tidak tertinggal. Kalau sampai tertinggal, Hyungjun tidak mungkin juga harus meminum susu hybrid. Chanyeol membuat susu Hyungjun menggunakan botol Baekhyun. Bayi hybrid itu memiliki lebih dari empat botol susu. Hampir semuanya dibelikan oleh teman-teman Chanyeol; Sehun, Jongdae, Xiumin.
Baekhyun keluar kamar ketika ponsel Chanyeol mati karena kehabisan daya. Ia pergi ke ruang tamu mencari Chanyeol. Saat itu matanya menatap tajam ke arah bayi di pangkuan Chanyeol. Cemburu, sih, tapi yang jadi perhatiannya adalah botol yang dipegang si bayi. Itu botolnya. Kesukaannya. Baiklah, semua milik Baekhyun adalah kesukaannya. Intinya, ia tidak suka berbagi. Apalagi harus berbagi ciuman tak langsung dengan cara meminjami botol susu. Tidak sudi, oke!
Baekhyun bergegas mendekat. Chanyeol menoleh, mendengar tapak kaki ringan.
“Baekhyun ka-”
“Uhuk… hiks… hwaaa hwaaa!”
Baekhyun menatap tajam pada Hyungjun yang menangis. Botol itu telah masuk ke mulutnya. Ia meminum susu Hyungjun sambil memandang bayi di depannya dengan sombong. Huh, bertindak superior.
“Baekhyun, kembalikan susu Hyungjun. Kau tidak bisa meminumnya.”
Chanyeol merentangkan tangannya, hendak mengambil botol susu di tangan Baekhyun. Baekhyun menghindar. Ia menatap Chanyeol kesal.
“Nahh! Nyeeong!” ia berteriak kesal.
Tidak akan kuberikan! Ini milikku! Ugh, rasanya sedikit aneh.
“Baekhyun, itu bukan susumu.” Chanyeol kebingungan sekarang. Hyungjun menangis di gendongannya, dan Baekhyun terlalu lincah, menghindar melindungi botol susunya. Si jangkung itu tidak berani berlari mengejar Baekhyun, selain ia menggendong Hyungjun, ia juga khawatir Baekhyun akan jatuh.
“Baekhyun, kembalikan susu Hyungjun, yah. Itu bukan susumu. Jangan berlari!”
“Nahhh! Nyeeong!”
“Nanti kau jatuh. Kemari, jadi anak baik. Kau ingin aku marah padamu?”
Baekhyun berdiri di pojok, ia tak bisa berlari lagi. Ia menggeleng keras ketika Chanyeol meminta botolnya.
“Nnaah!”
“Baekhyun!”
Geleng-geleng. Botol susunya ia cengkeram erat di balik badannya.
“Kalau kau tidak mengembalikannya, aku tidak akan membuatkanmu susu juga.”
“…”
“Baekhyun! Kuhitung sampai tiga. Satu…”
“Nyeeeong!” Baekhyun merengek kesal. Air matanya jatuh. Ia menatap mata Chanyeol lama, tetapi si jangkung itu tak melunak. Tatapan matanya tajam, menuntut Baekhyun untuk menurutinya. Si kecil bertambah sedih. Botolnya ia lemparkan sembarang arah. Tak peduli jika Chanyeol tambah marah. Ia kesal, marah, dan sedih.
Chanyeol menatap Baekhyun tak berdaya. Ia ingin menegur Baekhyun, tapi Hyungjun masih kehausan. Ia mengambil botol yang dilempar Baekhyun dan memberikannya ke Hyungjun. Bayi besar itu akhirnya diam dan meminum susunya rakus. Takut jika direbut lagi.
Baekhyun berjongkok di sudut. Ia menatap Chanyeol yang menggendong Hyungjun. Air matanya sudah mengalir, ia menahan sesenggukannya.
Hanya setelah Hyungjun tertidur, Chanyeol menghampiri Baekhyun yang duduk di sudut, memainkan jari-jarinya.
“Ini, minum susumu.”
Chanyeol menyerahkan botol penuh susu di hadapan si kecil. Baekhyun tak bergeming.
“Baekhyun.”
“Huks… hiks… Hwaaaaa! Nyeeeong! Hwaaa…” Akhirnya tangisan si kecil lepas juga. Ia menangis keras. Sudut hati Chanyeol terasa ngilu. Ia merasa bersalah. Bayi hybridnya menangis sesenggukan, tersedak ludahnya sendiri.
“Nyeeeong! Hwaaa! Hwaa!”
“Sssshh… maafkan aku, yah.” Chanyeol membawa Baekhyun ke dalam gendongannya. Si kecil langsung memeluk erat Chanyeol, menenggelamkan tangisannya di pundak si jangkung.
Telapak tangan besar milik Chanyeol mengelus punggung Baekhyun yang bergetar.
“Ssshhh… Kau sudah jadi anak baik.”
“Hiks… Nyeeongg!”
“Iyah, aku minta maaf.” Chanyeol membawa Baekhyun ke kamar. Membaringkan si kecil di samping Hyungjun yang tertidur nyenyak.
Chanyeol menyentuhkan ujung dot ke bibir Baekhyun. Ia mengelap ingus dan air mata hybridnya.
“Ssshh… Ini, minum susu. Berhenti menangis, oke.”
Tiga jam sudah terlewat, atau baru terlewat? Chanyeol merasa, hari ini waktu berjalan dengan lambat. Batin dan fisiknya kelelahan mengurus Hyungjun dan Baekhyun. Ketiganya akhirnya tertidur nyenyak di kasur.
Pukul setengah satu, bel pintu berbunyi. Yoora sudah kembali. Chanyeol melirik ke samping kirinya, dua bayi itu masih tertidur. Ia turun dari kasur, membuka pintu untuk kakaknya.
“Noona.”
“Chanyeol, di mana Hyungjun?”
“Tidur, di kamar. Bagaimana keadaan Hyung?” Chanyeol bertanya sambil menggiring kakaknya masuk ke dalam.
“Ia kelelahan bekerja, maagnya juga kambuh. Untung tidak perlu opname di rumah sakit.”
“Kau mau minum apa?”
“Tidak perlu. Aku harus segera pulang. Oppa butuh istirahat.”
“Noona duduk di sini saja. Aku akan mengambil Hyungjun ke kamar. Dan, ugh, itu, barang-barang yang di tas belum sempat aku rapikan saat mencari botol Hyungjun tadi.”
Yoora tersenyum datar. Ia menatap karpet dan sofa yang berantakan. Mainan tersebar di mana-mana, begitu juga dengan perlengkapan bayi milik Hyungjun.
Chanyeol ke kamar, menggendong Hyungjun. Tidurnya tak terusik sama sekali. Berbeda dengan Baekhyun, ia membuka matanya ketika merasakan gerakan di kasur. Ia melihat Chanyeol menggendong Hyungjun. Kedua tangannya terentang ke atas, minta digendong juga.
“Oh, kau bangun. Tunggu di sini dulu, nanti aku menggendongmu. Aku sedang membawa Hyungjun.”
“Nyeeeong!”
“Iya, nanti. Sebentar, ya.” Chanyeol keluar dari kamar dengan Hyungjun di gendongan.
Si kecil merasa kehilangan. Ia ditinggalkan Chanyeol, tidak diacuhkan, dan tidak digendong. Perasaan sensitifnya masih berat. Ia mengingat sejak pagi Chanyeol hanya mengurus Hyungjun dan melupakannya. Kali ini, si kecil amat takut jika Chanyeol pergi meninggalkan dirinya dan lebih memilih Hyungjun. Perasaan familiar muncul. Perasaan ditinggalkan. Rasa sakit yang sama. Rasa sedih yang sama. Rasa takut yang sama.
“Hwaaaaa! Nyeeong!”
Chanyeol dan Yoora terkejut mendengar tangisan keras Baekhyun. Namun, mereka merasakan hal yang berbeda. Tangisan si kecil ini keras, juga sarat akan ketakutan dan kesedihan. Kedua orang dewasa itu tiba-tiba merasa rumit hatinya.
“Kenapa Baekhyun?”
“Aku tidak tahu. Aku akan ke kamar.”
“Noona pamit saja, ya. Kasihan suami Noona.”
“Iya, hati-hati.”
Chanyeol tidak menunggu Yoora keluar, ia langsung melesat ke kamar. Baekhyun duduk di kasur, menangis sambil menatap pintu kamar.
“Baekhyun, ssshhh…”
Baekhyun melompat menubruk Chanyeol ketika netranya menangkap kehadiran si jangkung itu. Dekapannya kali ini sangat erat. Sangat-sangat takut ditinggalkan lagi.
“Ssshhh… tidak apa-apa. Aku di sini. Kenapa menangis, hmmm?”
“Hwwaaa! Nyeeong! Hwaaa!”
“Sshhh… iya, tidak apa-apa. Aku di sini. Aku tadi hanya mengantar Hyungjun pulang. Bukannya meninggalkanmu,” bujuk Chanyeol seolah merasakan ketakutan Baekhyun.
“Hikss... Nyeeeong~”
“Tidak apa-apa. Aku di sini. Aku di sini, sayang…”
Chanyeol mendekap Baekhyun erat. Jujur, jantungnya berdenyut menyakitkan sejak mendengar tangisan penuh ratapan dari si kecil. Kilasan kejadian tadi pagi muncul di benaknya, membuat dirinya menyesal setengah mati. Ia ikut merasakan kesedihan Baekhyun. Dalam hati ia menyalahkan dirinya sendiri, yang lagi-lagi menyakiti si kecil. Kalau Sehun tahu, dijamin, ia akan kehilangan Baekhyun selamanya karena Sehun akan merebut Baekhyunnya.
“Maafkan aku. Aku di sini. Diam, ya, sayang…”
TBC
Yah begini
Segini dulu
Aku sedang sibuk-sibuknya ngejar dosen yang invisible :(
Susah banget dicari.
Skripsi meraung-raung. Emak juga meraung-raung :(
Tapi aku rindu baby baek, jadi aku ngetik ini di sela-sela ngetik skripshit. Wqwq
Btw, jangan nagih next next terus terus kek apaan gitu. Bikin mumet pikiran tau nggak :)
Enjoy
17Berry
😍😍😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyeol's Cutie (ChanBaek)
FanfictionDi akhir bulan Desember, ketika salju pertama muncul, seorang pemuda tinggi berjalan lesu melewati halte bus. "Sebentar lagi," gumamnya. Tubuhnya sangat lelah, belum lagi udara lebih dingin dari hari sebelumnya. Membuatnya ingin segera masuk ke dala...