“Serius! WAAAAAAAAHHHHH!”
“Sial, Jongdae! Telingaku sakit! Memangnya tidak bisa kalau tidak berteriak?”
“Haha! Chanyeol aku terlalu senang. Tumben sekali kau menitipkan hybridmu padaku. Biasanya kau posesif sekali.”
“Aku terpaksa. Mamaku menelepon dan memintaku untuk pulang. Sehun sedang ada ujian hari ini. Tidak ada orang lain selain kau yang bebas.”
“Heh, aku tentu saja juga sibuk. Tapi, karena demi membantu temanku ini, mana bisa aku tetap sibuk.”
“Ya sudah. Cepat kemari. Lima menit.”
“YAH! MEMANGNYA CUKUP-”
“Daripada berteriak, kenapa tidak langsung bersiap-siap kemari saja!”
Chanyeol menutup panggilannya. Ia mengelus rambut coklat Baekhyun. Si kecil kembali tidur setelah menghabiskan dua botol susu. Si kecil yang sudah mulai tumbuh besar ini, tidak lagi cukup jika hanya diberi sebotol susu. Ia akan merengek dan meminta satu tambahan botol susu lagi hingga ia bisa merasa kenyang. Chanyeol sempat terkejut waktu pertama kali Baekhyun meminta susu lagi setelah menghabiskan satu botol. Namun, sekarang ia tak lagi kaget. Meskipun, karenanya, Chanyeol harus rela lebih menghemat uang lagi demi bisa membeli susu Baekhyun yang dua kali lebih banyak dari biasanya. Kadang-kadang Chanyeol akan memberi si kecil sereal atau bubur, tetapi ia lebih suka susu daripada makan.
Dua puluh menit kemudian, suara bel pintu berbunyi. Chanyeol bergerak malas, ia berjalan ke depan dan membukakan pintu. Belum sempat berkata apa-apa, Jongdae sudah menerobos masuk dan berlari ke arah kamar Chanyeol. Ia hampir saja membuat Chanyeol jatuh ke samping karena dorongannya.
“Halo, Baekhyun! Kakakmu yang tampan ini datang!”
“Tutup mulutmu! Dia masih tidur!” Chanyeol datang dari belakang dan menggeplak kepala Jongdae, membuat si empunya kepala meringis kesakitan.
“Kenapa kau harus memukulku, sih?”
“Tentu saja. Mulutmu itu mana bisa diam kalau belum kena pukul. Sini! Mau kupukul bibirmu sekarang?”
“AHhhh! Jahat! Hmmph!”
Plak! Chanyeol akhirnya benar-benar menampar mulut Jongdae.
“Puahh! Sakit!”
“Diam bodoh!”
“Hiks … hiks … HUWAAAA! NYEONNNGGG!”
“Tuh, kan! Dia jadi bangun. Dasar Jongdae bodoh!”
“Nyeoong! Huwaaa!”
“Iya sayang, iya … kemari, aku di sini. Jangan menangis … ” Chanyeol mendekat ke kasur, menggendong si kecil yang wajahnya sudah memerah karena menangis. Baekhyun langsung menubruk Chanyeol dan memeluknya erat. Tampaknya si kecil ini punya firasat yang kuat. Seakan-akan ia tahu bahwa ia akan berpisah dari Chanyeol hari ini, tangisannya semakin kencang dan pelukannya semakin erat. Chanyeol menepuk-nepuk punggung Baekhyun perlahan, mencoba meredakan tangisnya.
“Shhh … kenapa masih menangis, hmmm? Aku kan sudah di sini. Diam, ya … ”
“Nyeeong! Hendonn (gendong)!”
“Ini kan sudah kugendong, mau seperti apa lagi?”
“Hiks! Huwaaa! Nyeong! Peyuuk (peluk)!” Baekhyun menggosokkan kepalanya ke ceruk leher Chanyeol, ingin lebih dekat dan lebih erat lagi dipeluk.
“Ini juga sudah kupeluk sayang … berhenti menangis, ya?”
“Hikss … hikss … ”
Jongdae meringis meminta maaf. Tidak ia sangka kalau Baekhyun jadi menangis keras begini karena tidurnya terganggu.
“Belum ditinggal saja begini, bagaimana nanti kalau ditinggal?” bisik Jongdae kepada Chanyeol.
Chanyeol menghela napas pelan. Ia juga sedikit ragu untuk menitipkan Baekhyun kepada Jongdae. Jangankan Jongdae, Sehun saja yang sudah terbiasa bertemu, kadang kewalahan mengurus Baekhyun karena sebentar-sebentar Baekhyun mencari Chanyeol. Bayi ini, semakin besar semakin lengket saja padanya. Sampai Chanyeol bingung dan harus susah payah membujuknya jika ia harus dititipkan pada Sehun. Kali ini ia terpaksa memanggil Jongdae, dan entah apa yang harus ia lakukan untuk membujuk si kecil agar mau ikut Jongdae. Mereka pernah bertemu beberapa kali, hanya saja tidak terlalu akrab. Xiumin yang menjadi favorit Baekhyun kebetulan sedang pulang ke rumah orang tuanya juga. Jadi, mau tidak mau Jongdae harus berjuang sendiri.
“Nyeongg! Cucu (susu)!”
“Lagi?” tanya Chanyeol, terkesima.
“Cucu (susu)!”
“Oke, oke, akan kubuatkan. Baekhyun ikut kakak Jongdae dulu, oke?”
Baekhyun menatap Chanyeol, matanya ragu sejenak, tapi akhirnya ia mengangguk imut. Chanyeol dan Jongdae akhirnya menghembuskan napas yang ditahan tanpa mereka sadari.
“Kemari! Ikut kakak Jongdae yang tampan.”
Baekhyun meringkuk di gendongan Jongdae, tetapi matanya tidak lepas dari Chanyeol yang sudah keluar kamar.
“Nyeong pegiii (Chanyeol pergi)?” Baekhyun menatap Jongdae sambil memainkan tangan yang penuh ludahnya ke pipi Jongdae. Jongdae menatap Baekhyun pasrah karena kelakuannya.
“Tidak, kok, dia kan sedang membuat susu untukmu.”
“Cucu babiee? (susu baby)” Kali ini jari Baekhyun yang berusaha dimasukkan ke dalam mulut Jongdae. Jongdae menggigit jari telunjuk Baekhyun dengan bibirnya. Si kecil hanya terkikik.
“Iya … susu baby.”
“Dei dei kakal! (Jongdae nakal)”
“Hey! Bagaimana aku bisa nakal, hmm? Dasar bayi usil.”
000
Baekhyun kembali tertidur setelah minum susu dan bermain sebentar dengan duo Chanyeol dan Jongdae. Sudah pukul Sembilan lewat lima menit. Chanyeol harus segera pergi. Mamanya meminta ia pulang untuk sekadar makan siang, setidaknya sedikit mengobati rasa rindu. Sudah setahun ini Chanyeol tidak pulang ke rumah. Tentu saja sebabnya karena kehadiran bayi hyibrid itu. Kakak perempuannya memang tidak mengatakan apa-apa soal Chanyeol yang mengurus bayi hybrid kepada mama mereka. Itu menjadi keputusan dan tanggung jawab Chanyeol sepenuhnya untuk bercerita pada mama Park.
“Ingat, makan siang nanti, beri dia sereal atau bubur. Kalau tidak mau makan, buatkan saja susu dua botol. Jangan kau beri makan macam-macam. Tidak boleh terlalu banyak makan manis. Jangan beri dia yang ada kacang, karena dia alergi kacang. Lalu-”
“Baik, baik! Kau bisa segera pergi. Ini sudah hampir setengah sepuluh. Kau sudah mencatat semuanya di sini, tidak perlu kaubacakan juga,” potong Jongdae. Pasalnya ia diberi lembaran kertas sepanjang hampir dua meter. Isinya adalah apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Jongdae saja pusing melihatnya, apalagi kalau Chanyeol berniat mendiktenya satu-satu.
“Kalau dia menangis, kau bisa mengajaknya keluar untuk berbelanja.”
“Oke, oke, baik. Aku paham. Sana, sana, pergi!” Jongdae mendorong tubuh bongsor Chanyeol keluar kamar. Chanyeol masih enggan pergi, kepalanya menoleh melihat Baekhyun yang tidur sambil mengerutkan kening.
Benar saja, ketika si kecil akhirnya bangun, ia berteriak mencari Chanyeol. Jongdae harus bersusah payah membujuknya hingga ia mau diam. Akhirnya duo bayi dan orang dewasa itu meninggalkan apartemen, menaiki taksi dan pergi ke supermarket. Si kecil ini akhirnya bisa diam setelah diiming-imingi es krim dan makanan. Jongdae bahkan harus repot-repot mengecek catatan yang diberikan Chanyeol kepadanya sampai matanya hampir juling, dan akhirnya ia bisa bernapas lega karena Chanyeol tidak menjadikan es krim sebagai makanan yang dilarang.
“Eklim! Dei Dei eklim! (es krim! Jongdae, es krim)” Baekhyun berteriak. Bibirnya mengerucut. Karena, sejak mereka sampai di supermarket, Jongdae sibuk berkeliling di rak makanan sambil sibuk memilih bumbu-bumbu. Pikirnya, sore ini ia akan membuat hot pot. Mudah dibuat dan cepat matang. Makanya, kali ini ia sibuk memilih bumbu hot pot sekaligus isiannya.
“Sabar, baby, sabar. Kakak sedang berjuang untuk hidup ini, kalau tidak makan kita bisa mati, oke?”
“Hwaaaa! Eklim! Dei Dei kakal! (es krim! Jongdae nakal!)”
“Ssshhh … Oke, oke … Ayo, kita beli es krim dulu.”
Baekhyun yang duduk di keranjang belanja bergerak heboh karena senang, bahkan membuat keranjang menjadi tidak stabil. Jongdae harus memegang erat-erat agar kerangjang tidak berguling. Ia sempat heran, hybrid mungil itu ternyata memiliki kekuatan yang super besar dan tidak ada habisnya. Dalam hati Jongdae merasa simpati pada Chanyeol yang harus mengerahkan tenaga dan materi besar untuk mengurus bocah kecil di depannya ini.
“Baby, pilih yang mana? Tidak, tidak boleh rasa kacang.” Jongdae menggeleng ketika melihat si kecil menunjuk jarinya ke es krim bertabur kacang.
“Tobey Dei Dei, tobeyyy! (stroberi Jongdae, stroberi)”
“Oh, oke.”
Jongdae mengambil satu es krim stoberi dan memberikannya kepada Baekhyun. Baekhyun memegangnya di tangan kiri, lalu jari telunjuk tangan kanannya menunjuk es krim lagi.
“Dei Dei eklim. (Jongdae, es krim)”
“Tapi, kau kan sudah memegangnya.”
“Dei Dei eklim! Hiks … ”
“Aih, baiklah. Kau ini licik sekali, sih.” Jongdae pasrah saja saat akhirnya Baekhyun menunjuk es krim yang sama empat kali. Setelah mendapat lima es krim, Baekhyun merasa puas. Suasana hatinya sangat baik, sehingga ia mengoceh tidak jelas. Diam-diam, pikiran liciknya juga memiliki satu kesimpulan, bahwa menangis dapat menyelesaikan masalah dengan cepat. Hah, Baekhyun merasa hari sangat indah hari ini, meskipun ia sedikit merindukan Chanyeol.
Mereka berdua akhirnya membayar belanjaan. Di tengah jalan, Jongdae sudah tidak tahan lagi. Ia berbelok ke toilet. Jujur saja, sejak tadi ia sudah menahan hasrat kencingnya, dan saat ini bisa bocor kapan saja. Toilet laki-laki berbeda dengan perempuan, di mana tidak ada bilik tertutup di dalamnya. Hanya ada urinor* yang dipasang berjejer. Sehingga, setiap orang yang kencing bersebelahan, kadang-kadang bisa melirik barang pribadi satu sama lain.
Ps: Tempat kencing cowo, apa, sih, namanya? Beneran urinor? Kalau salah tolong dikoreksi, ya … aku nggak tau soalnya, hehe …
Baekhyun yang diturunkan dari gendongan. Jongdae meletakkan belanjaan di penitipan barang di depan kamar mandi sebelumnya.
“Tunggu sebentar, kakak mau pipis dulu.”
Baekhyun tadinya berdiri tenang di samping Jongdae. Namun, itu hanya untuk beberapa detik. Anak kecil tidak akan begitu patuh untuk menunggu, jadi tanpa rasa bersalah, Baekhyun berlari keluar. Jongdae agak panik, tetapi ia masih belum selesai kencing.
Baekhyun berlari keluar dan menabrak gerombolan wanita muda. Ada tiga orang tepatnya.
“Ya ampun, anak siapa ini? Lucu sekali.” Gadis berkuncir kuda yang terlihat paling ramah, menyapa duluan.
“Waaah!” Kali ini si rambut pendek berteriak gemas.
“Adik kecil, di mana mamamu?”
Lalu yang rambutnya digerai ikut berbicara.
Baekhyun sedikit takut, pengalamannya dengan wanita memang buruk. Hanya saja, saat ini, gerombolan wanita muda ini tidak mendekat dan menyentuhnya. Mereka bertanya padanya dengan suara yang pelan. Berbeda dengan ingatan masa lalunya. Sehingga, si kecil kali ini tidak terlalu khawatir.
“Mama?” Baekhyun menelengkan kepalanya ke samping, ini bukan pertama kalinya ia mendengar kata ‘mama’. Saat menonton tv, ia sering melihat anak kecil memanggil seorang wanita dengan sebutan ‘mama’. Namun, Chanyeol dan Sehun tidak pernah mengatakan apapun soal ‘mama’, jadi, Baekhyun tidak terlalu mengerti.
“Oh, lucunya. Kau sudah pandai berbicara ternyata. Siapa namamu?”
“Bebii.”
“Oh, namamu Bebi? Hihi, lucu sekali. Mama Bebi ke mana?”
“Mama mana?” Baekhyun bertanya dengan bingung.
“Atau papamu? Di mana papamu?”
“Papapa?”
“Apa kau ke sini tidak bersama papa dan mamamu?”
“Papamama?”
“Hei, kurasa dia tidak mengerti.”
“Oh, tunggu sebentar. Nah, ini lihat. Yang perempuan ini dipanggil mama, dia yang melahirkan kita. Yang laki-laki dipanggil papa. Kita semua punya papa dan mama yang menjaga kita.” Gadis dengan rambut digerai menunjukkan ponselnya. Ada gambar tiga orang di sana. Ayah, ibu, dan seorang anak yang digendong mereka berdua. Terlihat sangat harmonis.
Baekhyun samar-samar mengerti apa yang dimaksud gadis itu. Tiba-tiba ia mulai merasa hatinya sedih. Benar, selama ini ia tidak tahu di mana papa dan mamanya. Baekhyun tidak memiliki ingatan apapun tentang papa dan mama. Yang ia ingat, orang yang pertama kali ia lihat adalah Chanyeol dan Sehun. Namun, mereka tidak menyebut diri mereka sebagai papa dan mama. Ia jadi merasa iri pada seorang anak di gambar itu.
“Kakal! (nakal)” Baekhyun menunjuk anak di gambar. Matanya mulai berkaca-kaca. Wajahnya memerah dan hidungnya kembang kempis. Tidak diragukan lagi, ia akan mulai menangis.
“HWAAAAA!”
“Baekhyun, kau di sini ternyata. Syukurlah. Kenapa kau menangis, hmmm?” Jongdae terlihat panik, ia langsung menggendong Baekhyun. Sebelum pergi, ia sempat menyapa tiga perempuan tadi, lalu menjauh.
“Dei Dei, mama! HWAAA!”
“Hmm? Mama?”
“PAPA! HWAAA! MANA PAPA MAMA! HWAAAAAA!” Tangisan Baekhyun semakin keras. Jongdae semakin panik. Ia buru-buru mengambil belanjaan dan keluar dari supermarket. Untung saja hanya sebentar, mereka berhasil mendapat taksi. Jongdae berusaha menenangkan tangisan Baekhyun. Membujuknya dengan makanan dan es krim, tetapi semuanya tak mempan. Si kecil terus menangis sambil menanyakan di mana papa dan mamanya.
Mereka sampai di apartemen dalam waktu lima belas menit. Jongdae sedikit berlari dan menaiki lift dengan tidak sabar. Chanyeol sudah berada di apartemen dan terkejut mendengar tangisan Baekhyun.
“Jongdae, ada apa?”
“Aku juga tidak tahu.”
“Nyeonggg! HWAAA! NYEEONG! PAPA MAMA!”
Chanyeol mengambil alih gendongan, ia langsung memeluk hybridnya dengan erat. Rasa khawatir meremas hatinya.
“Kenapa sayang, hmm? Baekhyun kenapa?”
“Hiks, papa mama mana? Hiks, nyeong … Bebi papa mama, hiks … ”
Chanyeol samar-samar menangkap maksud si kecil. Ia tertegun sejenak, lalu menatap Jongdae penuh selidik.
“Begini, bung. Aku tidak tahu apa-apa.” Jongdae kemudian menjelaskan kejadian di mall tadi.
Saat mengerti situasinya, hati Chanyeol terasa dicubit. Rasa bersalah mulai menumpuk di hatinya. Memang, sejak ia menemukan Baekhyun, ia bahkan tidak punya inisiatif untuk mencari pemilik asli maupun orang tuanya. Pikirnya waktu itu, hybrid sekarat itu telah dibuang. Jadi, ia tak akan sudi dan repot-repot mencari mereka yang telah membuang si kecil. Namun, tanpa ia sadari, si kecil ternyata juga merindukan orang tuanya.
“Hiks … nyeong … Huhuhuhu.” Baekhyun menguburkan wajahnya di pundak Chanyeol.
“Baekhyun mau ketemu papa sama mama?” tanya Chanyeol pelan.
Ajaib, Baekhyun berhenti menangis dan mengangkat kepalanya. Wajahnya yang memerah dan dipenuhi air mata membuat jantung Chanyeol berdetak menyakitkan.
“Papa mama bebi?”
“Iya, Baekhyun mau ketemu papa dan mama?”
“Papa mama!” Baekhyun bersorak di tengah tangisnya.
“Baiklah! Ayo, ketemu papa dan mama. Kita bersiap-siap, oke?”
“Akeee! (okee)”
“Jongdae, terimakasih banyak untuk hari ini. Kau pulang dan beristirahat. Aku akan membayarmu setelah ini.”
“Eh, tapi, kau benar-benar mencari orang tuanya?”
“Hmm … pulanglah.” Chanyeol tak menjawab dengan benar, dan Jongdae tidak terlalu ingin ikut campur. Jadi, ia berpamitan pada Baekhyun meski diabaikan, lalu keluar dan pulang. Hari ini cukup melelahkan baginya.
“Baiklah, aku pergi dulu. Baby Baek, kakak pergi, yah! Bye bye!”
“Nyeong! Papa mama!” Tangis Baekhyun telah berhenti total saat ini. Matanya berbinar-binar, dan ia sangat bersemangat. Tidak henti mengoceh dan menyebut papa mama.
“Yap! Kita ketemu papa mama.” Chanyeol tersenyum lembut, menatap si kecil yang terlihat sangat bahagia. Tiba-tiba, ia juga jadi merasa bersemangat.
TBC
Drama di luar:
Jongdae yang sudah sampai di apartemennya: AH! HOTPOT! Hotpotnya di rumah Chanyeol. Waaah! Aku bakal mati kelaparan. Xiumin sayang, suamimu akan mati kelaparan …
Xiumin di rumah orang tuanya: hatchii …
ENJOY GAYSSSS
17Berry
😍😍😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyeol's Cutie (ChanBaek)
FanfictionDi akhir bulan Desember, ketika salju pertama muncul, seorang pemuda tinggi berjalan lesu melewati halte bus. "Sebentar lagi," gumamnya. Tubuhnya sangat lelah, belum lagi udara lebih dingin dari hari sebelumnya. Membuatnya ingin segera masuk ke dala...