Hari berganti demi hari. Keadan semakin hancur. Segalanya akan menyakitkan. Rasanya Seokjin benar-benar ingin berhenti. Namun sialnya, perkataan Ibunya untuk tetap mencintai diri sendiri selalu tergiang disaat ia benar-benar terpuruk.
Setelah insiden beberapa waktu lalu ---Seokjin yang melukai Jungkook--- hidupnya semakin menyedihkan. Setiap kali Seokjin bertemu atu bersitatap dengan Jungkook, maka akan berakhir dengan Jungkook yang terluka.
Entah berapa banyak luka fisik yang ia torehkan ditubuh Jungkook. Ia merasa buruk, Ibu dan Ayah jadi semakin membencinya.
Seokjin selalu didera gelisah sepanjang hari serta ketakutan yang luar biasa saat bertatap dengan keluarganya.
Kini Seokjin dengan duduk sendiri didalam kelas. Menatap meja belajarnya dengan tatapan kosong.
"Aish, melamun lagi? Me gapa tidak ikut kekantin saja Seokjin?" Namjoon menepuk bahu Seokjin agar tersadar.
Seokjin menunduk jika sudah kepergok begini. Sejujurnya ia masih tidak nyaman untuk bercerita kepada ketiga sahabatnya. Sebab, bukankah tidak ada pertemanan yang tulus dan setia?
"Ceritalah, Seokjin! Tidak semua harus disimpan." Timpal Hoseok.
"Termasuk soal perceraian orang tuaku?"
Yoongi berdecih. "Masih masalah itu?"
Hoseok menyikut lengan Yoongi, si asal bicara. Ia memandang tak enak kearah Seokjin. Ia takut temannya tersinggung sebab Seokjin sangat sensitif akhir-akhir ini.
Tatapan mata Seokjin berubah dingin. "Masalah itu tak akan berakhir sampai mereka benar-benar berpisah. Aku tak tahu harus bagaimana lagi?"
"Pada akhirnya kau harus merelakan, Seokjin." Ujar Namjoon.
"Bukan itu. Aku seperti ini karena takut. Ibu hanya akan membawa Jungkook."
Ketiga sahabatnya tak tahu harus berkata apalagi. Jika ujung-ujungnya masalah Seokjin dengan sang ayah mereka bertiga angkat tangan.
Namjoon, Yoongi dan Hoseok terlalu mengerti tabiat ayah Seokjin. Terbukti dengan luka lebam dan memar yang Seokjin tampilkan satiap harinya.
"Bukankah Jungkook sangat menyayagi dirimu? Bagaimana dengan dia?" Tanya Yoongi setelah terdiam.
"Dia mau-mau saja untuk bertukar posisi. Tapi ibuku..." Hoseok mengusap bahu sahabatnya.
Seokjin kembali terisak. Ia sangat kacau. Tubuhnya semakin kurus serta pucat pasi diwajahnya. Jika sudah begini, tubuhnya pasti menggigil. Ketakutan dan gelisah.
Ketiga temannya mengernyit sekaligus panik. "Surat cerainya akan keluar dua hari lagi." Ucap Seokjin gemetar.
____
Sudah terhitung, ini kelima kalinya Jungkook tak hadir disekolah dalam dua minggu belakangan.
Jimin mendengus kasar. Alasannya pasti Jungkook jatuh sakit.
Jika tak ada Jungkook, Jimin kesulitan untuk mengerjakan tugas sekolah. Sedangkan temannya yang satu lagi idiot, tak pernah berguna dalam hal begini.
"Taehyung, bagaimana kalau kita menjenguk Jungkook?"
Taehyung berdecih menatap kesal Jimin. "Kau tahu 'kan bagaimana Kakaknya?"
"Oh. Si munafik itu? Tapi aku merindukan Jungkook."
"Tidak usah berlebihan, Park Jimin. Lagi pula, Kim Jungkook akan hadir besok dengan plester luka dikening. Tak perlu terlalu risau." Ucap Taehyung.
"Kau benar.... emm.. bagaimana jika menjegat Seokjin diujung jalan arah rumahnya? Tempat itu biasa sepi. Aku tak tahan untuk membalas derita Jungkook." Ajak Jimin dengan menggebu.
Tanpa berpikir panjang. Taehyung mengangguk semangat. "Aku setuju. Siang ini'kan?"
____
Siang ini Seokjin berjalan tergesa-gesa untuk pulang kerumahnya.
Saat ia membenah tasnya saat pulang sekolah, Jungkook mengirimkannya pesan. Jungkook bilang; Ibu dan Ayahnya kembali bertengkar karena Jungkook meminta untuk bertukar dengan Seokjin.
Maka, selepas ia selesai. Secepat mungkin Seokjin berjalan agar dapat menghentikan pertengkaran orang tuanya.
Sejak kapan ia peduli? Seokjin tak pernah peduli. Untuk beberapa hari kedepan Seokjin harus berpura-pura baik agar Ibu mau membawa dirinya.
Seokjin yang semula berjalan cepat kini berganti dengan berlari. Ia mengusap air matanya yang menetes akibat kekhawatiran atas nasibnya kedepan.
Langkahnya terhenti. Rencana Jimin dan Taehyung benar-benar direalisasikan. "Hai, kakaknya Jungkook!" Sapa Jimin sambil menekan pergelangan tangan Seokjin.
"Lepas! Aku tidak pernah mengizikanmu menyentuhku." Ucap Seokjin dingin.
"Wow, menakutkan sekali! Jimin-ah, bagaimana jika dia yang kita buat ketakutan?" Taehyung menyeringai menatap sinis Seokjin.
Jimin mengangguk semangat. Ditekannya lebih kuat pergelangan tangan Seokjin hingga meringis kesakitan.
Sedangkan Taehyung, ia menahan sebelah tangan Seokjin sembari menarik rambutnya.
Mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Melihat Seokjin kesakitan membuat hati mereka kesenangan.
Jujur saja Seokjin sangat takut saat ini. Ia tak suka disudutkan, dibiarkan sendiri sambil ditertawakan.
"Mana Seokjin yang keras? Apa kau hanya berani melukai adikmu? Dasar pengecut!" Satu pukulan dari Taehyung mengenai perut Seokjin.
"Bodohnya Jungkook tak dapat melawan anak selemah ini." Lalu Jimin melayangkan pukulan keras dibagian dada.
"Menyedihkan sekali hidupmu, Kim Seokjin! Bahkan kau harus berjalan kaki untuk pulang sekolah karena tak diberi uang saku."
"Ini Adil, Jimin. Orang jahat memang pantas mendapatkan ini."
Taehyung kembali menyeringai, dilepaskan pegangannya pada Seokjin lalu memukulinya dengan membabi buta.
Seokjin tersungkur ketanah. Setelah itu, Jimin datang menghampiri lalu menendang perutnya berkali-kali.
"Benar-benar tidak dapat membalas kakak kelas yang disegani?" Ucap Jimin sambil memijak dada Seokjin.
Ia terbatuk-batuk. Rasanya sangat sesak. Belum lagi cairan amis dari bibirnya yang koyak.
Air matanya mengalir perlahan. Seokjin tak dapat menahan rasa takut dan sakitnya."Astaga! Kau menangis? Hentikan Jimin! Itu sakit sekali." Jimin tertawa deras begitupun Taehyung.
"Baiklah. Sudah cukup. Aku puas sekali."
Taehyung mengangguk senang. Ia meludahi wajah Seokjin kemudian melenggang pergi bersama Jimin.
"Brengsek! Anak-anak pengecut!" Seokjin berteriak lalu terisak deras. Tak ada seorangpun yang mendengarkan.
Dengan usaha yang keras. Seokjin berusaha berdiri dan berjalan terseok. Persetan dengan orang tuanya yang bertengkar.
Hati Seokjin semakin sakit hari demi hari. Semuanya semakin buruk.
Untuk hari ini Seokjin mengalah. Bersiaplah Jimin dan Taehyung!
Bodohnya kalian memukul seorang pendendam!
____TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Liebe Mich | ᴋsᴊ | ✔
Fanfiction(Germany). Cintai aku. [Completed] Masing-masing dari mereka bersimpuh, mendongakkan kepala menatap lukisan awan di angkasa, kemudian bertanya-tanya kepada sang pencipta bentala, predestinasi apa yang sedang mereka genggam? ©ieuaraz, 2019