Atmosfer pada rumah penuh ruah kala ini teramat mencekam. Jungkook tengah kepayahan menatap dunia, tapi, telinganya mendengar baik pekikan ibu yang mengoncang tubuhnya. Usai tiga menit bertarung pada nyeri tubuh, luka fisik dan mental bersamaan dengan ia yang tergeletak menyedihkan di atas lantai marmer-Jungkook patut kagum pada dirinya yang berhasil bertahan pada kesadaran-barulah ibu datang dengan grasah-grusuh menghampiri Jungkook yang sekarat.
Air mata ibu, kesalahan dirinya, kesedihan orang lain yang ia perbuat, bersatu padu melengkapi kesakitannya kala ini. Jungkook berharap ketika masih diberi kesempatan bernafas lagi semua harus baik-baik saja. Hatinya teriris amat pedih melihat raut kalut ibu seraya menangis keras. Jungkook ingin bersuara seraya mengatakan ia baik-baik saja namun apalah daya dirinya yang dikuasai oleh ruam kepedihan, hingga, hanya dapat mengunci kata dengan amat tertahan.
Sekon setelahnya telinganya berdenging begitu kuat, perih pada lukanya menjalar ke seluruh tubuh, saat ini Jungkook meraih keras tenaganya untuk membantu dirinya yang tengah terbatuk keras. Ibu segera meraih ponsel untuk menghubungi pihak medis.
Jungkook menggapai jemari ibu, menggenggam dengan terlampau erat sembari melemparkan netra-secara tersirat Jungkook menatap memohon. Ibu lantas memeluk tubuh putranya yang terasa panas. Ibu menyibak poni lembut Jungkook yang dilapisi darah. Ibu terisak-isak mengelap cairan pekat itu lalu tak henti mengecup kening Jungkook. Ia bergumam berkali-kali agar Jungkook mau bertahan, Agar Jungkook berjanji untuk tidak meninggalkannya.
Hyejin tak pernah merasakan peristiwa seburuk ini, melebihi masalah terumit apapun didalam hidupnya. Ia tak pernah mengira Jungkook-nya akan terluka separah ini. Ia percaya anaknya sangat kuat, namun tetap saja ia tak tahan melihatnya.
Kian lama, tenaga Jungkook sepenuhnya habis bersamaan kesadarannya yang hilang. Ibu panik bukan main, kala itu juga ambulance baru datang setelah sekian lama menunggu ditemani air mata.
Ibu terduduk lemas menyaksikan tim medis membopong tubuh lunglai Jungkook. Setelahnya ia bangkit, mengikuti kemanapun langkah Jungkook yang akan ditangani. Sampai ia harus berhenti di depan ruangan rumah sakit. Hyejin harus menunggu diluar sementara dokter yang mengobati Jungkook, menyisakan Hyejin yang terisak hebat sambil terduduk lemas di atas kursi. Tangan lentiknya mengusak kasar dari wajah sampai rambut.
Hyejin tersedu-sedu, memikirkan keadaan Jungkook. Anaknya sangat jarang sakit. Sejak lama Hyejin merasakan peraan sesak, entah itu karena naluri keadaan buruk Seokjin atau Jungkook. Perasaannya terjawab, Hyejin pikir perasaan gundahnya selama ini tentang Jungkook yang kesakitan.
________________
Seokjin menatap lantai rumah sakit dengan serius. Ada refleksi dirinya disana. Raut wajahnya terlihat sedikit mengkhawatirkan kendati seorang dokter mengatakan dirinya sudah pulih.
Terduduk di salah satu kursi sembari menunggu ayah yang mengurus administrasi beberapa jarak disebelah tubuhnya. Seokjin mencoba tenang dan berubah menghilangkan pikiran-pikiran bodohnya mulai saat ini. Ia juga akan selalu rela untuk semua kesakitan yang telah ia dapati atau akan ia hadapi.
Seokjin tidak terlalu gelisah lagi. Ada ayahnya disini sekarang. Ayah sudah ada dihati Seokjin. Ia ingat betul, masih tergiang jelas suara berat ayah yang mengatakan bahwa ia menyayangi anaknya, ia menyayangi Seokjin kembali.
Seokjin sangat senang. Perlahan, mungkin, ia akan bangkit lagi. Mencoba dan mengusahakan diri untuk bahagia. Walau tanpa keluarganya yang dulu. Setidaknya ayah telah kembali, itu lebih baik.
Seokjin mengedarkan netra, menatap sekelilingnya yang ramai. Ayah belum selesai juga sedangkan ia mulai merasa bosan.
Seketika Seokjin terbelalak, matanya menangkap presensi ibu yang ia rindukan sedang termenung di depan ruang rawat. Meraih pada atensi yang ia dapat, Seokjin melangkah tergesa mendekati ibu. Senyumnya mengembang walau ada rasa marah dalam hatinya. Ia marah sebab ibu merusak hubungannya dengan sahabatnya, namun ia teramat senang dapat melihat wajah ibu kembali hingga melupakan kekesalannya.
Seokjin berharap nanti ibu akan memeluknya erat, mencium wajahnya seperti dulu, dan ayah memberikan izin untuk bersama ibu beberapa waktu. Maka Seokjin kian mempercepat langkahnya untuk menghampiri ibu yang terduduk lesu jauh dari tempatnya tadi.
"Ibu!" Terlampau semangat, Seokjin berbinar kala tungkainya telah berada didekat ibu. Ia semakin mendekat untuk mendekap ibu namun tak seperti yang ia harapkan.
Ibu menggeser tubuhnya menjauh, menggeleng seraya menunduk, bahkan menangis tertahan membiarkan Seokjin yang berubah sedih. Tak menyerah Seokjin mendudukan tubuhnya di sebelah ibu, berhasil mendekap erat tubuh ibu dan berhasil pula ibu melepas kasar pelukan itu.
"Ibu.." Seokjin melirih, tak menyangka akan apa yang ibu lakukan. Mengusap wajah yang baru saja basah. Seokjin tersenyum untuk sekedar bertanya, "siapa yang sakit, bu?"
"Jungkook." Tidak ada kesan lembut dari apa yang ibu lontarkan. Hanya menjawab ketus lalu mengalihkan pandangan dari Seokjin.
"Ada apa dengannya?"
"Dia sakit, terjatuh dari tangga lalu mengalami pendarahan. Dan anakku belum juga sadar hingga saat ini. Puas? Menjauhlah Seokjin, kau hanya akan menambah sakitnya nanti."
Seokjin menangis, jujur saja hatinya sangat sakit mendengar kalimat terakhir dari ibu. Segitu buruknyakah Seokjin dimata orang-orang. Seokjin juga ingin di khawatirkan ibu. Ia juga sakit, baru pulih beberapa jam yang lalu. Bolehkah ia iri hati untuk sesaat saja, Seokjin juga ingin melihat wajah kusut ibu yang menangisi dirinya yang sekarat.
"Apa aku boleh melihatnya?" Walau sakit hati Seokjin tetap berusaha berbicara kendati suaranya bergetar dan parau.
Ibu menatap berang, sangat beda dari beberapa waktu yang lalu-saat masih bersama Seokjin. Kini tak ada lagi kesan anggun yang Seokjin lihat. "Sudah kukatakan, bukan? Kau hanya akan menambah sakitnya. Pergi dari sini.."
Ibu terisak-isak selepas mengatakannya. Menangkup wajah yang sangat kusut. Lalu paman Kim tiba-tiba hadir dengan raut bingung seraya mengusap bahu ibu yang bergetar. Sedangkan Seokjin menatap lirih, seharusnya ibu bersama ayah.
Dadanya sangat sakit, air matanya mengucur deras tanpa siapapun yang peduli terhadap kesedihannya. Paman Kim hanya menatap sekilas, tampak getir saat menatap Seokjin.
"Sekali saja sebelum a-aku pergi, aku ingin memeluk, bu. Aku merindukanmu dan.. Jungkook." Ia mendekat sebelum ibu mengangguk. Lantas ibu semakin marah hingga tubuh lemah Seokjin terdorong keras oleh tangannya lalu tersungkur di lantai.
"Hyejin!" Sang empu nama spontan menatap mantan suaminya yang murka. Usai berkeliling mencari Seokjin seantero rumah sakit, pada akhirnya ia menemukan sang anak. Mendekat dengan rahang keras untuk membantu Seokjin berdiri. "Dasar wanitan murahan, kau menyakiti anakmu sendiri."
Tak lupa pula ia menatap suami mantan istrinya yang terdiam kaku, tak dapat berbuat apa-apa pada dunia kelam Hyejin. Ayah menggenggam Seokjin dibelakang tubuhnya, Hyunsuk menatap benci sepasang sejoli yang terdiam bodoh didepannya. Ia akan berusaha untuk tidak menambah kesedihan Seokjin lalu orang-orang didepannya dengan senang hati merusak itu.
"Ayo kita pulang!" Ajak Hyunsuk tapi Seokjin meronta minta dilepas. Ingin bersama ibu katanya. Berulang kali Seokjin berteriak memanggil ibu untuk membantu ayah melepaskan tarikannya. Hyunsuk mengeraskan tubuhnya untuk menarik Seokjin.
Tak pernah salah, Hyunsuk telah menebak ini sejak lama. Oleh karena itu ia melarang Seokjin bertemu dengan ibunya.
___________
Usai menjelajahi mimpinya dengan waktu yang sangat lama. Akhirnya Jungkook membuka mata menatap lirih pada presensi ibu yang sangat kacau. Dirinya merasa sangat lemah, terlampau pusing, tapi Jungkook dapat tersenyum tipis melihat ibu yang menangis bahagia.
Matanya berkabut, juga bibir Jungkook tertekuk menatap Ibu yang tersenyum. Perasaannya tak enak, tubuhnya sakit sekali. Melirih lewat tatapan menunggu tubuhnya berhasil memberi tenaga untuk berbicara.
"Ada apa sayang?" Ibu berujar lembut sembari mengelus kasih surai legam Jungkook. Ia ikut tak tenang melihat Jungkook yang gelisah.
Menatap Ibu dengan air mata, "Aku merindukan Seokjin hyung, merindukan ayah. Ibu, bawa aku kesana---aku ingin tinggal disana saja."
Ibu terdiam, tak kuasa ingin menjawab apa. Kendati hatinya berapi, Hyejin tersenyum sembari melanjutkan elusa lembut di kepala Jungkook. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Liebe Mich | ᴋsᴊ | ✔
Fanfiction(Germany). Cintai aku. [Completed] Masing-masing dari mereka bersimpuh, mendongakkan kepala menatap lukisan awan di angkasa, kemudian bertanya-tanya kepada sang pencipta bentala, predestinasi apa yang sedang mereka genggam? ©ieuaraz, 2019