Pemandangan pertama saat membuka pintu rumah adalah Ayah yang merebahkan diri di sofa ruang tengah sembari mengernyit dan memejamkan mata, barang yang lagi-lagi pecah dan suara Ibu yang terisak.
Semakin Seokjin kedalam, semakin banyak lagi kehancuran yang ia lihat.
Tak ada yang menyadari kepulangan Seokjin. Tak apa, Seokjin bersyukur sebab tak ada yang melihat luka-luka diwajah dan tubuhnya.
"Mengapa kau ada dikamarku?" Tanya Seokjin ketika baru saja masuk kekamar.
"A-aku menunggumu, hyung." Jawab Jungkook.
Seokjin terkekeh pelan. "Jawaban asing. Mengapa bukan karena takut?"
"Kenapa?" Jungkook menatap kecewa Seokjin.
Seokjin tersadar bahwa ia baru saja meninggikan suaranya kepada sang adik. "Ah, tidak. Lain kali jangan masuk kekamarku tanpa izin. Apalagi menyentuh barang-barangku."
Seokjin khawatir jika Jungkook tahu rahasia yang ia tutup selama satu tahun belakangan. Hanya kamarnyalah satu-satunya tempat yang membuat Seokjin leluasa mencurahkan isi hatinya.
"Hyung, kau baik-baik saja? Ada apa dengan wajahmu?" Tanya Jungkook yang tangannya hampir saja menyentuh lebam diwajah Seokjin jika saja tak ditepis cepat oleh kakaknya.
"Jangan menyentuhku! Kau akan terluka nanti."
Seokjin mendudukkan dirinya dikasur, membuka kemeja sekolahnya dan membuka sepatu. Ia tak menghiraukan Jungkook dan sibuk dengan membersihkan dirinya.
"Tunggu apa? Keluarlah! Aku tak mau Ayah memukulku tubuhku setelah luka ini." Ucap Seokjin. Ia menatap wajah Jungkook sejenak dengan tatapan dingin.
"Aku menunggu jawabanmu. Ada apa dengan wajahmu?"
"Aku berkelahi." Jawabnya singkat.
"Dengan siapa?"
"Jimin dan Taehyung. Sudahlah Jungkook. Tolong menyingkirlah dari hadapanku!" Ucap Seokjin dengan nada dingin.
"Ada apa denganmu hyung? Kau sepertinya membenciku? Apa kau lelah denganku dan masalahmu?" Mata Jungkook sudah berkaca-kaca menatap Seokjin yang terdiam.
Ia membeku. Akhir-akhir ini ia kesulitan dalam menahahan emosinya atau bisa disebut sandirwaranya. Seperti kepergok dan tertangkap basah. Untungnya Seokjin masih melihat pintu lemarinya masih terkunci rapat dan kuncinya selalu berada dikantong tas miliknya. "Ah, aku hanya lelah karena berkelahi. Seharusnya aku yang bertanya. Kau meragukanku, Jungkook?"
Jungkook menggeleng dan mengelap air matanya cepat. Ia khawatir jika Seokjin muak tentang Jungkook yang berada dalam masalahnya. Jungkook selalu sadar bahwa kakaknya memang selalu tersakiti karenanya.
Namun, Jungkook takut jika Seokjin membenci dirinya. Apalagi berpisah dan meninggalkannya.
"Maafkan aku ya?" Seokjin meminta maaf kemudian menghampiri adiknya dan memeluk tubuh sang adik.
Beginilah caraku membencimu Jungkook. Sebentar lagi! Setelah kau benar-benar merelakan segalanya untukku.
____
Seokjin meringis, merasakan perih diperut akibat rasa lapar. Dari pagi hingga malam, tak ada sedikitpun makanan yang masuk.
Biasanya Ibu akan datang kekamar memberi satu mangkuk makanan dan susu hangat. Namun, hari ini tidak. Bahkan Jungkook juga tidak menanyakan kepadanya apakah ia sudah makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Liebe Mich | ᴋsᴊ | ✔
Fanfiction(Germany). Cintai aku. [Completed] Masing-masing dari mereka bersimpuh, mendongakkan kepala menatap lukisan awan di angkasa, kemudian bertanya-tanya kepada sang pencipta bentala, predestinasi apa yang sedang mereka genggam? ©ieuaraz, 2019