[05] I miss that

3.2K 357 10
                                    

Jika tahu akan begini, seharusnya Seokjin akan seperti ini saja setiap hari; tergeletak dirumah sakit atau sakit setiap waktu agar kedua orang tuanya dapat meluangkan waktu untuk dirinya.

Rasa-rasanya Seokjin ingin sekali menangis, menangis bahagia ditempat ia berdiri saat ini sebab kedatangan Hyunsuk dirumah sakit untuk menjemputnya pulang dan memulai hidup seperti yang ia harapkan.

Siang ini ia dan keluarganya tengah berkumpul dalam satu mobil, sesuatu yang sangat dirindukan oleh Seokjin. Memang sakit, tapi Seokjin bahagia. Disini ada Ibu, Ayah dan Jungkook. Tidak ada angkara dan aktivitas perbandingan dari kualitas diri. Jadi, sepanjang perjalanan Seokjin tak henti-hentinya tersenyum dalam pelukan hangat sang ibu.

Walaupun Ibunya tidak duduk disamping Ayah yang memegang kemudi. Seokjin sudah bersyukur. Setidaknya ia tidak melihat raut bermuram durja ibu dan ayah serta segala perbedebatan mereka yang pelik.

"Hyung, apa kau benar-benar sudah sehat?" Jungkook tak kalah riang. Sedari tadi ia tak sanggup menyembunyikan senyum dan sibuk memperhatikan kesehatan Seokjin.

"Ya. Aku sudah sangat sehat, apalagi Ibu dan Ayah tidak bertengkar." Jawab Seokjin dengan jujur, transparan sesuai dengan isi hati. Tanpa tahu jika Hyejin merasa sakit mendengarnya.

Wajah Hyunsuk berubah menjadi tak enak, begitu juga dengan Hyejin.

"Bahkan dadaku serasa sangat damai jika seperti ini, hyung. Rasanya sudah lama sekali 'kan tidak berkumpul di dalam mobil lagi?" Jungkook berbicara dengan menggebu-gebu. Kentara sama senangnya seperti yang Seokjin rasakan.

"Benar sekali. Aku sangat menanti ini, Jungkook." Seokjin maupun Jungkook, keduanya sama-sama tertawa kecil.

"Ayah, Ibu tetaplah seperti ini. Dan mulailah saling berbicara. Aku dan hyung sangat senang jika keluarga kita kembali sep-"

"Diamlah Jungkook! Seokjin sedang tidak terlalu sehat. Biarkan dia tidur!" Senyum Jungkook berhenti, ia memilih menunduk menahan jantungnya yang kembali berdetak tak beraturan.

"Aku tidak mengantuk Ayah!" Seokjin bersuara dengan sedikit keras.

Hyunsuk menginjak pedal rem mobilnya secara sarkas. Rahangnya bergemelatuk. "Istirahatlah! Kau pulang bukan karena sudah sehat, melainkan biaya rumah sakit yang mahal. Jangan menyusahkan aku lagi, Seokjin!" Bentaknya kemudian kembali melajukan mobil.

Seokjin dan Jungkook terdiam dengan perasaan gugup dan sedih sedang Hyejin memilih menahan angkara yang mendidih di ujung kepala terhadap Hyunsuk.

Bagaimana bisa ia mengatakan itu kepada anaknya?

Hyejin semakin mengeratkan pelukannya kepada Seokjin agar anaknya tak kembali ketakutan seperti saat ia terbangun dari pingsannya kemarin.

____

Sudah berulang kali Seokjin mengusir Jungkook untuk keluar dari kamarnya. Namun, anak itu tetap tak bergeming dan bersikeras untuk terus duduk memeluk lutut disamping Seokjin.

Setelah memapah Seokjin ke dalam kamar, orang tuanya kembali bertengkar karena masalah biaya rumah sakit juga kalimat menyakitkan ayah di dalam mobil tadi. Oleh karena itu, Jungkook mengatakan bahwa dirinya takut untuk beranjak.

Seokjin tak nyaman jika ada Jungkook disaat-saat seperti ini. Ia merasa sakit, bersalah, menyusahkan atau semacamnya. Ia ingin menangis, melampiaskan rasa sesak seorang diri. Jadi, tolong keluarlah Jungkook! Jika sudah begini, Seokjin yang hangat akan menjadi sedikit dingin kendati tetap berusaha menampakkan kesan lembut.

"Aku mohon pergilah! Tubuhku lemas, aku butuh istirahat." Entah sudah berapa kali Seokjin mengatakan itu.

Jungkook tetap menggeleng, "Aku takut, hyung." Lirihnya seperti berbisik.

"Lalu apa hubungannya dengan aku. Kita sama-sama mendengar, bukan?"

Jungkook menatap dalam Seokjin. Mata besar itu seakan memberitahu sang kakak jikalau dirinya hanya butuh Seokjin tatkala hal ini terulang kembali.

Seokjin tak nyaman, jujur saja ia tak suka jikalau Jungkook menganggap dirinya penting. "Dengan adanya kau, aku sedikit lega. Hyung, aku membutuhkanmu." Setelahnya Jungkook memeluk Seokjin.

Seokjin mendengus kesal. Terlalu drama, sayangnya aku tetap membencimu jika ayah dan ibu terus begini.

Iris mata Seokjin semakin sendu, mendengar kata Ayahnya benar-benar melukai relungnya kembali.

Ayahnya bilang, demi Seokjin ia rela meminjam uang kesana-kemari dengan jerih payahnya kemarin. Jadi, untuk melunasi itu. Ayah meminta Ibu yang melakukannya.

Ibu menangis memohon bahwa ia tak punya uang. Ayah tak percaya, baku hantam tak terelakkan setelahnya.

Keadaan rumah menjadi bising nan mencekam. Jungkook menangis, Ibu menjerit dan Ayah berteriak kasar. Lalu, Seokjin harus bagaimana?

Disini Jungkook meminta Seokjin untuk menjadi sandarannya, memeluknya dan mengatakan ini akan baik-baik saja, atau mungkin secara tidak langsung menuntut Seokjin untuk menunjukkan perannya sebagai seorang kakak, secara tidak langsung ia meminta Seokjin untuk kuat pula.

Baiklah, sejujurnya ia bisa saja menerima ini semua. Ingin masa bodoh saja pada kehancuran keluarganya. Namun, rasa rindunya akan rumahnya dulu sangat kental nan mencuat. Bisakah Seokjin berharap itu kembali?

"Jungkook, haruskah kita turun lalu melerai pertengkaran mereka? Takutnya terjadi sesuatu tak terduga kepada Ibu." Tiba-tiba pemikiran nekat Seokjin terlontar.

Jungkook menggeleng kuat. Ia akui kakaknya mulai kehilangan akal. Sudah tahu bagaimana tabiat sang Ayah lalu dengan entengnya Seokjin melontarkan pertanyaan semacam itu.

"Hyung. Seharusnya kau sudah mengerti risikonya akan seperti apa. Tetaplah disini!" Jungkook berusaha untuk mencegah Seokjin yang hendak bangkit.

"Tidak! Ibu pasti kesakitan. Ayah kita sudah kehilangan akal sehat. Bagaimana bisa kau tetap tenang, kita harus—"

"Kau yang sudah kehilangan akal sehat. Ini sudah sering terjadi, jangan lakukan hal baru!" Jungkook menekan kuat pergelangan tangan Seokjin.

Sekarang menjadi sangat aneh; mata Seokjin bergerak gelisah, mengincari setiap sudut ruangan bersama nafasnya yang memburu serta keringat dingin yang mulai bercucuran. Wajah Seokjin memucat. Jungkook kontras menyadari keanehan dari gelagat sang kakak.

Detik berikutnya ia menggeleng kemudian berteriak sembari menarik keras helai rambutnya.

Jungkook panik tentunya. Ada apa dengan kakaknya? "Hyung, jangan seperti ini!" Suaranya bergetar.

"Lihat aku hyung! Berhenti menyakiti dirimu!"

Seokjin tak menggubris, didorongnya tubuh Jungkook sekuat tenaga. Kemudian berjalan menuju laci belajarnya.

Entah mengapa sebuah benda tajam selalu menjadi tujuan Seokjin jika sudah seperti ini. Setelah pisau dapur, sekarang gunting ditangannya, lalu apalagi?

Menggengamnya, berniat menusuk-nusuk perutnya sendiri.

Sebelum itu benar-benar terjadi Jungkook berlari cepat, mengambil alih gunting di dalam genggaman Seokjin.

Terjadilah aksi perebutan, sekuat tenaga Jungkook mencoba menghempas kasar benda tumpul tersebut dan sebaliknya, Seokjin juga tak mau kalah. Memang akhirnya tidak lagi ditangan Seokjin. Melainkan menancap dalam diperut Jungkook. []

Liebe Mich | ᴋsᴊ | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang