[13] Almost death

3.4K 358 58
                                    

Hyunsuk baru bisa bernapas lega setelah seorang dokter meyakinkan dirinya akan keadaan Seokjin yang baik-baik saja, hanya serangan panik dan kelelahan. Hanya, tapi sukses membuat Hyunsuk dirundung nestapa.

Hari ini ia merenungi segala perlakuan buruknya terhadap Seokjin, ia benar-benar teriris kala jarum kecil dan tajam itu menusuk punggung tangan Seokjin yang tak bersalah. Setelah puas merenungi dosa yang amat besar bak segunduk gunung, Hyunsuk memberanikan diri untuk menampakkan presensi pada mata Seokjin yang terlelap damai.

Biarlah dia harus menghutang kesana kemari mencari pinjaman untuk biaya rumah sakit demi perlahan menghapus dosanya pada Seokjin. Hyunsuk tak tahu mengapa batinnya terus tak tenang mendengar bunyi nafas Seokjin yang sangat lemah sampai harus memasang selang pada hidungnya.

Hyunsuk mengambil duduk di sebelah ranjang sang anak, menggenggam jemari dingin Seokjin, mengusap kulit hangat Seokjin; Hyunsuk tak kuasa menahan air mata. Harus bagaimana menghadapi problematik tanpa usai ini?

Selain mengkhawatirkan Seokjin, ia juga menyesali kebodohan dirinya, membenci sisi lemahnya untuk menjaga keluarganya hingga menciptakan dunia yang luluh lantak, hanya bersisakan kenangan dan air mata.

Ia teramat mencintai mantan istrinya, teramat menyayangi Jungkook dan Seokjin. Dan Hyunsuk hanya meninggalkan sisi egois serta gurat kejamnya pada Seokjin yang terluka parah.

Hyunsuk harus cepat mengusap netra serta kulit wajahnya yang basah kala Seokjin membuka mata setelah sekian lama. Mengerjap perlahan, hanya membuka sedikit—hanya menampilkan sedikit celah untuk menatap dunia yang terlampau rumit.

Seokjin menyadari presensi ayah disebelahnya, ia jadi kembali ingat berita buruk hari ini yang tak pernah usai menggoncang batin. Pasti ayah sangat terluka, tentu juga dirinya.

Kendati rasa lelahnya berkumpul di satu waktu yang sama, Seokjin masih tahu diri beban ayah untuk membiayai rumah sakit ini, menjadi tak enak hati. Seokjin menatap wajah ayah yang dihiasi raut yang kentara melukis luka, maka Seokjin berusaha tegak dan melepas selang oksigen yang bertengger indah di hidung mancungnya hingga ayah menahan keras pergelangan tangannya yang akan mencopot infus. 

"Apa yang kau lakukan?"

Seokjin berontak minta dilepas, berusaha keras pada tubuhnya yang tak berdaya untuk melepas, Seokjin tak enak hati saja. "Aku tidak sakit."

Inilah yang Hyungsuk benci dari Seokjin, keras kepala dan selalu memberontak. Hyunsuk memiliki pribadi yang rentan naik darah sedangkan Seokjin sangat bebal untuk mematuhi apa saja demi kebaikannya.

"Tidak usah berlagak kuat, Seokjin. Kau mau memaksakan diri, huh? Kau bisa mati ditengah jalan!" Ayah tetap sarkas kendati hatinya menginginkan yang terbaik.

"Siapa yang peduli aku mati?"

Hyunsuk kontras mengubah air mukanya. Rasa panas telah menjalar sampai ke ubun-ubun. Ia menekan kuat tangan Seokjin hingga anak itu diam seribu bahasa. "Peduli atau tidak, kalaupun kau mati itu juga membutuhkan biaya. Berhenti menyusahkan!"

Sang ayah keluar dari ruangan dengan wajah berang, Seokjin mengutuk kebodohannya; seharusnya ia senantiasa sadar dan ingat betul bahwa ia hidup untuk menyusahkan, oleh karena itu ayah membencinya. Menyusahkan entah itu hidup atau mati.

Seokjin membaringkan tubuhnya, rasa lelahnya menumpuk dalam satu waktu—saat ini—hingga saat terbaring tulang punggungnya berbunyi nyaring. Saat ini pula titik jenuhnya mengepul, sekaligus cemas dan gelisah menatap hidupnya.

____________

Jungkook tak menatap indah ponsel mewah keluaran terbaru yang diberi oleh ayah tirinya. Ia menatap lirih, serba salah, sebab merasa tak enak hati atas pihak lain yang tersakiti. Jungkook tahu ayah tirinya adalah ayahnya Namjoon.

Liebe Mich | ᴋsᴊ | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang