-Aku bahagai sebab hidup itu berharga-
Jika diputarkan ke masa lalu, beberapa tahun ke belakang. Saat itu dunia Kim Namjoon sungguh luluh lantak. Hatinya beserta harapan kebaikan untuk Seokjin seperti di pukul menggunakan palu sampai hancur sehancur-hancurnya. Sedih dan sakit sekali.
Dapat di simpulkan bahwa ia adalah orang terakhir di hidup Seokjin yang masih mau menyokong semangatnya. Namun pupus, Seokjin telah mati.
Mari ku putarkan perihal potongan ingatan seorang Kim Namjoon yang tak akan pernah hilang dari memoar terbesarnya. Cara kematian Seokjin merupakan bentuk ke hancuran dari kelembutan Namjoon waktu itu. Dan ia termasuk orang yang ikut andil dalam menghancur asa seorang Seokjin.
Setelah berhasil membuka pintu toilet sekuat tenaga sampai lengannya memar kebiruan. Ada sebuah kepala yang di hiasi bibir biru tengah tersender lemah di dinding aluminium. Bahunya lunglai, dan banyak darah di sekitarnya. Semakin Namjoon mendekat maka semakin nyata sebuah kejadian yang dia doktrin sebagai sebuah mimpi.
Masih ada bekas air mata di wajah penuh luka Seokjin. Lalu ketika disentuh, kulit itu terlampau dingin. Sahabatnya memang sudah tiada. Seokjin memutuskan urat pembuluh darahnya agar mengakhiri kehidupan miliknya yang di bumbui dengan rasa pelik.
Harus apa Namjoon sekarang selain menarik Seokjin ikut bersimpuh di lantai basah. Ia masih terdiam kebingungan walau di dalam hati terdalam ada suara tangisan yang berteriak kencang. Seokjin seharusnya bisa bahagia bersama keluarga Namjoon.
Jika kalian bisa melihat ataupun mendengar, perlahan setetes air menganak sungai di wajahnya yang bermuram durja, ada isakan kecil juga. Ia ingin berteriak memanggil siapapun agar dapat menolongnya.
Tetapi sungguh payah sekali. Keadaan membuat tenggorokan miliknya berdenyut sakit bukan main, semacam ada yang mengganjal di pertengahan. Telinga Namjoon rasanya berdenging, bercampur bersama air mata yang mengucur deras; pening. Memutuskan untuk memeluk erat sang sahabat yang pucat pasi dan mendingin.
Memukul sekuat tenaga dengan hitungan berulang pada pergelangan tangan Seokjin yang sobek menganga, seakan mengejek sebab telah berhasil membawa pergi Seokjin dari hidupnya.
"Eh, Namjoon apa yang terjadi?" Untungnya ada teman kelas yang mau mampir kemari, ia tak payah berteriak atau mungkin berlari tergesa untuk meminta pertolongan.
"Panggilkan Pak Guru Jang kemari, atau siapapun, ku mohon! Seokjin mati, aku harus apa, sialan? Cepat panggil siapapun!" Berakhir menjadi sebuah bentakan, bersikap apatis jadinya sebab mungkin temannya datang untuk menyelesaikan panggilan alam malah harus menunda atau karena perintah Pak Jang berupa mengecek keberadaan Namjoon yang tak kunjung kembali.
Doyoung berlari secepat kilat. Namjoon sedih sekali, marah, kecewa dan frustasi. Apapun segala macam rasa sakit tengah bercokol di dalam tubuh.
Keadaan toilet menjadi ramai, sibuk mengangkat Seokjin untuk di bawa ke rumah sakit. Sedang Namjoon memacu tungkai dengan langkah lemas di belakangnya. Masih dengan air mata yang membuat mata air mengalir.
Sumpah demi apapun, seluruh bajingan yang pernah menyakiti Seokjin akan ia selesaikan dengan kekerasan.
Setelah menyelesaikan segala penyelenggaraan perihal urus-mengurus sebuah jasad. Namjoon masih menahan angkara di depan peti Seokjin. Menatap foto yang menggantung di atasnya. Katanya peti itu akan menyatu ke tanah esok pagi. Lalu kenapa tak di buka saja agar Namjoon dapat melihat wajah itu lebih lama.
Tolong siapapun yang mengenal Namjoon disini, ajak dia pulang untuk sekedar mengganti seragam. Baunya amis sebab ada tetesan darah kering disana. Namun yang datang malah setan, mengajak Namjoon untuk berapi-api mendatangi kediaman Seokjin untuk menumpahkan segala makian ketika sampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Liebe Mich | ᴋsᴊ | ✔
Fanfiction(Germany). Cintai aku. [Completed] Masing-masing dari mereka bersimpuh, mendongakkan kepala menatap lukisan awan di angkasa, kemudian bertanya-tanya kepada sang pencipta bentala, predestinasi apa yang sedang mereka genggam? ©ieuaraz, 2019