"Ketakutan yang paling mengerikan adalah rasa takut itu sendiri."
----------
Assyami Marlena membuka matanya yang terasa berat, lalu ia mengangkat tangan menutupi mata dan mengerang pelan. Sinar matahari yang menembus jendela kamar tidur menyilaukan matanya. Ia menguap lebar sambil merenggangkan lengan dan kaki dengan posisi yang masih terbaring di tempat tidur, berjalan dengan langkah kaki diseret-seret ke arah jendela.
Ia memandang ke luar jendela, tidak biasanya langit terlihat cerah. Bukankah ini masih pagi. Asya membuka jendela dan menarik nafas dalam-dalam, mengisi paru-paru dan seluruh tubuhnya yang masih lemas. Tetapi karena udara masih terasa dingin, Asya cepat-cepat menutup jendela dan menggosok-gosok kedua tangannya.
Matanya mengarah ke sosok gadis yang masih tertidur pulas di sampingnya. Aimi dengan baju tipis dan celana pendek. Kemarin, setelah kejadian itu Asya dan Zackhir kembali bertengkar. Seperti biasa tidak ada yang menemani Aimi di rumah, orang tuanya terlalu sibuk bekerja. Ia mengajak Asya untuk bermalam di rumah. Selama bermalam, Asya pun menceritakan semuanya kepada Aimi.
Tiba-tiba matanya terarah ke jam kecil di atas meja dan ia pun terkesiap. "Astaga," erangnya. Ia menghampiri Aimi dan mengguncang tubuh gadis yang masih tertidur itu. "Aimi, bangun. Kita telat."
Asya berlari ke pintu kamar tidur dan membukanya dengan satu sentakan cepat, mengagetkan pembantu rumah yang sepertinya juga baru terbangun. "Bi, tolong sarapannya."
Walaupun penampilannya pagi ini terlihat acak-acakkan, memakai piama kebesaran bergaris-garis dengan wajah mengantuk, Asya masih terlihat cantik. Mereka telat dikarenakan malamnya terlalu banyak yang mereka bicarakan hingga larut malam.
"Kita terlambat...," kata Asya panik kembali masuk kamar dengan memakai handuk. Ia sudah mandi dengan kecepatan kilat.
Aimi mengibaskan sebelah tangannya dan berkata, "Kau terlalu berlebihan, Sya. Telat sedikit tidak masalah. Aku akan mencuci muka saja dan menyemprotkan parfum banyak-banyak."
Aimi bangkit dari kasur dan menuju pintu kamar. Sebelum itu ia berkata, "Kau akan melihat jati diri seorang pembalap sesungguhnya."
***
Gila. Itulah yang ada dipikiran Assyami saat ini. Aimi mengendrai mobil seperti orang mabuk, membalap pengendara yang menghalangi jalannya. Selama perjalanan, ia hanya berdoa dalam hati semoga sampai di sekolah dengan cepat dan selamat.
Asya menyentuh dinding kelas menahan tubuhnya yang ingin jatuh. Mukanya sedikit pucat, ia benar-benar ingin muntah. Di sampingnya Aimi terlihat ceria, tidak ada wajah yang menderita. Setidaknya bunyi bel masuk kelas berbunyi tepat ketika mereka sampai di sekolah.
"Yoo! Pangeran sudah kembali." Kevin melambaikan tangan ke arah Asya dan Aimi. Pria itu memakai jaket biru yang sangat cocok untuknya. Wajahnya tetap tampan, namun ada kesan menyebalkan.
Asya tersenyum tipis, ia merasa bersalah karena tidak memperhatikan Kevin. Kevin bolos dan menghilang begitu saja. Entah apa yang sedang terjadi. Kevin sangat pintar menyembunyikan masalahnya. "Syukurlah, kau sudah kembali." Begitu kata Asya ketika Kevin berada di depannya.
"Aku sedih, karena hanya Aimi yang khawatir padaku. Namun karena kalian juga punya masalah, aku memakluminya." Kevin melipat kedua tangannya di depan.
Asya kembali tersenyum tipis, ia melirik Aimi yang masih terdiam sejak tadi. Sepertinya Aimi ingin berbicara dengan Kevin tanpa kehadirannya. "Kurasa Aimi ingin bicara padamu, aku akan masuk kelas terlebih dahulu."
Benar, setelah Asya menjauh Aimi mulai membuka suaranya. Ia menghela nafas pelan dan menuju kelasnya. Asya benar-benar memikirkan bagaimana jika ia bertemu dengan Zackhir nanti, apa yang harus ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zaczac
Teen FictionZaczac nama panggilan pria itu. Memang cukup aneh didengar. Cowok penuh misteri, ia juga suka berantem, membuat ulah di sekolah dan di cap oleh warga sekolah sebagai cowok yang patut dihindari. Cerita ini berawal dari Assyami Marlena yang bertemu de...