Tawuran ; Jeno

10.9K 1.5K 72
                                    

Kamu memilin jari, bibir kamu udah di gigit sejak tadi. Gimana enggak? Didepan sana anak SMK dan SMA yang gak kamu ketahui, lagi berkerumun heboh. Iya, kalau mereka hajatan. Kamu gak akan sepanik ini. Masalahnya mereka tawuran.

Bawanya bukan rabana, tapi parang sama rantai motor.

Kamu beneran mau nangis, karena ini tuh udah jam lima sore, tapi mereka belum bubar juga. Ponsel kamu tiba-tiba lowbatt lagi, jadi gak bisa ngabarin orangtua atau minta jemput.

Kamu orang baru juga disini, baru pindah sekitar sebulanan. Kamu gak cukup tau daerah sini karena kamu lebih senang duduk manis di rumah. Sekarang ini, kamu benar-benar hanya tau arah pulang itu lewat jalan arteri, yang sialannya lagi di pakai baku hantam.

Orang-orang udah ngumpet di dalam rumah, sementara kamu masih berdiri di halte.

Kamu kaget waktu orang-orang itu mulai mencar dan lari ke arah kamu. Kamu lihat mobil polisi yang berdiri gagah sambil melemparkan gas air mata. Posisi kamu agak jauh, meski kelihatan tetap gak kena.

Cuma kayaknya, otak orang-orang itu agak miring. Karena mereka masih sempat-sempatnya ngelempar batu yang ukurannya gak bisa dibilang kecil. Kamu tercekat waktu ada batu yang mengarah ke kamu. Rasanya mau kabur tapi kaki seolah tertanam di tanah.

Kamu cuma menghalangi wajah dengan lengan sambil nutup mata.

"Anjing!".

Kamu langsung menurunkan lengan sekaligus membuka mata pas dengar umpatan itu. Kamu menelan ludah saat lihat cowok dengan seragam SMA lagi berdiri di depan kamu. Dia menghadap kamu, memperlihatkan wajah dia yang buat kamu nyebut dalam hati karena keindahannya.

Padahal lagi bonyok. Definisi terlalu tampan yang sebenarnya.

"Goblok lo!" maki cowok itu lagi, gak tau ke siapa. Kamu lihat name tag di bagian dada cowok itu.

Jeno Arian Putra.

"Woy," dia memecahkan lamunan kamu. "H-ha?". Dia berdecak. "Gue heran. Ada bahaya bukannya lo hindarin malah di samperin," kata dia gak habis pikir. "B-bukan gitu. Gue gak tau jalan lain selain ke sini," sangkal kamu. "Ck, emang rumah lo dimana?".

Waw halus sekali, Jeno.

Kamu ngucap alamat rumah kamu, yang ditanggapi anggukan oleh Jeno. Dia tiba-tiba narik tangan kamu menjauh. Jalanan udah gak seramai tadi, sekarang tinggal sisa bekas-bekas tawuran aja.

Jeno tiba-tiba naik ke atas motor ninja merahnya. Kamu mau ngumpat aja, motor ninja kan joknya kayak perosotan anak teka? Mana kamu pake rok.

"Naik," perintah dia. "Tapi joknya-". Jeno decak. "Lo mau nunggu sampe lumutan pun, gak akan ada angkot yang narik ke sini. Lo pikir bakal ada orang di tempat bekas tawuran?".

Kamu diem. Aslinya kicep gara-gara baru kenal udah di omelin dua kali. Hebat.

"Buruan, naik aja," perintah Jeno lagi. Kamu pasrah, naik ke atas motor Jeno dan naruh tas di depan badan. Biar kalau ada polisi tidur badan kamu gak otomatis nempel-nempel sama Jeno.

Motor melaju, buat kamu sedikit terkejut karena Jeno bawanya terbilang pelan. Gak ugal-ugalan kayak pikiran kamu sebelumnya.

"Jeno, kan?".

"Hm,".

"Makasih,".

Jeno gak balas apa-apa. Kamu jadi panik, takutnya Jeno marah gara-gara kamu daritadi ngeselin.

"Jangan makasih doang," ujarnya tiba-tiba. Kamu mengerjap gak mengerti. "A-apa?". Lewat spion, kamu bisa lihat Jeno tersenyum kecil.

"Jangan makasih doang. ID Line sekalian. Lo gak tau kan, gimana rasanya mantau orang yang sama selama satu minggu tanpa berani bikin pergerakan?".

Kamu nge-blank. Gak paham sama kalimat Jeno.

"Anggap aja, ini pergerakan pertama gue untuk deketin, lo. Oke?".

IMAGINE :: ( ✓ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang