#ramenuku03nomor10
#HijrahSOSKarya: Isdamaya Seka dan Faridah Wardah
Pria itu sudah menyiapkan dua puluh kalimat godaan yang melintas di kepalanya. Lalu Isabella akan mengeluarkan kata-kata dengan nada ketus, yang sama sekali tidak cocok dengan wajahnya yang babyface. Alih-alih menyeramkan, malah terlihat menggemaskan. Entah sejak kapan kebiasaan baru untuk membuat Isabella kesal dimulai, yang jelas, saat ini sudah menjadi candu bagi Fahmi.
Netra Fahmi menelisik sesosok perempuan yang wajahnya tersembunyi karena dia menghadap ke arah lift. Pintu besi itu langsung terbuka saat Fahmi baru memasuki pintu utama lobi lantai dasar.
Napas Fahmi seketika terhenti sesaat, kala perempuan berhijab itu menoleh. Isabella ....
Fahmi setengah berlari mengejar sosok gadis berjilbab itu, tapi kotak besi yang membawanya menutup secara otomatis. Saat sampai di depan pintu lift, Fahmi segera menekan tombol, dan pintu lift di sebelahnya terbuka. Fahmi menekan angka 39.
Gestur tubuh gadis itu terlihat gugup, Fahmi seakan bisa mendengar deru jantungnya yang bertalu. Ruangan kantor yang sunyi membuat telinganya menjadi lebih peka. Fahmi dapat mendengar jelas bibir tipis Isabella bergumam, "Duh, kok jadi kayak maling gini."
Kedua puluh kalimat godaan yang Fahmi rancang menguap entah ke mana.
Tok! Tok! Ketukan jari Fahmi di tepi meja Isabella membuat gadis itu menoleh, terkejut tentu saja. Isabella terlihat terpaku beberapa saat, sedang Fahmi tak dapat berkata-kata. Seakan-akan keduanya saling membaca pikiran satu sama lain.
Netra Fahmi memuja penampilan baru Isabella yang mempesona. Baru kali ini Fahmi melihat yang tertutup itu ... cantik.
Lima belas detik berlalu, dan mereka tersadar tengah berada dalam kecanggungan.
Fahmi melonggarkan ikatan dasinya yang terasa terlalu ketat, agar dia bisa bernapas lebih lega. Sedang Isabella membuang pandangannya tak tentu arah, kelopak matanya berkedip-kedip lebih banyak, berusaha meratakan air mata membasahi kornea. Matanya terasa kering karena dari tadi dia lupa berkedip.
Harus ada yang mengawali pembicaraan, atau kalau tidak, mereka tak akan bisa menipiskan kecanggungan. "Assalamu'alaikum," Fahmi mengawali salamnya.
"Wa-wa'alaikumussalam." Isabella sadar kalau dia tergagap.
"Kau, mmm terlihat berbeda," Fahmi menelan kata 'cantik' yang tertahan di tenggorokannya. Baru kali ini dia merasa kata cantik tak pantas dikeluarkan untuk seorang wanita.
Ada rasa yang 'salah', yang membuat Fahmi harus menahan lisannya mengeluarkan kata 'cantik' sebagai pujian. Baru kali ini dia merasa dosa, saat ingin memuji seseorang.
******
Tsabit tersenyum lebar saat mendengar cerita Fahmi. "Lo pernah dengar istilah 'ghadul bashar'?" tanyanya kepada sahabatnya itu.
Fahmi menggeleng, sepertinya dia sudah lupa semua pelajaran agama semasa sekolah dulu.
"Ghadhul bashar itu artinya menahan pandangan. Menjaganya dan tidak melepas kendalinya secara liar. Apabila memandang lawan jenis tidak mengamat-amati kecantikannya, dan tidak berlama-lama mendandangnya," jelas Tsabit panjang lebar, berharap agar Fahmi memahami maksudnya.
"Hatimu ternyata masih ada yang putih, Bro," ujar Tsabit sambil tersenyum.
"Maksud lo?"
"Hati lo masih bisa membedakan yang baik dan yang salah, buktinya tadi Lo ga berani memujinya 'cantik'."
"Gue bukannya ga berani, cuma ngerasa ada yang salah aja."
Tsabit tak bisa memaksakan pendapatnya kepada Fahmi, karena dia memaklumi Fahmi kemungkinan belum paham. Tetiba ketidak pahaman Fahmi menerbitkan suatu ide, "Bro, mau coba ikut kajian ga?"
"Kajian?" Kata yang asing bagi Fahmi, bukan berarti dia tak tahu artinya, asing dalam artian dia tak pernah bersinggungan dengan kata itu lagi semenjak kuliah.
"Hari Minggu, pagi habis shalat subuh," sambung Tsabit.
Fahmi terlihat menimbang-nimbang sesuatu.
"Siapa tau nanti bisa nyari jodoh yang alim juga?" goda Tsabit sambil menyenggol lengan Fahmi dengan sikunya. Tak perlu waktu lama, Fahmi mengiyakan.
*****
Bu Salma terlihat gusar, segera ia mengirimkan pesan ke aplikasi chat kepada Isabella, bertanya untuk memastikan kalau gadis itu baik-baik saja. Fahmi sudah mengatakan kemungkinan Isabella tidak akan datang hari ini, karena dia mendapatkan panggilan darurat, bapaknya saat ini tengah dibawa ke rumah sakit.
Bu Salma meminta Isabella agar memberi kabar, dan tidak perlu sungkan meminta bantuannya. Karena Bu Salma sudah menganggapnya anak sendiri. Belum ada tanda bahwa pesan dari Bu Salma telah dibuka, jadi dia menunggu dan tak berhenti berdoa untuk kesembuhan bapaknya Isabella.
*****
Isabella terlihat panik, dia melangkahkan kakinya yang jenjang ke pintu utama Instalasi Gawat Darurat. Netranya lurus tertuju ke front desk.
Tadi Isabella mendapat telepon dari karyawan bapaknya. Mengabarkan bahwa Pak Malik terjatuh dan pingsan, dan saat ini telah dibawa ke rumah sakit. Isabella segera meminta ijin kepada Fahmi untuk pulang lebih awal.
Seorang dokter menjelaskan kepada Isabella bahwa saat ini Pak Malik masih di ruang operasi. Radang usus buntu yang dideritanya harus segera diatasi.
Dengan gusar Isabella menanti pintu kamar operasi terbuka. Berharap operasi bapaknya berhasil, meskipun dokter berkata ini operasi yang mudah, tapi hanya Allah yang menggenggam takdir, bukan?
Satu jam berlalu, akhirnya pintu di hadapan Isabella terbuka. Perawat segera mengantarkan Pak Malik dan Isabella ke kamar yang telah dipesan.
"Perkiraan 30 menit lagi Pak Malik akan sadar ...," ujar salah seorang perawat, "tombol ini bisa dipencet untuk memanggil perawat," lanjutnya.
"Ini barang-barang Pak Malik saya masukkan ke sini, ya?" Terlihat perawat itu membuka lemari besi di dekat brankar dan memasukkan baju Pak Malik. Isabella segera berterima kasih. Setelah memastikan selang infus bekerja dengan baik, para perawat meninggalkannya.
Isabella menyeret bangku besi di dekat brankar bapaknya. Mengamati raut wajahnya yang masih pulas, menatap helaian ubannya yang serasa bertambah banyak dari terakhir waktu mereka berbicara, dua hari yang lalu.
Kenangan pembicaraan mereka malam itu bagai sebuah film yang berputar ulang. 'Bapak sudah tua, Nak. Bapak tidak tahu kapan Bapak menyusul ibumu.'
Saat itu Isabella belum pernah berpikir sebelumnya, bahwa sewaktu-waktu bapaknya bisa jatuh sakit dan meninggalkannya sendiri. Melihat kondisi orang terkasihnya terbaring, membuatnya tersadar. Kapan pun, Allah berhak memanggilnya.
"Yaa Allah, mohon sembuhkanlah bapak saya, saya berjanji akan menuruti perintah bapak, tak akan membantahnya, dan akan menjadi anak shalihah seperti harapan bapak."
*****
Netra Pak Malik mengerjap, kelopak matanya masih belum terbuka sempurna. Berusaha beradaptasi dari terang yang menerobos masuk dari celah kelopak matanya.
Beberapa detik kemudian Pak Malik sudah menyadari bahwa saat ini dia tengah terbaring di suatu ruangan inap rumah sakit. Pandangannya kemudian tertuju pada sisi kanan tubuhnya, terlihat wajah putri semata wayangnya, tertidur, dan ... memakai kain kerudung segi empat menutupi rambutnya.
Pak Malik mengucap tahmid dengan kelegaan yang membuncah. Andai saat ini perutnya tidak dalam kondisi setelah dioperasi, maka saat itulah dia akan melakukan sujud syukur.
Bersambung ....
__________________🌹🌹🌹_______________
KAMU SEDANG MEMBACA
Faith and Love ✔️ Telah Terbit
Ficção GeralKisah seorang sekretaris lugu dan atasan yang hobi 'bermain' dengan para wanita. Keduanya menjemput hidayah pada waktu yang bersamaan. Pada akhirnya mereka saling jatuh cinta setelah mengalami berbagai konflik. Persiapan pernikahan pun dilakukan set...