#ramenuku03nomor10
#HijrahSOS
Karya: Isdamaya Seka dan Faridah Wardah“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorang pun yang membebani dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan. Hendaklah kalian melakukan amal dengan sempurna (tanpa berlebihan dan menganggap remeh). Jika tidak mampu berbuat yang sempurna (ideal) maka lakukanlah yang mendekatinya. Perhatikanlah ada pahala di balik amal yang selalu kontinu. Lakukanlah ibadah (secara kontinu) di waktu pagi dan waktu setelah matahari tergelincir serta beberapa waktu di akhir malam.” (HR. Bukhari no. 39.)
Sejak mendekatkan diri kepada Allah, Pak Malik melihat segala sesuatu dari perspektif yang berbeda. Jika dulu ia menganggap kesuksesan adalah keberhasilan meraih posisi tinggi dalam perusahaan, maka kini baginya kesuksesan adalah mampu menyelamatkan putrinya dari api neraka. Melihat putri semata wayangnya kini mau memakai kerudung, Pak Malik merasakan bahagia tak terkira.
Pak Malik berusaha membangunkan Isabella, dengan menyentuh lembut lengannya. Dengan sentuhan ringan, gadis itu bisa terbangun.
“Bapak? Sudah bangun?” Senyum tersungging pada bibir tipis Isabella. Pak Malik mengangguk.
“Sudah sholat dzuhur, Bella?” tanya orang tua itu.
Salat? Tentu saja Isabella lupa akan hal itu. Dia belum terbiasa dengan rutinitas lima waktu yang merupakan rukun ke-dua sebagai seorang muslim. Apalagi tadi dia panik, jadi yang memenuhi pikirannya hanya bagaimana kondisi ayahnya. Isabella menggeleng pelan sebagai jawaban untuk Pak Malik.
“Bapak sebenarnya ingin mengimami kamu, tapi kondisi bapak masih begini, jadi kita shalat sendiri-sendiri saja ya hari ini?”
“Apa Bapak masih wajib shalat? Bukannya sakit itu boleh gak shalat, Pak?” tanya Isabella dengan polos.
Pak Malik memaklumi kalau Isabella mungkin belum paham, agaknya dia belum bisa bernapas lega, Isabella masih membutuhkan bimbingan. Berjilbab saja bukan jaminan terbebas dari api neraka. Kita membutuhkan pahala atas amal ibadah selama hidup di dunia untuk memperberat mizan saat di Yaumul Hisab nanti. Sedangkan beribadah juga membutuhkan ilmu, dan Isabella masih kurang ilmu agamanya.
“Meskipun sakit, tetap wajib shalat, Bella,” jelas Pak Malik sambil tersenyum.
“O, begitu.”
“Tapi shalatnya boleh sambil tiduran. Nanti bapak minta tolong kamu yang ambilkan air buat wudu, satu gayung saja.”
Isabella benar-benar belajar banyak hal saat itu, saat membantu bapaknya salat. Memperhatikan bagaimana berwudu dengan air yang sedikit, hanya mengusap sekali tiap anggota tubuh yang harus dibasuh. Lalu cara salat dengan berbaring, bapaknya melakukan isyarat dengan anggukan kepala tiap ruku dan sujudnya. Dan yang tak luput dari perhatian Isabella adalah, kamar rumah sakit sudah ditata sedemikian rupa, sehingga setiap brankar menghadap ke arah kiblat, setidaknya untuk kamar ruang kelas I atau VIP. Mungkin untuk memudahkan pasien agar tetap bisa melaksanakan salat tanpa harus berpindah posisi.
Selesai dengan membantu bapaknya salat, Isabella baru tersadar kalau dia membutuhkan mukenah. Tentu saja dia tidak terpikirkan untuk kemana-mana membawa tas mukenah, karena ini semua benar-benar baru baginya.
“Coba tanya ke perawat, mungkin ada mushalah umum di rumah sakit, biasanya ada mukenah yang disediakan,” ujar Pak Malik.
Isabella kemudian memencet sebuah tombol di atas brankar Pak Malik. Tak berapa lama seorang perawat memakai seragam hijau muda dan berkerudung putih masuk ke kamar Pak Malik, “Assalamu’alaikum,” sapanya.
“Wa’alaikumussalam,” jawab Pak Malik dan Isabella hampir bersamaan.
“Alhamdulillah sudah bangun, bagaimana rasanya, Pak? Ada yang dikeluhkan?” tanya perawat itu ramah.
“Tidak, Bu. Kalian memiliki dokter yang hebat, terima kasih,” puji Pak Malik.
“Sama-sama, nanti saya sampaikan ke dokternya.” Lalu perawat itu meminta ijin mengecek suhu tubuh dan tekanan darah Pak Malik. Isabella segera menanyakan letak mushalah sebelum perawat itu selesai dengan tugasnya.
*****
Nada datang membawa beberapa pakaian untuk Bella, dan meminjamkan beberapa lembar pasmina-nya, dan tak lupa sebuah tas mukenah. Gadis itu membawanya tanpa diminta, tentu saja berbagai kebutuhan muslimah Nada lebih paham. Dia telah berhijab sewaktu masih duduk di bangku SMU. Nada juga aktif di kegiatan keagamaan di sekolah, pembimbingnya adalah guru pendidikan Agama Islam.
Nada memutuskan untuk ikut menginap di rumah sakit menemani Isabella, karena tidak ada kerabat lain yang dipunyai gadis itu di ibukota. Semua kerabat tinggal di Jawa Timur, seperti halnya kerabat Nada. Tapi setidaknya Nada masih mempunyai orang tua lengkap dan kakak-kakaknya. Pastilah Isabella membutuhkan bantuan, bergantian menjaga, juga apapun yang dibutuhkan Isabella, meski hanya sebagai teman mengobrol, bukankah itulah arti persahabatan? Sahabat ada di saat suka maupun duka.
Bahkan Nada siap meminta penukaran jadwal kerja, setidaknya untuk 3 hari. Karena Isabella bekerja di pagi hari sampai sore, Nada bisa meminta jadwal masuk siang hari agar Pak Malik tidak ditinggalkan sendirian terlalu lama. Namun, rupanya bos Isabella orang yang pengertian, Isabella boleh ijin selama 3 hari untuk menemani bapaknya.
*****
Sang surya mulai mengintip dari tepi horison, langit yang mulanya gelap perlahan terang, namun beberapa bintang masih tampak berkelip-kelip. Pemandangan pagi itu terlihat indah dari lantai enam gedung rumah sakit tempat Pak Malik menginap. Isabella sengaja membuka tirai yang menutup jendela kaca di kamar Pak Malik, ingin melihat perubahan langit setelah subuh. Baru kali ini Isabella bisa bangun tanpa nyanyian sumbang bapaknya. Isabella belum terbiasa dengan hal-hal baru yang menakjubkan ini, tapi dia bersyukur karenanya. Masih diberi kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik.
Isabella mendengarkan Nada yang sedang bertilawah, rasa sejuk menghampiri kalbunya. Isabella ingin rasanya segera bisa bertilawah sebagus Nada, sebagus Bu Salma juga. Dia teringat kalau dia melewatkan waktu belajar tilawahnya dengan Bu Salma.
Saat Nada selesai, dan menutup mushaf Alquran-nya, Isabella memberanikan diri meminta Nada mengajarinya bertilawah, “Nad, tolong ajari aku ngaji, ya.”
Nada tersenyum dan mengangguk, Isabella segera menghampiri Nada yang duduk di sofa bed yang disediakan rumah sakit di kamar itu. “Kita mulai dari mana?”
“Kemarin kayanya aku baru sampai ayat ke-lima surat Albaqarah.”
Pak Malik tersenyum melihat perubahan besar pada anak gadisnya, ‘Pelan-pelan Bella mau membuka diri untuk belajar Agama, Alhamdulillah yaa Allah, Engkau membukakan pintu hidayah untuk anak hamba. Di usia senja, hamba masih berkesempatan mendapatkan hadiah indah ini,’ ujar Pak Malik dalam hati.
*****
Fahmi terlihat sedang gusar, ada sesuatu yang hilang dia rasakan, semenjak Isabella ijin tidak masuk karena bapaknya sakit dan harus dioperasi. Waktu serasa berjalan lambat hari itu. Fahmi segera mengambil ponselnya, lalu membuka aplikasi percakapan, mencari kontak yang dinamai ‘Bundo Kanduang’.
[Ma, apa mama ga ada rencana hari ini?]
Tak perlu menunggu waktu lama, Fahmi mendapatkan balasan, [Ga, emang kenapa?]
Tanpa Fahmi tahu, sebenarnya Bu Salma sedang bersiap-siap mau menjenguk bapak Isabella di rumah sakit.
[Ga ada sih, cuma nanya aja.] balas Fahmi.
Fahmi merasa ingin mengatakan ke mamanya kalau dia ingin menemui Isabella, tapi gengsi terlalu mendominasi egonya. Dua puluh detik tersiksa, akhirnya Fahmi menyerah kalah.
[Apa Mama ga ada rencana jenguk bapaknya Isabella?]
Bu salma membaca pesan Fami tapi tak membalasnya, mencoba mempermainkan sedikit perasaan Fahmi, setidaknya sampai bisa membuat Fahmi lebih terbuka kepada mamanya. Bu Salma tersenyum lebar saat melihat ponselnya menampilkan nama Fahmi melakukan panggilan.
--------------Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Faith and Love ✔️ Telah Terbit
Ficción GeneralKisah seorang sekretaris lugu dan atasan yang hobi 'bermain' dengan para wanita. Keduanya menjemput hidayah pada waktu yang bersamaan. Pada akhirnya mereka saling jatuh cinta setelah mengalami berbagai konflik. Persiapan pernikahan pun dilakukan set...