Part 2

1K 47 0
                                    


Yudha


Aku melihat sekeliling kamar, Adelia tidak ada. Padahal tadi sebelum aku mandi, ia masih tidur. Setelah kami sampai dirumah tadi, Adelia hanya menyapa dan mencium mamanya yang sedang duduk di studio lukis kecilnya, lalu langsung masuk ke kamar kami. Aku membujuknya untuk mandi atau makan terlebih dahulu, tetapi ia mengatakan ia lelah dan ingin istirahat sebentar saja. Aku mengalah dan memeluknya sambil mengusap kepalanya hingga ia tertidur.


Aku sangat suka mengusap kepalanya. Selain jatuh cinta dengan wangi rambutnya, juga pengakuan dari Adelia bahwa ia selalu merasa tenang jika mamanya melakukan hal itu padanya saat ia kecil. Tidak ada yang tahu, tidak dengan mantannya. Hal itu yang membuatku besar kepala saat aku tahu apa yang membuatnya selalu jatuh cinta padaku.


Aku teringat pada pertama kalinya aku mengusap kepalanya, itu hampir dua tahun lalu. Saat itu bertemu dengannya disalah satu rumah sakit pendidikan di Jakarta. Saat itu statusku masih mahasiswa PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) tingkat akhir. Sedangkan Adelia juga masih mahasiswa program profesi Ners. Pertama kali yang membuatku kagum ialah ketika melihatnya mampu untuk mengalihkan perhatian seorang anak agar tidak menangis ketika anak tersebut cemas akan operasi yang akan dijalaninya dan membuatnya tidak bisa tidur malam. Gadis itu mendongeng dengan sebuah boneka tangan, cerita si kancil yang mengelabui petani agar dilepas dari perangkap karena mencuri tanaman. Aku masih ingat suaranya meniru si cerdik kancil ataupun pak tani. Mungkin itu pertama kalinya aku jatuh cinta padanya.


Sejak saat itu, aku selalu mencari alasan untuk pergi ke ruang perawatan anak. Sebagai mahasiswa spesialis penyakit dalam, sangat sedikit alasan yang bisa kupergunakan. Satu-satunya alasan yang paling sering kugunakan ialah Resi. Tentu kalian bisa ditebak, Resi ialah mahasiswa spesialis anak. Aku dan Resi pertama kali kenal saat sama-sama internship di Nias, Sumatera Utara. Setelah internship, kami memiliki pemikiran yang sama untuk melanjutkan pendidikan spesialis di universitas yang sama. Aku tidak bisa mengatakan bahwa aku dan Resi ada hubungan khusus, hanya berteman. Aku tahu, banyak gosip tentang aku dan Resi, tetapi aku tidak peduli. Sama seperti gosip bahwa aku dan Resi berpacaran semakin gencar sejak aku sering ke ruang perawatan anak. Aku tidak ambil pusing, hanya mereka tidak tahu siapa yang sebenarnya ingin ku temui.


Selama seminggu lebih aku sering ke ruang perawatan anak hanya untuk melihat Adelia tanpa berani untuk mengajaknya berbicara. Tapi saat satu peristiwa naas terjadi, aku mendapat kesempatan berbicara dengannya. Mungkin kalian bisa menilai aku dokter brengsek karena menjadikan keburukan pasien menjadi keuntungan bagiku. Saat itu, aku hanya tidak peduli.


Kejadian bermula saat itu aku sedang 'main' ke ruang perawatan anak. Ketika aku masuk, aku melihat di nurse station sangat sepi. Hanya beberapa perawat dan mahasiswa PPDS anak yang sibuk dengan status pasien. Aku tidak melihat Resi maupun Adelia. Baru saja aku niat untuk kembali keruangan lantai 7, ruang perawatan penyakit dalam, aku melihat Resi keluar dari salah satu kamar pasien dengan wajah yang terlihat sangat khawatir. Apa pasiennya sedang gawat?


Baru beberapa langkah Resi keluar dari kamar itu, aku melihat Adelia juga keluar dari kamar yang sama setengah berlari menuju ruangan obat. Resi juga menoleh pada Adelia. Langsung saja saat itu aku mendengar alarm code blue dari kamar pasien tersebut. Resi berbalik, jalan cepat menuju ruangan obat. Aku menarik tangan Resi, "lihat aja pasiennya, biar aku yang bantu adik itu". Aku setengah berlari menuju ruangan obat dan membantu Adelia mengeluarkan troli code blue. Kejadian selanjutnya begitu cepat. Semua orang berusaha untuk mengembalikan jantung pasien itu untuk kembali berdetak. Namun takdir berkata lain, usia pasien itu tidak kembali setelah semua yang bisa kami lakukan.

Holding OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang