Part 16

618 31 0
                                    

Yudha

"Lagi ya, kebiasaan" kata Edo ketika membukakan pintu untukku. Setelah aku tenang dengan pertengkaran tadi pagi, aku memutuskan untuk menemui Edo. Aku membutuhkan orang untuk membantuku berpikir.

"Sorry. Abis, gak mau ganggu lo" kataku lagi. Aku memberikan senyum terpaksa untuknya. Langkah Edo meninggalkan pintu depan menuju ruang tengah. Mungkin baginya aku bukan tamu, sehingga tidak perlu baginya repot-repot untuk menyilahkan aku untuk masuk, duduk di ruang tamu, dan..

"Bikin minumannya sesuka hati lo aja ya. Di kulkas ada air es kalau mau" nah kan. Bahkan ia tidak membuatkanku minum. Tapi aku menuruti apa katanya, aku menuju kulkasnya, minuman apa yang ada disana. Mataku jatuh pada teh dalam kemasan yang siap saji. Aku mengambil benda itu dan duduk disampingnya, didepan tv.

"Kapan ke sininya?" katanya, tanpa menatapku. Ia masih sibuk dengan acara yang ada di televisi.

"Kemarin kok. Baru satu malam disini" jawabku di sela tegukan minumanku. Aku ikut memperhatikan acara itu, walaupun aku bingung dengan konsep acaranya, talkshow tapi kenapa ada orang aneh yang membuat lelucon? Kurasa aku sudah terlalu lama tidak menonton televisi.

"Ada seminar? Acara?" aku menggeleng untuk menjawab pertanyaannya. Sepertinya Edo juga tidak terlalu memperhatikan acara di televisi, karena ia menoleh kepadaku ketika aku menggelengkan kepala. Lalu, kembali kami tenggelam dalam diam, hanya suara di televisi yang menggema di ruangan itu.

"Oke, ayo. Gak bisa kayak gini" katanya langsung mengambil remote dan mematikan televisi. Edo bangkit menuju dapur, mengambil sebuah kunci dan membuka lemari pada laci bawah washtafel. Ia ternyata mengambil dua botol beer.

"Lo mau man talk kan?" katanya sambil menggoyangkan kedua botol yang menggoda itu. Padahal aku sudah berjanji pada diriku, dan Adelia, kalau tidak akan menyentuh minuman itu lagi. Tapi Edo benar, I need it now.

"Istri lo tahu kalau nyimpan ini dirumah?" tanyaku ketika aku mengikuti langkahnya ke taman disamping rumahnya. Taman itu kecil, hanya ada beberapa tanaman. Aku tahu bahwa taman itu karya istrinya yang hobi dengan tanaman hias.

"Ya enggak. Cuman enggak pernah gue mancing buat minum ini kalau dia lagi dirumah. Jadi, enggak curiga" katanya lagi. Kami duduk di bangku panjang di ujung taman itu.

"Bisa ya lo nyimpan rahasia dari istri lo. Gue kayaknya susah. Ada aja yang bisa buat rahasia gue terbongkar" kataku lagi, sambil menerima botol itu dari tangannya.

"Jadi, rahasia apa kali ini yang buat lo dalam masalah?" kata Edo, setelah itu ia meneguk beernya.

"Banyak. Kayaknya.. Kami bakal.. Cerai" kataku terbata-bata. Botol itu masih belum aku minum, hanya memainkannya dengan sebelah tanganku.

"Gue punya seluruh sisa waktu di hari ini. Istri sama anak gue lagi dirumah mertua" katanya lagi. Aku melihat ia kembali meneguk beer, membuatku semakin tergoda untuk meminum milikku juga.

Aku menimbang-nimbang, baikkah aku bercerita tentang masalah rumah tanggaku dengan Edo? Bukankah kata orang urusan rumah tangga itu rahasia diantara pasangan saja? Tapi, aku membutuhkan pikiran orang lain untuk membantuku saat ini. Sial, akhirnya aku meneguk beer ditanganku. Aku ingin benar-benar mengeluarkan bebanku saat ini.

Detik selanjutnya aku menceritakan setiap kejadian yang membuat hubunganku dengan Adelia menjadi rumit seperti ini, tentu saja sambil meneguk beer ditanganku. Aku menjadi hilang akal, dan menceritakan segalanya pada Edo. Aku membutuhkannya saat ini.

Holding OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang