Yudha
Proses pemakaman papi berlangsung cepat. Tepat setelah aku, Yudhi, dan Riri sampai di rumah, kami langsung memulai sampai pemakaman papi. Walaupun masih penuh pertanyaanku tentang kematian papi, tapi aku simpan rapat.
Aku melihat banyak kerabat papi, kerabat mama, keluarga kami semua berkumpul. Juga ada Adelia dan kedua orang tuanya. Tetapi, Adelia terlihat menghindariku, kenapa? Bahkan ia tidak membalas senyumku ketika tidak sengaja saling menatap. Aku memilih tidak memikirkannya, kami sibuk dengan apa yang perlu kami lakukan.
Pulang dari pemakaman papi, aku menemani mami di kamar. Darah rendah mami kambuh. Aku memeriksa mami dan yakin kalau mami hanya perlu istirahat. Aku ikut merebahkan diri di samping mami. Memberikan tanganku sebagai bantal mami, memeluk mami. Mami pasti sangat sedih, kehilangan cinta dalam hidupnya secara tiba-tiba.
"Kamu pergilah, Yudha. Temani istri kamu. Mami sudah tidak apa-apa." kata mami. Mami menepuk-nepuk punggung tanganku yang memeluknya.
"Iya, Mi. Sebentar lagi" jawabku. Semakin aku mengeratkan pelukkanku.
"Kamu, temani Adelia. Ia sudah berbuat banyak untuk keluarga ini. Ia sudah banyak menguatkan Mami, Dinda. Adelia pasti cukup lelah, ia belum ada tidur, ia bahkan belum ada menangis. Hatinya pasti lebih sakit daripada Mami, Yudha. Kamu temani ia. Mungkin hanya dengan kamu ia bisa mengeluarkan emosinya. Ia bisa sakit kalau terus-terusan pura-pura kuat" kata Mami lagi. Aku mengangkat kepala, menatap Mami bingung.
"Waktu papi muntah darah, Adelia yang ada disini. Ia yang bujuk papi untuk kerumah sakit. Mami tahu pasti papi sakit tetap papi enggak mau ngaku. Semuanya, Adelia yang ngurus karena cuman dia yang mengerti, Yudha. Bawa papi ke rumah sakit, bawa papi ke IGD, menghubungi orang rumah sakit tentang kondisi papi jadi sampai disana papi langsung ditangani. Mungkin memang sudah takdirnya kalau papi tidak tertolong lagi. Sampai mengurus kepulangan jenazah papi, semuanya Adelia." aku terdiam dengan penjelasan Mami. Setiap adegannya berputar di kepalaku.
"Mami tidak pernah tahu kalau papi sakit, walaupun mami sempat curiga kenapa papi mau berhenti menjadi dokter. Dulu, kesibukan papi di rumah sakit, operasi, selalu menjadi bahan pertengkaran. Papi bilang papi ingin pensiun dan menghabiskan waktu bersama mami. Mami enggak tahu kalau saat itu papi sudah tahu ia sakit. Kalau aja mami tahu, mami pasti..." mama menghentikan kata-katanya. Mami kembali menangis. Aku semakin mengeratkan pelukanku. Hatiku ikut menangis, merasakan sakit yang mami rasakan. Lama mami terdiam dalam tangisnya.
"Adelia pasti masih sayang sama kamu, makanya ia mau mengurus segalanya untuk papi. Tapi, sejak semalam, Mami tidak sedikitpun melihat Adelia menangis, Yudha. Ia pasti menahannya. Ia pasti tersiksa sekarang. Kamu temani ia sana. Buat ia melupakan keinginan untuk bercerai dengan kamu. Mami tidak ingin kehilangan menantu sepertinya" kata Mami lagi. Aku tersenyum pada Mami. Aku kini mendapat keyakinan kalau sesungguhnya Adelia masih peduli padaku.
Aku mencium kening Mami. Lalu, bangkit dan keluar dari kamar mami, mencari Adelia. Tetapi, aku tidak menemukan wanita itu dimanapun. Aku bertanya pada Dinda, Yudhi, Riri, bahkan beberapa keluarga lain disana. Tetapi tidak menemukannya jawabannya. Kemana ia? Mencoba untuk menelponnya, tetapi langsung di reject. Kenapa? Aku mencoba menelponnya lagi sambil mencarinya kembali di berbagai ruangan di rumah ini. Tetap saja gagal. Ia tidak ada dimanapun sudut di rumah ini, ia juga tidak menjawab panggilan teleponku. Dimana kamu, Adelia?
Hingga akhirnya aku berhenti di kamarku. Ia juga tidak ada disana. Lelah. Aku duduk di tempat tidurku. Kembali meraih ponselku, mencoba menelpon Adelia lagi. Sambil mengedarkan pandanganku pada kamarku. Mataku berhenti pada sebuah stetoskop yang tergantung dekat meja belajarku. Bersamaan dengan sebuah kertas tergantung disana. Aku tidak tahu kapan benda itu disana. Seingatku, sebelum berangkat ke Semarang, benda itu belum ada, atau aku yang tidak memperhatikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Holding On
RomansBenarkah cinta cukup untuk mengalahkan ego dan menyelesaikan masalah diantara 2 manusia? Apakah mungkin mempertahankan pernikahan dengan saling curiga dan tipisnya kepercayaan antara suami dan istri? Akankah penyesalan akan datang ketika cinta membu...