Part 15

674 37 0
                                    

Yudha

Aku terbangun karena alarm dari ponsel Adelia. Ini salah satu hal yang aku rindukan dari wanita ini, alarmnya di pagi hari. Bangun di jam yang cukup pagi, dimana kebanyakan orang masih tidur, merupakan kebiasaan Adelia. Dan suara alarmnya menjadi mengingat bagiku bahwa adanya wanita itu disampingku malam ini.

Itu juga yang membuatkan bangun dengan perasaan luar biasa bahagia pagi ini. Aku benar-benar mendapatkan Adelia kembali tadi malam. Apa yang kami lakukan tadi malam mengingatkanku betapa aku mencintai wanita ini. Betapa aku tidak bisa kehilangannya. Dan merasa beruntung ia juga mencintaiku. Kami sepakat untuk kembali membangun rumah tangga yang hampir bubar ini.

"Nanti aja kenapa bangunnya, sayang" kataku sambil kembali menarik tangan Adelia, kembali memeluknya. Aku mendengar suara tawanya.

"Adelia ada kelas, sayang. Adelia kesini buat pelatihan, bukan jalan-jalan" katanya sambil membelai daguku yang sudah mulai tumbuh rambut-rambut halus. Aku lupa sudah berapa lama tidak cukuran. Untungnya Adelia tidak protes.

"Argg... oke. Kamu mandi dan siap-siap gih, hari ini suami kamu yang menganggur dan kerjaannya jalan-jalan ini buat sarapan untuk kamu" kataku lagi. Adelia kembali tertawa. Aku hanya tersenyum padanya. Setelah ia berhenti dari tawanya, kami saling berpandangan.

"Oke. Adelia enggak mau terlambat." Katanya lagi. Sebelum ia bangkit, Adelia sempat mengecup singkat bibirku. Aku terkejut, tapi bahagia. Ia benar-benar kembali. Kami benar-benar baikan, setelah sekian lama hanya pertengkaran diantara kami.

Aku memandangi Adelia dari turun dari tempat tidur sampai menghilang di balik pintu kamar mandi. Aku mencubit pipiku, terasa sakit. Aku tidak bermimpi. Ku pegang dadaku, terasa jantungku berdetak sangat kencang. Adelia, Mas sangat bahagia, sayang.

Ku ambil lagi pakaianku dari tadi malam, resiko dari pergi tanpa membawa apapun bahkan baju adalah seperti ini. Aku lupa kalau di apartemen ini tidak ada satupun baju laki-laki, kalaupun ada harus kucurigai siapa yang Adelia bawa ke apartemennya. Ya, beginilah jadinya. Sepertinya aku butuh membeli beberapa potong pakaian nanti. Mungkin aku akan tinggal beberapa hari disini? Ya mungkin, sebelum kembali bekerja.

Di dapur, aku melihat isi kulkas Adelia. Aku tahu ia tidak bisa memasak. Tapi, untung saja isi kulkasnya tidak makanan instan semua. Masih ada beberapa buah-buahan dan telur. Sepertinya pagi ini cukup sarapan dengan telur dadar polos. Aku segera mengambil mangkuk untuk mengocok telur dan wajan untuk menggoreng.

Aku mendengar suara pintu kamar Adelia terbuka tepat ketika masakanku siap. Wangi parfum kasturi Adelia begitu tercium dihidungku, satu lagi yang membuatku rindu berat pada wanita ini. Ia duduk di depan meja makan, menghadapku, ketika aku berbalik badan. Salah satu tangannya menopang kepalanya. Matanya tidak lepas dari setiap gerakanku. Bahkan sampai aku duduk didepannya, melatakkan piringnya di meja. Jujur, aku sedikit grogi di pandangi seperti itu olehnya.

Ia hanya tersenyum menatapku, ketika aku mulai menyuap suapan pertamaku. Adelia belum juga menyentuh makananya. Aku mengambil sendoknya, memberikan satu suapan di depan mulutnya. Adelia kembali tersenyum.

"Terima kasih ya, Mas." Katanya, lalu ia mencium tanganku yang terjulur padanya. Lalu ia membuka mulutnya, dan memakan suapan pada sendok di tanganku. Aku sempat terkejut, tercengang dengan sikap Adelia. Tapi segera aku kembali mengendalikan diri. Adelia bermain denganku rupanya.

"Adelia, kamu... Jangan coba-coba. Ntar Mas enggak kasih ampun, terpaksa absen kamu hari ini" Adelia kembali tertawa.

"Oke..oke. Ampun" Adelia mengangkat kedua tangannya. Kamipun berbagi tawa. Selanjutnya, aku dan Adelia makan sambil mengobrol. Lambat laun, pembicaraan kami sampai pada kesalah pahaman di IGD tempo hari, yang ada di CCTV itu. Entah kenapa, aku lebih santai menjelaskannya pada Adelia apa yang terjadi dan ia pun mengerti.

Holding OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang