Yudha
Pertengkaranku dan Adelia sejak kemarin sore terus berputar dalam kepalaku. Bahkan muncul kembali dalam mimpiku. Aku tahu, bahwa dalam pernikahan tidak mungkin terus menerus baik-baik, pertengkaran bisa menjadi bumbu, kata orang. Aku terus menasehati diriku dan meyakinkan bahwa kami akan baik-baik saja.
Aku melihat sampingku, kosong. Tempat biasa Adelia tidur. Ia tidak pulang sejak siang ia meninggalkan rumah, walaupun aku tahu ia ke rumah sakit dan malam ini ia sedang tugas, tapi aku merindukannya.
Aku melihat jam di meja sebelah tempat tidurku menunjukkan pukul 3 pagi. Aku bangkit dan bersiap-siap untuk mandi. Aku tahu, ini terlalu pagi untuk berangkat bekerja. Tetapi percaya atau tidak, setiap kali Adelia jaga malam dan paginya aku yang bertugas, aku akan berangkat lebih pagi, membawa sarapan untuknya dan sholat subuh bersama di rumah sakit. Begitu juga jika sebaliknya.
Setelah mandi dan bersiap-siap untuk berangkat, aku melihat mama sibuk di dapur bersama Bi Murni. Tumben, pikirku. Biasanya hanya Bi Murni yang menyiapkan sarapan. Mama tersenyum ketika melihatku berjalan ke mendekati dapur.
"Uda mau berangkat Yudha?" tanya mama dengan tangannya masih sibuk memasukkan nasi goreng ke tempat makan.
"Iya ma, sebentar lagi." jawabku sambil tersenyum masih memperhatikan mama yang sibuk dengan dua tempat makan di depannya. Mama sekarang sibuk menata timun dan seledri di atas nasi goreng.
"Itu ada teh hangat. Diminum dulu" kata mama sambil menunjuk ke arah teko berwarna emas di atas meja. Aku mendekati teko itu dan menuangkan teh ke gelas di sebelahnya.
"Ini, satu punya kamu, satu punya Adelia. Sarapan di rumah sakit kan?" kata mama menyerahkan satu tas berisi dua tempat makan di depanku. Mama menarik kursi di sebelahku.
"Mama pagi-pagi uda repot buat sarapan, Ma." jawabku sambil tersenyum. Mama juga tersenyum.
"Enggak papa. Kebetulan mama juga terbangun pagi-pagi. Ini kesukaan kamu dan Adelia kan?" kata mama sambil mengambil gelas dan menuangkan teh untuk dirinya. Aku jadi teringat aku dan Adelia memang penggila nasi goreng, siapapun yang membuatnya asal enak.
Setelah ngobrol singkat dengan mama, aku pun pamit untuk berangkat ke rumah sakit. Jalan masih sangat sepi, gas ku tancap kencang. Aku ingin menghabiskan waktu pagi ini untuk berbicara dengan Adelia, sebelum ia sibuk dengan pekerjaannya lalu aku sibuk dengan pekerjaanku.
Sampai di rumah sakit, aku segera menuju lantai 6, ruangan Adelia. Terlalu pagi, hanya terlihat satu satpam di lantai satu dan beberapa keluarga pasien di depan IGD. Membuatku banyak waktu untuk memikirkan bagaimana membuka pembicaraan pertama kali dengan Adelia.
Aku tidak menemukan kata-kata yang tepat. Ah, kini aku merasa bodoh. Aku bukan ingin mengajak seorang gadis untuk berkencan pertama kalinya. Ini istriku, yang sudah kukenal sejak 2 tahun lalu. Kenapa begitu sulit untuk memulai percakapan setelah pertengkaran?
Saking sibuknya dengan pikiran sendiri, aku tidak menyadari bahwa aku sudah sampai di lantai 6. Aku melihat sekitar, cukup sepi. Pasien masih pada tidur. Aku melihat ke nurse station. Tidak ada orang. Kemana semua orang? Kemana Adelia?
"Dokter Yudha?" aku mendengar suara seseorang dari belakangku. Aku menoleh.
"Eh, kak Juli." ternyata salah satu dari rekan perawat Adelia di ruangan ini. Aku baru menyadari ia mungkin dari salah satu kamar pasien, ia membawa satu botol infus yang tinggal sedikit lagi isinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Holding On
RomansaBenarkah cinta cukup untuk mengalahkan ego dan menyelesaikan masalah diantara 2 manusia? Apakah mungkin mempertahankan pernikahan dengan saling curiga dan tipisnya kepercayaan antara suami dan istri? Akankah penyesalan akan datang ketika cinta membu...