That Time

1.8K 144 3
                                    

Suatu hubungan tak selamanya mulus, selalu ada kerikil yang harus dilewati.

Begitu juga pasangan goals kita, kembali ke masa-masa kelam menurut Seokjin. Ia memasuki akhir tahun keduanya, dan Namjoon di tahun terakhirnya kuliah.

Seokjin tahu ada yang berubah.

Kekasihnya berbeda, padahal belum ada 2 tahun ia berpacaran dengan Namjoon, tapi namja itu berubah.

Seokjin bisa merasakannya, tentu saja, ia juga seorang wanita yang sangat sensitif dengan perubahan kekasihnya.

Meski perubahan Namjoon bisa dilihat semua orang.

Karena tidak ada lagi Namjoon yang akan menawarkan untuk menjemputnya di kampus, semalam apapun ia selesai kelas.

Tidak ada lagi Namjoon yang akan ribut soal roknya yang terlalu pendek, karena nyatanya namja itu sudah sangat jarang menjemputnya untuk bisa melihat pakaiannya hari itu.

Tidak ada lagi Namjoon yang mengajak dirinya untuk menginap di apartemen namja itu.

Bahkan tidak ada nama Namjoon di ponselnya yang dulu setia menelponnya minimal 2 kali sehari.

Perubahan ini entah sejak kapan terjadi.

Bahkan Seokjin sudah lupa kapan terakhir kali mereka berkencan.

Seingatnya, ia bertemu Namjoon 1 minggu yang lalu, saat namja itu mengantarnya ke kampus.

Namun tidak menjemputnya lagi.

Terakhir yeoja itu menginap di apartemen Namjoon, sudah lebih dari sebulan yang lalu.

Mereka tidak bertengkar.

Hell, sangat jarang keduanya bertengkar.

Mereka lebih memilih mengalah, entah Namjoon atau Seokjin. Meski seringkali Namjoon.

Dan kini, Seokjin tak tahu harus melakukan apa.

Ia sudah berusaha menelpon ponsel Namjoon, yang seringkali tidak tersambung.

Seokjin juga sudah mendatangi apartemen namja itu, dan kosong, ia tidak menemukan Namjoon disana.

Seokjin hanya bisa mengingat samar-samar kapan Namjoon berubah.

Mungkin 4 atau 5 minggu yang lalu. Saat keduanya tengah makan bersama, Namjoon bercerita pada Seokjin. Namja itu tengah stuck dengan tugas akhirnya, ia kehilangan motivasi untuk mengerjakan tugas terakhirnya tersebut.

Dan seingat Seokjin, ia tidak melakukan kesalahan apapun. Seokjin tahu untuk tidak memotong curhatan Namjoon, ia hanya diam dan mendengarkan. Dengan tangan yang tak lepas menggenggam milik Namjoon.

Ia juga tidak memberikan judgement ataupun perintah untuk Namjoon agar segera menyelesaikan tugas akhirnya. Seokjin hanya mendengarkan, memberikan kalimat

"Tak apa, oppa. Everyone has their time. Pelan-pelan saja, semua pasti ada jalannya."

Seokjin sudah benar-benar tak tahu apa yang ia lakukan untuk bertemu Namjoon dan bertanya apa yang salah.

Apa yang salah dengan mereka?

«★✩★»

"Apa yang salah, Jisoo-ya? Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan lagi."

Seokjin membersit hidungnya yang sudah memerah, matanya bengkak dan mukanya pucat.

Jisoo tak tahu berapa lama sahabatnya itu menangis sebelum ia datang ke rumahnya. Tapi melihat dari sampah tisu diujung kamarnya, ia pastikan sudah sangat lama.

"Sudah, Seokjin. Hentikan dulu tangisanmu. Kau tak melihat bagaimana keadaan dirimu sekarang? Kau sangat kacau dan berantakan." Ucap Jisoo pelan. Ia mencoba merapikan rambut Seokjin yang tergerai berantakan.

Seokjin mengangguk, mencoba mengatur nafasnya yang masih tersendat, tersengal karena terlalu lama menangis.

"Apa, hiks, apa Namjoon oppa bosan kepadaku?" Gumam Seokjin lirih.

"Hush, tak usah berpikir yang tidak-tidak. Lebih baik sekarang kau mandi, bersihkan dirimu dulu. Aku akan membereskan kamarmu, menunggu Taeyeon membawa makanan kita."

Seokjin diam, ia hanya menatap Jisoo yang tengah membereskan barang-barangnya yang berantakan di penjuru kamar.

"Apa kau tidak bertemu Mingyu tadi?" Tanya Seokjin. Mingyu adik lelakinya btw.

"Aku bertemu. Dia yang cerita kalau kau belum makan sejak kemarin malam. Dan ini sudah lewat makan siang. Seokjin yang kukenal tidak akan melewatkan jadwal makannya. Jadi, segera bereskan dirimu dan kita makan apa yang dibawa Taeyeon. Oke?"

Seokjin tidak menjawab, tapi ia beranjak untuk keluar kamarnya menuju kamar mandi yang berada di luar.

Tak sampai 15 menit, kini ketiga sahabat yang dekat sejak awal kuliah itu sudah duduk melingkar di lantai kamar Seokjin.

"Jadi, ada apa sampai princess Seokjin membolos kuliah hari ini?" Tanya Taeyeon memberi penekanan pada kalimatnya.

Seokjin menghembuskan nafasnya lelah. Pizza yang dibawa Taeyeon baru ia makan sepotong, padahal biasanya ia bisa habis 5 potong.

"Sudah 1 minggu Namjoon oppa tidak bisa dihubungi. Aku juga sudah ke apartemennya, tapi kosong. Telpon dan chat yang aku kirim tak pernah dibalas. Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Apa aku melakukan kesalahan?! Aku juga tak tahu."

Seokjin menunduk lemas, ia sudah tidak mau lagi menangis. Mata dan hidungnya perih karena terlalu sering menangis.

"Besok coba kita ke fakultas Namjoon oppa. Sekarang, kau harus makan dan berhenti menangis. Oke?!" Ucap Jisoo.

"Jangan sampai masalahmu dengan Namjoon oppa membuatmu menelantarkan hidupmu. Kau sampai membolos kuliah, Seokjin sayang. Aku menentang perbuatanmu."

Kalimat Taeyeon itu membuatnya mengangguk samar, "Ya, aku tidak akan membolos lagi."

"Bagus. Sekarang bagaimana kalau kita nonton film saja. Aku membeli beberapa camilan tadi."

Usul Taeyeon itu ditanggapi semangat oleh Jisoo.

"Ayo kita nonton film yang bisa membuatmu tertawa lagi. Kajja!"

Dan Seokjin tersenyum melihat betapa antusiasnya Taeyeon dan Jisoo dalam menghiburnya.

"Gomawo chingu ya~"

«★✩★»
TBC
«★✩★»

Spoiler, full chapnya ditunggu yaaaaaa

Btw, aku ada fic baru. Hehehehe NamJin jugaaa, tapi semi canon, jadi ya gitu deeeeh

Udah end, tinggal aku post dan edit2 dikiiittt

Langsung mampir ke profilku yaaaa, judulnya Let Me Know, ciaoooo


Goals  [Namjin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang