"Menangislah sekali. Dan jangan lupa tertawa"
🍁🍁🍁
Jatuh cinta memang indah, namun jatuh cinta juga rupanya bisa mengakibatkan tersumbatnya logika seseorang. Sama halnya dengan patah hati yang sanggup membuat seseorang kehilangan kewarasannya. Herdy baru tahu kalau jatuh cinta dan patah hati itu ternyata satu paket. Otaknya sudah lama tidak berfungsi dengan baik, sehingga berpengaruh juga pada tindakannya yang ceroboh.
Dua tahun yang lalu, untuk pertama kalinya Herdy merasakan ketertarikan pada seorang gadis. Gadis yang ia lihat tengah bercengkrama dengan anak-anak di serambi Masjid. Senyum tulus nya, dan kesabaran nya saat mengajari anak-anak membaca Al-quran patut diacungi jempol. Dan untuk pertama kalinya pula Herdy merasakan euforia menghentak-hentak rongga dadanya. Herdy pikir itu hanya bentuk kekaguman sesaat, karena melihat gadis itu begitu luar biasa di matanya. Namun sampai Herdy kembali ke Markas, bayangan sosok itu turut serta membuntutinya. Menemani mimpi, menggangu tidurnya.
Pertemuan kedua, setelah beberapa bulan berlalu, ternyata rasa itu tidak berubah. Hingga Herdy bertaruh dengan hatinya, jika dipertemuan ketiga ia ditakdirkan bertemu lagi dengan gadis itu, dan rasa itu masih tetap sama, maka Herdy akan mencoba mendekati dan mengenali gadis itu.
Puncaknya pada suatu sore, Herdy memberanikan mengirim selembar kertas kepada gadis itu, berisi nomor telepon dan nama lengkapnya, ia titipkan kepada seorang bocah laki-laki. Herdy memperhatikan dari sudut Masjid saat gadis itu menerima kertasnya. Ia merasakan jantungnya berpacu cepat saat gadis itu menoleh lalu mengangguk seraya melempar senyum malu-malu. Tak lama anak laki-laki sebelumnya muncul lagi, membawa balasan surat dari sang gadis. Kening Herdy terlipat membaca sebuah alamat rumah yang tertera di kertas. Padahal yang Herdy minta kan nomor telepon yang bisa dihubungi. Nama yang tertulis juga bukan nama gadis itu.
Yakali nama gadis, Subagio.
Namun meskipun pengalaman Herdy tentang percintaan nol persen, ia sangat mengerti makna kode yang dituliskan gadis itu.
Sebagai gentleman, Herdy mengunjungi alamat itu, dan bertemu langsung dengan keluarga si gadis, yang akhirnya ia ketahui bernama Azizah Khumairah. Herdy disambut baik oleh keluarga Azizah. Kepercayaan diri Herdy melambung tinggi, ia punya ekspektasi bahwa niatnya untuk meminang Azizah akan mendapat penerimaan.
Sampai tibalah pada pertanyaan mengenai profesi Herdy. Dengan bangga Herdy menyebutkan profesinya sebagai TNI sekaligus jabatannya yang cukup tinggi. Perubahan terjadi pada air muka Pak Subagio. Dari yang semula hangat berubah menjadi dingin.
Usut punya usut ternyata anak sulung Pak Subagio juga seorang tentara, yang kemudian gugur di medan perang. Seharusnya Pak Subagio bangga karena puteranya meninggal dalam cara terhormat. Namun yang terjadi justru sebaliknya, Pak Subagio seakan menaruh dendam terhadap profesi mulia itu, karena misi telah merenggut anak lelaki satu-satunya.
Sebelum Pak Subagio melepas Herdy pulang, tiba-tiba beliau mengucapkan sesuatu yang membuat Herdy seakan dijatuhi bom tepat di mukanya.
"Maaf saya harus mengatakan ini, tapi saya tidak bisa melepaskan putri saya kepada seorang perwira yang sewaktu-waktu bisa saja pulang tinggal nama"
Memang Pak Subagio tidak mengatakan secara rinci bahwa Herdy harus rela meningggalkan profesinya jika ingin serius menikahi Azizah, tapi Herdy dapat menangkap dengan jelas ultimatum itu.
Herdy mengalami dilematis hebat. Disatu sisi jiwanya telah terikat kuat dengan dunia militer, sehingga berat rasanya harus meninggalkan profesinya begitu saja. Namun disisi lain, hatinya mendambakan sebuah kehangatan dari seorang pendamping. Yang kebeteluan hati itu condong pada sosok Azizah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Pengganti (✔)
Spiritual(Start : 14 Juli 2019) (Finish : 06 Maret 2020) "Barang siapa bertaqwa kepada Allah, maka Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka" (Qs ath-thalaaq [65] 2-3) Herdy Fajar Darmawan baru...