Uhibbuka Fillah

22.6K 901 102
                                    

"Tidaklah sempurna iman seseorang diantara kalian sampai ia mencintai saudaranya, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri"
(HR. Bukhari & Muslim)

***

"Lun, besok temenin Teteh ke acaranya Tante Maria, ya ?"

Gadis yang tengah menyusun kue ke dalam etalase itu melirik sekilas pada Nisma yang duduk sambil mengemil kacang mede "Ngapain ? Aluna gak ada kepentingan di sana, Teh"

"Temenin doang, sekalian pegangin si kembar. A Herdy gak bisa ikut. Teteh kadang suka repot kalau keluar bawa si kembar sendirian"

"Terus kedainya ?"

"Tutup aja. Cuma sehari kok"

Aluna mengangguk "Oke deh, kalau gitu"

***

Perkenalan Nisma dan Ibu Maria berawal ketika Nisma sedang berbelanja di supermarket ditemani Herdy. Saat itu mereka tanpa sengaja bertemu ibu-ibu yang kepayahan membawa banyak belanjaan, yang tak bukan adalah ibu dari rekan Herdy. Lantas Herdy menawarkan bantuan dan mengantar Ibu Maria sampai ke rumahnya.

Memang dasarnya Nisma sosok yang supel, sehingga tidak sulit membuat orang-orang langsung menyukainya di pertemuan pertama. Tak terkecuali Ibu Maria. Mereka sempat bertukar kontak dan menjadi akrab sampai sekarang. Hal itu sekaligus membuktikan bahwa perbedaan tidak menghalangi siapapun untuk berkasih sayang.

"Teteh perhatiin, akhir-akhir ini Aluna jadi banyak melamun. Ada masalah ?" Nisma membuka percakapan di dalam taxi yang membawanya menuju ke tempat berlangsungnya acara. Di sampingnya Aluna duduk bersandar sambil memangku Rara.

"Masa sih, Teh. Perasaan Teteh aja kali" Aluna mengelak, tanpa berani menoleh.

"Beneran, gak bohong ?" Mata Nisma menyipit penuh spekulasi "Atau Aluna udah bosen kerja sama Teteh, karena Teteh sering suruh-suruh Aluna ? Kalau itu masalahnya, Aluna tinggal jujur aja sama Teteh. Teteh gak akan halang-halangi Aluna, kalau Aluna pengin keluar"

Sontak Aluna menoleh, menggelengkan kepala " Nggak, Teteh. Gak mungkin aku bosen. Aku.. aku cuma lagi ada yang dipikirin. Itu aja. Dan gak ada hubungannya sama Teh Nisma. Beneran" dua jari Aluna terangkat membentuk huruf V, sebagai bentuk kesungguhan ucapannya.

"Terus kenapa ? Gini ya, Teteh bukan mau ikut campur, tapi kalau Aluna butuh temen cerita, Teteh siap kok dengerin Aluna" tawar Nisma.

Kegelisahan semakin nyata tampak dari gerak-gerik Aluna, seolah tidak cukup dengan tarikan napasnya yang berat dan panjang. Nisma membiarkan gadis itu berpikir, sementara ia menanggapi ocehan Langit yang asyik memperhatikan lalu lintas sambil menunjuk-nunjuk kendaraan yang berseliweran.

"Kakak hitung mobilnya ada berapa ? Saaatu, duua, tiiga, em-.. jangan deket-deket, Kak. Kebentur, sakit lho" Nisma memundurkan kepala Langit yang melongok ke kaca penuh rasa ingin tahu.

"Tayo.. Tayo" Bocah satu lagi memekik sambil menunjuk bis yang lewat ke sisi jendelanya.

Nisma tertawa, mengusap surai Rara yang diikat dua. "Itu namanya bis, Dek. Warna apa coba ?"

Menoleh Nisma, Rara mengerjap dengan matanya yang begitu polos "kuning" jawabnya.

Rara banyak hafal nama-nama warna, namun belum bisa mencocokan dengan rupa warna itu sendiri. Nisma sering menguji dengan benda-benda yang tersebar di sekitarnya, dan Rara akan menjawab secara random.

Jodoh Pengganti (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang