Part 18

19K 977 99
                                    

"Jika ada gelas kaca yang sanggup menahan beban seberat gunung, maka dia adalah wanita, karena dalam kelemahannya ada kekuatan yang begiru hebat"

(Syaikh Ali Mustafha Tantawi)

***

"Turunin, A. Ada Ibu, malu" Nisma memukul dada yang berada tepat di mukanya.

Lalu deheman menggoda terdengar dari wanita yang sedang menyusun toples berisi kue ke dalam lemari "Sok-sok'an malu, padahal seneng. Lewat aja, Nis. Anggap aja Ibu guci pajangan"

Wajah Nisma memerah padam. Ini gara-gara Herdy yang seenaknya memangku Nisma, cuma karena Nisma bosan rebahan, dan ingin berjemur, mumpung masih pagi. Lalu tanpa kompromi, Herdy langsung memangku Nisma ala pengantin keluar kamar menuju teras. Sedangkan di ruang tengah ada Ibu Erni dan Bi Ida yang tengah menyapu lantai.

Romantis yang tidak pada tempatnya. Alih-alih tersipu, Nisma justru merasa kesal plus malu. Herdy itu memang punya pemikiran yang kontradiktif dengan manusia normal. Disaat Nisma benar-benar ingin bermanja, dia mengelak. Lalu diwaktu Nisma ingin mandiri, dia menghampiri. Maunya apa ?

Seperti yang pernah terjadi dulu, saat Nisma ketiduran di sofa, karena menunggu Herdy yang tak kunjung pulang. Keesokan harinya Nisma terbangun, lalu saat kakinya menapak tanpa sengaja ia menginjak jari Herdy. Pria itu mengerang sambil mengibaskan tangannya.

"Sakit, Nis"

Nisma mengerjap "Aa ngapain tidur disini ?"

Di lantai, di atas permadani, di bawah sofa, di sanalah Herdy tidur.

"Kamu ngapain tidur disini ?" Pria itu membalik pertanyaan.

"Nungguin Aa. Aa kapan pulang ?"

"Jam satu"

Menoleh jam dinding, sudah menginjak pukul empat lebih lima menit. "Aa punya kamar, ngapain tidur melantai"

"Dan biarin kamu tidur disini ? Nggak"

Enak saja "Ya Ninis juga di kamar, bareng Aa"

"Oh"

"Oh, apa ?"

"Kamu kan sudah tidur"

"Ya Aa bangunin" kesal Nisma, sambil menggigit lidah, gemas. "Atau Aa gendong, kan bisa"

Kedip-kedip, bola mata itu menatap bingung, lalu berputar memindai setiap sudut ruangan. Cari apa dia sebenarnya ?

"Aa cari apa ?" Tanya Nisma, sambil ikut memperhatikan sekeliling.

"Ini rumah kita" Maksud Herdy tidak ada masalah tidak tidur di kamar, karena itu rumah mereka. Bebas. Mau tidur di sofa atau bahkan dapur pun, tidak akan ada yang melarang. Jadi salahnya dimana ?

Nisma mengingat-ingat ; apakah di laci masih tersedia parasetamol ? Karena saat ini ia sangat membutuhkannya. Kepala Nisma berdenyut dan lehernya kebas akibat meringkuk di sofa semalaman. Nisma menghela napas, menahan jengkel.

"Badan Ninis pegal-pegal A, gara-gara tidur di sofa" Nisma masih melanjutkan protesnya, namun jawaban Herdy berikutnya malah membuat Nisma gondok setengah mati.

Jodoh Pengganti (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang