Part 8

19.1K 923 7
                                    

Rumah baru itu memang tidak sebesar dan semegah rumah yang ditempati Harris. Namun rumah Herdy memiliki halaman yang luas, dan dilengkapi kolam renang pribadi. Lagipula Nisma tidak terlalu nyaman tinggal di rumah besar, dan bergaya seperti labirin. Kalau kata orang tua dulu, rumah besar itu suka ada hantunya. Nisma percaya, namun Herdy tidak. Kata Herdy ;

"Bukan rumah besar. Rumah yang disukai jin dan syaitan itu adalah rumah yang di dalamnya nggak diterangi cahaya Al-quran"

Baik. Jadi menurut Herdy, hantu itu tidak ada. Adanya jin dan syaitan. Tapi percayalah, ada yang lebih menakutkan dari hantu jin dan syaitan. Adalah hantu masalalu. Adanya di samping rumah Nisma.

Ceritanya, di hari ketiga kepindahan ke rumah baru, Nisma mencoba mengakrabkan diri dengan mengunjungi beberapa tetangga terdekat, sambil menghantarkan kue. Ya, hitung-hitung syukuran, bagi-bagi rezeki, pikirnya. Hanya terhalang dua rumah dari rumah Nisma, terdapat sebuah keluarga baru, yang konon katanya juga baru pindah sebulan sebelum Nisma.

Dengan tangan kanan memangku piring berisi kue, tangan kiri Nisma mengetuk pintu seraya mengucapkan salam. "Assalamu'alaikum"

Butuh tiga kali salam, sampai pintu terbuka dan... tebak siapa yang Nisma lihat ?

Azizah.

Serius. Wanita itu tinggal di sana.

"Wa'alaikumsalam. Cari siapa ya ?" Kening Azizah terlipat ragu. Tampaknya ia tengah membongkar isi kepalanya, mengingat-ingat wanita yang tampak tidak asing, yang tengah berdiri di depan pintunya. "Maaf. Kamu.. istrinya Mas Herdy, bukan ?" Tanya Azizah, meyakinkan terkaannya.

Nisma mengangguk, sambil menarik senyum, meski yang muncul justru berupa ringisan.

"Nisa... kan ?"

"Nisma, Mbak" koreksi Nisma.

"Oh iya, Nisma. Eung.. oh.. silahkan masuk" Azizah tampak salah tingkah, namun tetap berusaha bersikap ramah dengan mempersilah Nisma masuk. "Duduk dulu"

"Terima kasih" Nisma duduk seperti robot. Kaku.

"Tunggu sebentar" Azizah berlalu, namun tak lama ia kembali lagi sambil membawa nampan berisi segelas air.

"Gak usah repot-repot, Mbak" Nisma jadi tak enak sendiri.

"Oh, gak repot kok. Silahkan diminum"

"I-iya Mbak" sahut Nisma. Meneguk air yang terasa menyangkut di tenggorokan. Lantas teringat tujuannya, Nisma menyodorkan piring kue kepada Azizah. "Sebenarnya saya warga baru di sini. Salam kenal ya, Mbak. Tolong diterima"

Sejujurnya Nisma agak bingung juga dengan penggunaan kata "salam kenal" Mengingat sebelumnya mereka pernah saling bertemu dan berkenalan, meskipun hanya sepintas.

"Jadi Nisma juga tinggal di sini?" Azizah menerima piring kue dari Nisma "Terima kasih, ya. Repot-repot"

"Gak repot. Rumah saya yang cat abu, Mbak. Oh iya, itu kuenya saya bikin sendiri" senyum Nisma. Melihat Azizah yang tampak lebih santai, membuat Nisma ikut melemaskan bahunya.

"Saya cobain, boleh"

Nisma mengangguk "Boleh. Boleh. Kalau ada kurang manis, atau gak enak, Mbak bilang aja. Biar bisa saya perbaiki kedepannya"

Azizah mengambil sepotong kue lalu melahapnya "ini brownies gula aren bukan sih"

"Iya. Gimana rasanya ?"

"Enak. Saya pernah cobain. Suka. Tapi gak bisa bikinnya" ujar Azizah, sambil tertawa. Nisma ikut tertawa. Entah apa yang lucu. "Tahu bisa bikin kue, nanti buat empat bulanan saya pesen dari kamu aja, bisa ?"

Jodoh Pengganti (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang