Part 15

20.6K 904 34
                                    

Ya Allah, kurniakanlah kami istri dan zuriat yang shaleh, sebagai penyejuk mata.

****

Gemericik air dari keran tak mampu menyamarkan erangan Nisma yang kepayahan setelah menguras seluruh isi perutnya. Morning sicknes itu seharusnya berhenti di bulan ketiga, namun bahkan menginjak usia empat bulan, Nisma masih mengalami muntah-muntah yang cukup parah. Sempat ia berkonsultasi dengan dokter, dan menurut dokter itu tidak berbahaya, karena sekitar 10% ibu hamil mengalami morning sicknes sampai usia kandungan 20 minggu, atau sekitar lima bulan. Apalagi Nisma sedang mengandung anak pertama, dan kembar. Itu salah dua faktor terjadinya morning sicknes.

Adapun setiap makanan yang masuk ke mulut Nisma, hanya sampai melintasi ternggorokan, lantas kembali keluar. Akibatnya juga Nisma sering mengalami dehidrasi, dan mudah lelah.

Tidak. Nisma tidak mengeluh tentang morning sicknesnya, ia hanya khawatir dengan kesehatan bayi-bayinya. Tak pernah sekali pun Nisma mengatakan "kenapa ?" atau sebatas "duh" yang menyiratkan protes atas hal yang dialaminya. Bahkan setelah muntah-muntah hebatnya, dengan wajah pucat, Nisma masih sanggup tersenyum.

Pernah satu kali Herdy bertanya ; Mengapa Nisma malah tersenyum dan bukan merintih, atau mengeluh. Lalu jawaban Nisma berikutnya, berhasil membuat Herdy tertegun dengan perasaan miris sekaligus bangga.

"Ninis malu sama Allah. Dulu Ninis menangis minta hamil. Lalu setelah dikasih hamil malah mengeluh. Allah sudah baik, Ninisnya yang harus tahu diri" katanya saat itu.

Pernah juga Herdy berceletuk tentang pengorbanan seorang ibu, Nisma langsung melotot. Dari pada pengorbanan, Nisma lebih suka menyebutnya kenikmatan, karena setiap sakit ibu hamil, akan Allah membalas dengan pahala berlimpah.

Coba, kurang beruntung apa A Herdy.

"Muntah lagi" Sentuhan pada leher Nisma membuat wanita itu tersentak kaget.

"Aa, ih ngagetin" Nisma menyeka mulut dengan punggung tangan. "Ninis bangunin Aa, ya" lanjutnya, dengan raut bersalah.

Mungkin Nisma lupa jika Herdy adalah mantan prajurit. Setiap inderanya telah terasah tajam. Jangankan suara erangan dan gemericik air, bunyi cicak jatuh pun sanggup membuat Herdy terjaga dari lelapnya.

Herdy menggeleng "mau minum"

Belum sempat Nisma mengangguk, mual itu muncul lagi. Nisma berbalik membungkuk ke atas mangkuk wastafel sambil mengeluarkan suara khas orang muntah.

"Ja-ngan.. dekat A. Hoek.." Nisma mengibaskan tangan, mengusir Herdy, yang alih-alih menjauh, malah semakin mendekat. Kedua tangan pria itu bekerja, sebelah kanan memijit leher Nisma, sebelah kiri menahan rambut wanita itu agar tak terciprat muntahan.

"Kita ke dokter"

Nisma menutup keran sebelum berbalik dan menjawab "Kemarin udah kan ke dokter"

"Tapi kondisi kamu gak membaik" Herdy kekeh dengan kecemasannya melihat kondisi sang istri.

Nisma menggeleng sembari bergelayut di lengan Herdy "Kata dokter nanti juga baikan. Gendong dong, A. Ninis lemes"

Wanita itu memekik, refleks mengaitkan tangan pada leher Herdy, kala tubuhnya terasa melayang. "Pake aba-aba, kenapa ?" Omelnya.

Herdy membawa wanita itu ke atas tempat tidur, lantas beranjak keluar kamar, tak lama kembali lagi dengan membawa segelas susu hangat.

"Nanti muntah lagi, A" Nisma menatap horor gelas di tangan Herdy.

Jodoh Pengganti (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang