Sebuah ajakan

32 2 0
                                    

Dua minggu berlalu, artinya tinggal 17 hari lagi menuju olimpiade. Semakin hari aku dan Dirga semakin akrab, aku merasa jauh lebih mengenalnya. Kami berempat bahkan kekantin bersama setiap hari, berteman dengan trouble maker dan seseorang yang dulu kuanggap belagu ternyata tidak buruk juga.

Bel sekolah sudah berdering mengusir kami, sebagian siswa langsung meninggalkan kelas dan berhadapan dengan urusannya masing-masing.

Dirga berjalan ke mejaku, bersama Dion disampingnya. "Besok lusa mau kerumah gue jam berapa?" Ia mengingatkan sekaligus bertanya.

"Wah, udah saling main kerumah ya.." Dion melemparkan tatapan jahil ke arahku dan Dirga, membuatku ingin menaboknya.

Via pulang terlebih dahulu, jika tidak dia pasti sudah bersekongkol dengan Dion dan meledek kami. Setelah hubunganku dan Dirga yang semakin normal dan akrab, Via dan Dion juga semakin mengejek kami. Entah mereka memang bekerja sama atau hanya kebetulan, tapi kelihatannya mereka malah cocok.

"Belajar doang kok." Ucapku seolah acuh tak acuh, sambil memasukan buku-buku kembali ke dalam tas.

"Eh Ga, coba ajakin Audien deh. Siapa tau dia bisa kan?"

Aku langsung menoleh saat Dion mengatakan kalimat itu, apa yang mereka bicarakan?
Mataku beralih ke Dirga, wajahnya tampak tersipu, aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.

Dion memutar bola matanya, "Kelamaan deh. Jadi Dirga mau ngajak..."

"Besok bisa nonton bareng?"

Deg

Dia...

NGAJAKIN GUE NONTON?

Sebelum Dion selesai dengan kalimatnya, Dirga sudah terlebih dahulu menjelaskan keinginannya. Bicaranya yang spontan membuat jantungku berdebar, apalagi melihat ekspresinya yang tersipu.

Shit, semoga wajah gue gak kaya kepiting rebus..

Aku berdeham sekali dan mengangguk, kemudian terdengar kata 'Yes' dari mulut Dion, yang membuat kami saling bertukar pandang. Jangan-jangan Dion sengaja?

"Eh.. gue balik dulu ya! Bye!" Dengan cepat ia berderap menjauhi kami, anak itu memang seperti Quick Silver.

Kelas sudah sepi, hanya tersisa kami. Lagi-lagi suasana ini, dimana hanya ada aku dan Dirga. Walaupun dua minggu kebelakang kami sering berinteraksi, namun masih ada sedikit canggung saat sedang empat mata seperti ini. Apa mungkin karena perasaanku? Apa karena aku menyukainya?

Tunggu..

Sejak kapan aku mengakui perasaanku pada diriku sendiri?

Aku sungguh menyukainya?

———

"Lo dijemput?" Kami berjalan perlahan menyusuri koridor sekolah, jujur aku menikmati saat-saat seperti ini.

Aku menggeleng, "Naik angkot.." jawabku.

"Gue yang anterin ya..?"

Sontak aku menoleh, membuat mata kami bertemu. Kali pertama ia menawarkan jasa untuk mengantarku pulang, hubungan kami tidak sebaik sekarang. Bahkan waktu itu aku sangat membencinya dan kesal dengan ajakan spontannya. Namun kali ini situasinya berbalik 360 derajat, aku bahkan sangat ingin menerimanya.

"Hm, kalo nggak ngerepotin.." Aku mengalihkan pandanganku. Setiap menatap matanya seperti tadi, rasanya jantungku semakin dikejar-kejar.

puk.. puk..

Aku merasakan tangan seseorang tengah menepuk ubun-ubunku, membuatku merasa nyaman.

Mengenal SeseorangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang