(Author **** POV)
Ini sudah kesekian kalinya Jungkook harus menerima pukulan ringan dari tutor yang bersamanya di ruang khusus. Seorang wanita dengan perawakan tegas nan lugas, dimana setiap raut wajahnya tak ada senyuman disana. Bahkan Jungkook sendiripun merasa takut karenanya, apakah karena ia memang seorang penakut seperti kata ibunya.
Ctak!
Satu kali tongkat tipis namun menyakitkan itu berbunyi dengan sengaja. Menubruk pinggir meja yang ditempati oleh Jungkook seorang. Sedikit berjengit kala suara khas cetakan itu mengenai gendang telinganya. Membuat bulu kuduk namja bergigi kelinci itu merinding. Apakah Jungkook sudah selesai dengan belajarnya? Terasa sangat menakutkan jika harus bersanding dengan tutor galak tersebut.
"Kau salah dalam mengerjakan soal seperti itu. Dimana otakmu apakah kau memberi makan otakmu dengan sesuatu yang tak pantas!" lagi-lagi tutor itu mengomel, segala ucapannya sangat menyakitkan hingga Jungkook meringis karenanya. Sadarkah ia jika ia adalah guru les terburuk di dunia. Nyatanya, wanita ini tidak punya hati atau belas kasih.
Menyepelekan sebuah pendidikan dengan sikap kasar dan tak manusiawi.
"Ibumu sudah membayarku agar kau menjadi pintar, kau harusnya bersyukur masih ada orang yang menampung kebodohanmu, bocah!" sebuah sentilan tepat dijidatnya, membuat Jungkook refleks mengusap dengan sangat cepat. Nyeri dan sakit langsung terasa di jidatnya menimbulkan titik merah di tengah dan berterima kasihlah pada tutor galak di depannya. Andaikan di depannya bukan wanita dewasa dengan segala jabatannya pastilah Jungkook akan membalasanya, walau tampilannya tak akan mungkin bisa.
"Aku sudah berusaha, maafkan aku. Aku lupa dengan rumus mapel ini." Jungkook berucap lirih, tertunduk takut dengan tubuh menggigil. Ini pukul tujuh malam ingat? Sebuah jendela pun sengaja dibuka agar angin tersebut masuk. Walau akhirnya tak akan baik untuk kesehatan disana, dan Jungkook mengakui akan hal itu.
Ingin mengeluh dingin walau kata itu tak terucap, hanya tubuh menggigil menjadi bukti nyata dan ibu Choi selaku tutor disana tidak peduli. Ia bahkan menambah soal fisika dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Mungkin soal tersebut cocok dengan Yoongi yang notabene anak dari nyonya Jeon. Hanya saja, Jungkook tertinggal jauh dengan materi sepele ini.
Saat soal itu tersodor, tangan Jungkook meremat pena bertinta biru ditangannya. Menggigit bibir penuh takut tanpa sadar membuat luka kecil padanya. Hanya bisa menatap barisan soal yang terlihat mengerikan di penglihatannya. Nyatanya...
Jungkook sangat membenci hal berbau kekangan seperti ini. walau ayahnya jauh lebih brutal dalam mendidiknya soal pendidikan. Membuat Jungkook harus memendam seluruh kesenangannya pada lukisan, dan itu terbukti benar.
"Kerjakan soal itu dan kau akan pulang, jika kau gagal aku akan memberimu soal lagi." Sangat dingin, jauh lebih dingin dengan angin malam. Terucap dengan kesombongan tingkat dewa, mungkin saja beberapa akan merasa emosi mendengarnya, hanya saja Jungkook tidak. Ia tak berani melawan karena telah dijatuhi sebuah tatapan penuh ancaman. Mendadak nyalinya menciut karena hal seperti itu.
Apakah ibunya sangat berambisi agar dirinya pintar? Nyatanya sang anak harus jatuh dalam kekangan seorang wanita yang penuh dengan kesempurnaan intelektual dunia pendidikan. Yang mana, hal itu membuat beberapa mantan muridnya trauma, dan itu tersimpan rapi dalam berkas pengalamannya.
Kemungkinan saja Jungkook akan menjadi korban berikutnya.
"Cepat kerjakan waktumu dua menit untuk mengerjakannya, pulang atau tidak itu ada ditanganmu."
Egois memang membuat siapapun akan membenci situasi seperti ini. terkekang oleh belenggu yang memuakan, seakan Jungkook sesak dan sulit bernafas di dalamnya. Walau tubuh tak terikat namun ia tak bisa bergerak sesuai kemauannya. Bagaikan sebuah boneka yang digerakan oleh tuannya, dan Jungkook semakin membenci hal ini. Andai saja Yoongi disini pastinya Jungkook terbebas dalam belenggu ini. tapi....
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha Beta (Sad Story Yoonkook) [Spesial Tears]
Fanfiction'Tidak ada alasanku untuk berhenti mempedulikanmu, karena yang kutahu bahwa kau adalah Beta bagiku. Maka aku katakan dengan lantang di depan dunia, bahwa aku menyayangimu... sangat menyayangimu. Betaku sekaligus adikku. Ya, tentu saja... Karena seor...