- Dibalik Layar -

120 33 0
                                    

Luna

Seperti yang sudah kalian tau, hidupku keliatannya seperti rollercoaster. Kadang ada saatnya diatas karena terlalu bahagia bersama kak Bulan, kadang juga dibawah saat harus menghadapi Ayah.

Ayah memang sekeras itu, 98 99 100! Tidak boleh yang lain.

Malam itu, malam dimana pertama kalinya aku bertemu dia. Suara decakannya yang menarik perhatianku kala itu.

Sekali, dua kali, tiga kali, lama-lama menjadi rutinitas aku bertemu dengannya.

Awalnya hanya karena buku yang tertinggal di meja depan minimarket, tapi tidak ada yang tau bukan rencana Tuhan yang akhirnya menjadikan sepanjang malam kami selalu bersama?

Awalnya hanya penasaran hingga aku ingin mengenalnya lebih dalam, tapi dia mengiyakan. Bahkan ada untukku kapan pun aku butuh.

Awalnya hanya merasa dia adalah tempatku bercurah rasa selama seharian, tapi aku terlanjur jatuh pada pesonanya, pesona Sang Bulan.

Awalnya senang, kukira dia juga begitu? Entahlah, hanya dia dan Tuhan yang tau.

Iya, itu semua awalnya.

Tetapi pada akhirnya aku kecewa, memang tidak ada hak, tapi bukankah wajar jika aku merasa dibohongi?

Memang Tuhan selalu bersama umat-Nya yang baik, aku tau kenyataannya, aku yang sebenarnya, walau masih ada rasa kecewa di hatiku.

Setidaknya aku sekarang tau, hati nya untukku.






Bulan

Maaf bila gue terkesan sombong, maaf bila gue terlihat mempermainkan perasaan Nya.

Malam itu, pertama kalinya gue menghirup udara di luar rumah setelah sekian lama.

Maaf bila gue selalu berdecak sesuka hati, karena sudah jadi kebiasaan.

Dan gue tidak menyesali kebiasaan itu, karena itu yang mempertemukan gue dengan dia.

Apa kalian bingung kenapa gue begitu perduli dan terlihat menyayangi (namun tidak menyukai disaat yang bersamaan) Luna?

Ingat bukunya pernah tertinggal di meja depan minimarket?

Karena terlahir sebagai manusia yang rasa ingin tau nya besar, gue baca buku itu selama perjalanan pulang.

Normal, seperti buku tugas pada umumnya.

Kecuali tiga halaman terakhir, rasanya seperti sebuah buku diary.

Iya, gue tau hidupnya tidak sebahagia keliatannya karena tertulis di buku itu bahwa dia tertekan.

Sebagai orang yang pernah ada di posisinya tentu gue tau rasanya, gue tidak ingin dia berakhir seperti gue.

Gue rasa dia butuh teman curhat, dan dengan gue yang menawarkan diri menjadi tempat keluh kesahnya setidaknya itu bisa mengurangi bebannya.

Awalnya hanya kasihan, simpati, lalu berubah jadi empati. Tapi apa disaat gue sudah merasa bahwa dia hanya milik gue masih bisa disebut empati? Apa disaat gue ingin dia hanya untuk gue masih bisa disebut empati?

Jujur saat dia bilang bahwa gue ternyata terlalu 'mengatur'nya dan dia juga bilang kalimat yang sering gue ucapkan itu, sakit rasanya. Ternyata begitu yang dia rasakan kalau gue bilang kalimat itu.

Setelah itu gue didiamkan, entah apa salah gue. Bahkan gue disuguhkan pemandangan memuakkan, dia yang memeluk saudara tiri gue.

Mungkin memang bukan jalannya, toh gue pun akan pergi meninggalkan dia.

Padahal perasaan gue sudah sedikit ikhlas sesaat sebelum gue benar-benar pergi, tapi Tuhan memang mau membolak-balikan hati gue.

Dia datang, bahkan menangis.

Gue jelaskan apa yang memang bisa gue jelaskan, gue bersumpah bahwa gue saat itu benar-benar tidak ingin pergi. Gue hanya mau dia.

Tapi gue tidak seegois itu, gue tau kalau gue mau dia itu artinya gue harus punya yang lebih dari sekadar rasa cinta.

Gue lega dia akhirnya mau menunggu gue selama lima tahun.






Mogu

Mungkin beberapa dari kalian ada yang tidak begitu senang dengan hadirnya aku, tapi coba baca sebentar supaya kalian paham gunanya aku ada di cerita ini.

Aku kakak kelas Luna di sekolah, iya hanya sebatas itu. Awalnya.

Sebelum aku tau bahwa dia punya masalah, tertekan dengan keadaan yang memaksanya untuk tetap ada di urutan paling atas, semua karena Ayahnya.

Sama seperti Bulan, aku merasa simpati, empati. Tapi rasanya sudah kelewat batas ya kalau disebut empati?

Percaya, aku hanya kasihan.

Di sekolah temannya tidak begitu banyak, karena orang-orang berpikir Luna gila prestasi, orang-orang berpikir untuk apa berteman dengannya jika dia saja hanya perduli pada buku.

Sampai aku melihatnya bersama Bulan.

Aku tidak suka, kesal, marah, dan......cemburu?

Awalnya.

Tapi kemudian aku sadar, untuk apa memaksa jika itu hanya akan menyakiti semua orang?

Sebelum terlambat, aku mau mereka kembali seperti dulu, seperti sebelum aku datang untuk mengacaukannya.

Setidaknya itu yang bisa aku lakukan untuk dua orang yang ku sayang.





💗💗💗



aku juga nggak paham guys gunanya part ini apa, gabut bgt emang maafin ya:(

tapi mood ku lagi hilang setelah final pdx101 hehe, maaf kalau menyangkutpautkan dua hal yang berbeda ini. tapi tolong mengerti, ya?

btw. thankyou so much untuk 1,01k reads nya😭😭

Through The Night || Moon Hyunbin ✔Where stories live. Discover now