VII

59 3 0
                                    

VII

Riko menikmati tiap saat berada di hutan. Bau tanah basah, kadang bercampur dedaunan. Meruap membawa kesegaran tersendiri, yang melapangkan dada.
Rumput-rumput basah terkena embun. Membawa kesejukan bagi telapak kaki. Belukar yang menggores kulit, kadang menyakitkan. Namun menjadi rasa sakit yang dirindukan.
Pepohonan menjulang tinggi. Dengan lumut tebal yang terasa nyaman bila terjamah telapak tangan. Pepohonan dengan kulit kasar, menjulang ke angkasa. Mengingatkan pada dedaunan hijau yang kerap melindungi.
Ada rasa damai disana. Jauh dari hiruk pikuk kota. Kesunyian bernuansa apa adanya. Yang memberi tanpa meminta. Yang menghukum tanpa mencela. Alam yang apa adanya.
Riko menikmati itu semua. Seperti tiap tetes air dari surga. Mereguknya dalam tiap rasa, kebimbangan, kepuasan, kelelahan, bahkan dalam keputusasaan sekalipun.
Itulah sebab mengapa ia selalu berjalan di urutan belakang, dalam setiap pendakian. Sebab ia tak merasa dikejar-kejar orang dibelakangnya. Bisa lebih menikmati alam, dengan tanpa ketergesaan. Mencumbu sepuas ia mau. Sementara bila rasa lelah sudah merajam tubuhnya. Ia bisa beristirahat, tanpa diganggu pendaki rewel yang mengganggu dibelakangnya. Sebab dia tahu bila saatnya sudah tepat, maka ia akan kembali bergerak maju.
Seperti sekarang ini. Riko selalu memilih jadi orang paling belakang dalam pendakian. Sangat berbeda dengan Basith, yang selalu ingin didepan. Meski sebenarnya mereka merupakan sahabat akrab.
Mungkin karena perbedaan itu, mereka merasa ada kecocokan. Saling membutuhkan, karena saling mendukung. Tak ada orang terdepan, kalau tak ada orang dibelakang. Dan tak ada orang dibelakang, kalau tak ada yang mau berada didepan.
Selain filosofi itu, pada dasarnya mereka memang sebenarnya saling membutuhkan. Apalagi kalau berjalan mendaki dalam satu tim besar. Tak ada orang yang paling dipercaya Basith, untuk berada diposisi paling belakang, selain Riko. Hanya Riko yang paling sabar menunggu anggota tim yang lelet kelelahan. Terus memotivasi, dan siap membantu menyelesaikan apapun halangan yang terjadi. Hanya Riko, yang dengan suara kasar tegas terus menjaga keutuhan tim. Memastikan semua dapat mencapai puncak tujuan, dan kembali dengan tubuh utuh.
"Riko...Riko. Di rojer gitu ganti", suara Basith terdengar di HT. Membuyarkan pikiran-pikiran Riko yang semula terbuai dengan aura alam.
"Yoi...di rojer Basith. What's up man ?" jawab Riko berlagak keren.
Jarak mereka memang lumayan jauh kini. Karena Riko harus mengecek daerah mencurigakan menuju lembah. Seperti pernah ada orang yang ingin menerobos masuk ke area tersebut. Terlihat dari ranting-ranting patah yang banyak terdapat disana. Akhirnya diputuskan Riko dan Yusuf menyusuri area itu. Sementara Diana dan Basith terus menuju ke arah puncak.
Hanya dengan HT mereka kini terus berkomunikasi. Saling memberi informasi dan berkoordinasi. Semata untuk tetap waspada dan pengambilan keputusan berikutnya.
"Bagaimana dibawah? Apa ada tanda-tanda mencurigakan? Ganti", tanya Basith.
"Negatif. Negatif. Ganti", kata Riko memberikan kode tak ada yang diharapkan. "Segera meluncur kembali ke atas".
"Coba cek lagi. Mungkin ada barang-barang milik korban yang tercecer. Ganti", pinta Basith.
"Siap. Siap. Sambil kembali akan di cek kembali. Ganti".
"Riko. Riko. Ganti".
"Siap. Ada apa? Ganti".
"Jangan lupa plotting jalur yang di cek. Ganti".
"Siap. Ganti".
"Riko. Barusan ada kabar dari base camp. Operasi SAR resmi dibuka siang ini. Bakal ramai dibawah. Ganti", jelas Basith.
"Berarti kita tim pertama yang sudah berada dilapangan. Ganti".
"Siap. Benar. Ganti".
"Apa ada kabar baru dari korban? Ganti".
"Negatif. Negatif. Masih kabar terakhir, ada yang sakit. Ganti".
"Oke. Ganti".
"Tapi sudah dilaporkan tadi tentang botol setengah kosong yang kita temukan tadi. Ganti", ujar Basith menjelaskan kode tentang orang gila yang mereka temui tadi.
"Ups. Botol setengah kosong. Semoga tak menjadi botol kosong betulan", jawab Riko setengah bercanda, memperkirakan orang gila itu akan tewas.
"Botol setengah kosong. Botol setengah kosong. Ganti. Kami tunggu kau dipertigaan Pasir Pangrango. Kita makan siang disana. Ganti".
"Siap. Ganti. Siap meluncur ke pertigaan Pasir Pangrango. Ganti".
"Over. Hemat baterai. Kabarkan kalau ada yang penting", ucap Basith ingin menutup komunikasi.
"Over. Ganti".
Riko segera menutup komunikasi. Menyalakan HT dalam posisi siaga. Kemudian berteriak memanggil Yusuf yang masih mencari.
"Kita kembali ke atas. Basith sudah menunggu dipertigaan Pasir Pangrango. Base camp sudah berdiri dibawah. Operasi SAR resmi dibuka hari ini", urai Riko.
"Semoga belum terlalu terlambat", sahut Yusuf. Ia merapihkan rambutnya yang penuh dengan serpihan bagian pohon kering. Tampaknya ia menerobos daerah yang belum terbuka.
"Bagaimana dibawah?" tanya Riko yang merasa lucu melihat rambut acak-acakan Yusuf.
"Negatif. Hanya babi yang pernah lewat sini", balasnya.
"Hahahahaha...babi gila".

Novel ini telah diterbitkan di google playbooks dalam bentuk ebook. Bagi yang berminat membeli dapat menggunakan alamat situs dibawah ini:

https://play.google.com/store/books/details?id=Tju2DwAAQBAJ

com/store/books/details?id=Tju2DwAAQBAJ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SesatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang