XI

46 3 0
                                    

XI

Selalu ada hal tak terduga, diantara semua hal yang sudah kita duga. Hal tak terkira, diantara semua hal yang sudah diperkirakan. Sisi yang harus diperbaiki dari sebuah rencana. Faktor acak dari semua keteraturan, yang terbentuk sebatas pemikiran manusia.
Manusia punya keterbatasan. Manusia hanya bisa menduga, memperkirakan, merencanakan dan menjalani. Hasil akhirnya, selalu ada kekurangan. Selalu ada evaluasi dari setiap rencana. Selalu ada yang tak sempurna.
Ketidaksempurnaan itu, yang pada akhirnya menjadikan kita manusia seutuhnya. Jadi sebenarnya tak ada yang perlu disesali. Menjadi tak sempurna adalah menjadi manusia.
Pikiran-pikiran itu juga yang menggayuti benak Basith. Dalam perjalanan turun menuju titik awal pendakian Cisarua. Dimana tim penjemput sudah berjanji menunggu disana.
Dalam keremangan antara siang dan malam. Dalam zona antara terang dan gelap. Semua pemikiran itu menjadi refleksi diri, yang mengingatkan tetang bagaimana rasanya menjadi manusia.
"Apa pernah kau memperkirakan, kalau korban akan menuju daerah Pasir Arca?" gumam Diana sambil menunggu mobil jemputan tiba.
Basith terdiam. Pikirannya masih berkecamuk berbagai hal. Termasuk kemungkinan korban berda di wilayah-wilayah yang diluar perkiraan.
"Area-area itu memang seharusnya menjadi perhitungan. Tapi wilayah Pasir Arca terlalu jauh, untuk dijadikan target pencarian. Entah setan apa yang membawa mereka sampai kesana", sahut Basith berupaya mempertahankan argumen-argumen sebelumnya.
"Tak ada yang perlu dipersalahkan. Benar kata Basith. Tim kita terlalu kecil. Sementara kalau harus mencari sampai Pasir Arca, sangat tak mungkin untuk tim sekecil ini. Dengan kekuatan tim seperti ini, area pencarian yang sudah dilakukan, sudah yang paling masuk akal", tutur Riko.
"Tidak bermaksud menyalahkan siapapun. Hanya menyesali, mengapa kita tidak ke Pasir Arca", sahut Diana lagi.
"Kita pasti kesana, kalau memang ada tanda-tanda mencurigakan. Tapi yang seperti kita semua tahu. Langkah kita sudah tertahan dengan keberadaan mayat itu", suara Riko masih terdengar mendebat.
Adu argumentasi mereka tiba-tiba terhenti, karena ada sinar lampu mendekat dari kejauhan. Semua sepertinya berharap sama, jemputan sudah datang. Yusuf yang sepertinya paling berharap. Karena dia yang paling dulu berdiri. Matanya menyipit, mencoba menerka siapa yang datang.
"Mobil siapa itu?" suara Yusuf yang pertama terdengar, karena merasa tak mengenali mobil yang datang.
Setelah dekat, tampak melongok keluar wajah yang tak asing. Dodo, yang sebelumnya juga mengantar mereka kesini.
"Uhh...kupikir ada orang nyasar lagi kesini", canda Yusuf yang menghampiri.
Dodo tertawa, "Iya nih. Mobil orang kubawa. Biar muat semua, sama barang-barang juga", alasan Dodo sebelum keluar dari mobil.
Setelah keluar mobil, Dodo menyalami semua orang. Ia turut merasakan letih, yang meruap dari masing-masing orang.
"Tadi sebelum pergi, aku sempat melihat korban. Mereka baik-baik saja. Sudah bisa tertawa. Sudah makan banyak pula", urai Dodo.
"Oh ya. Jadi bagaimana cerita sebenarnya dari mereka?" tanya Basith ingin tahu.
"Sepertinya mereka sendiri tak menduga, bisa sampai ke Pasir Arca. Sebab mereka pikir, Pasir Arca itu justru punggungan Cisarua", ungkap Dodo.
"Kok bisa begitu? Memang mereka tidak tahu? Pasti mereka juga membawa peta", tanya Diana.
"Entahlah. Gelap. Mungkin panik. Katanya waktu mereka turun, kabut tebal terus. Pandangan terbatas", cerita Dodo.
"Apa mereka sebelumnya belum pernah turun lewat Cisarua?" kali ini Yusuf yang menyela.
"Belum pernah. Kata mereka sih".
"Pantas".
Semua jelas sudah. Kecelakaan yang terjadi karena kesalahan manusia. Ditambah cuaca yang terus tak bersahabat, menjadi tekanan yang membuat mereka salah dalam membuat keputusan.
Ditambah kiriman SMS yang mencemaskan. Membuat situasi makin bertambah ricuh. Keputusan menggelar operasi SAR juga tak bisa disalahkan. Semua sudah sesuai prosedur.
"Lalu bagaimana dengan botol kosong yang sekarang masih tertinggal?" tanya Basith.
"Masih diutus kesana-kesini. Semoga cepat-cepat dikirim tim untuk menurunkannya", jawab Dodo.
"Jadi masih belum jelas?" Basith bertanya sambil melihat keluar mobil yang mulai berjalan.
"Entahlah. Di base camp juga banyak orang mulai brgerak pulang. Karena berpikir korban sudah ditemukan".
Selintas ada perasaan aneh muncul didada Basith. Seperti ada kejanggalan yang terlewatkan. Tapi ia tak mengerti, apa kejanggalan tersebut.
Sementara laju mobil terus meluncur kencang. Memasuki jalan raya puncak, dan langsung menembus tol menuju Jakarta.
"Mau kemana kita?" tanya Diana.
"Kita bertemu Didi di tempat istirahat tol nanti. Dia sudah menunggu disana", Dodo menjelaskan.
"Lho kita tak perlu ke base camp dulu?" tanya Riko yang baru bersuara.
"Tak perlu. Evaluasi besar sudah dilakukan tadi. Didi sudah menunggu dijalan nanti. Menunggu Diana pastinya", urai Dodo setengah bercanda.
Basith tak banyak berkomentar. Sebentar kemudian mobil yang mereka tumpangi masuk ke rest area tol. Benar saja, Didi sudah menunggu disana. Setelah makan malam bersama, disertai penjelasan tentang korban, yang tak jauh berbeda dengan yang dijelaskan Dodo sebelumnya.
Usai makan mereka berpisah. Diana pindah mobil bersama Didi, juga pulang ke Jakarta. Sementara Basith, Riko, Dodo dan Yusuf juga kembali ke Jakarta dengan mobil berbeda.
Didalam mobil Basith masih terpaku dengan segala kejanggalan-kejanggalan yang ada. Dalam semua kebingungan yang merajalela didalam otak, ia memutuskan memejamkan mata. Istirahat dan berharap semua akan baik-baik saja.

Novel ini telah diterbitkan di google playbooks dalam bentuk ebook. Bagi yang berminat membeli dapat menggunakan alamat situs dibawah ini:

https://play.google.com/store/books/details?id=Tju2DwAAQBAJ

com/store/books/details?id=Tju2DwAAQBAJ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SesatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang