XLVI

20 0 0
                                    

XLVI

"Mayat itu juga pasti seorang gila yang tersesat di gunung ini", terka Yusuf, setelah ia bisa menguasai dirinya.
Sedari tadi memang Yusuf terus terdiam. Sepertinya ia mengalami goncangan mental, setelah melihat sesosok mayat di jalur Pasir Pangrango.
Diana dan Basith segera menyusul ke lokasi penemuan mayat. Kemudian melakukan prosedur standar untuk mengidentifikasinya.
"Bagaimana kau bisa yakin, kalau mayat itu orang gila juga?", timpal Riko.
"Dari pakaiannya. Mayat itu tak memakai pakaian standar pendakian gunung. Ia hanya memakai kaos dan celana jeans. Di lokasi sedingin ini, dengan pakaian seperti itu, sama saja ingin mati konyol. Atau cuma orang gila yang mau melakukannya", analisa Yusuf.
Riko mengangguk-angguk. Menyadari kuatnya asumsi yang dimunculkan Yusuf. Selain itu ia juga hampir setuju dengan Yusuf. Sebab tak ada juga barang-barang milik mayat, disekitar lokasi mayat itu ditemukan.
Memang cuma orang gila, yang mau pergi ke gunung tanpa mau membawa peralatan sama sekali", pikir Riko dalam hatinya.
"Sudah jelas dua pendaki tersesat itu tak lewat sini", Basith tiba-tiba berkata mengeluarkan argumen.
"Kok bisa begitu", sahut Yusuf.
Sambil mengacak rambutnya, Basith melayangkan pandangan ke arah lembah Ciheulang. "Terlepas mayat itu orang gila atau bukan. Yang jelas, dua korban tersesat itu tak pernah memberitahukan pernah menemukan mayat. Padahal sudah beberapa kali mereka mengirimkan SMS", tutur Basith.
"Mungkin saja mereka memang tak pernah melihat mayat ini", sanggah Riko.
"Mayat dengan bau seperti itu? Bahkan dari jalur lintasan saja, baunya sudah kemana-mana. Tak mungkin mereka tak curiga dengan bau busuk seperti itu", tangkis Basith lagi.
Membuat yang lain menjadi terpengaruh. Dan berpikir, mungkin ada benarnya juga pendapat Basith.
"Kalau mereka tak lewat sini, lalu ada dimana mereka? Sementara di jalur Cisarua juga tak ada tanda-tandanya", suara Diana akhirnya keluar.
Pendapat yang ditunggu-tunggu Basith sebenarnya. Karena bisa jadi pemicu hal yang diharapkannya. Mengarahkan mereka semua menuju Citeko.
Lalu Basith menjentikkan jarinya. Senyumnya keluar, memenuhi wajahnya yang kini tampak tragis.
"Pasti mereka salah memperkirakan jalur turun Cisarua. Dan mereka mengira jalur Citeko adalah jalur Cisarua", tukas Basith.
"Seharusnya mereka juga mengerti. Bukan pertigaan jalur pertama yang harus dilewati. Jalur Citeko itu dipertigaan pertama yang ditemui, baru setelahnya pertigaan Cisarua. Mereka seharusnya tahu, kalau tak seharusnya mengambil pertigaan pertama yang ditemui setelah turun dari puncak Pangrango", kali ini Riko yang menyangkal.
Yusuf dan Diana kemudian melihat peta yang disodorkan Riko. Jelas memang disitu. Pertigaan pertama setelah turun dari puncak pertama ke arah punggungan Pasir Pangrango, memang pertigaan Citeko. Baru setelahnya pertigaan Cisarua, Pasir Arca, Lido dan berakhir di daerah Cisaat.
"Apa kau tak tahu, kalau tiap-tiap pertigaan tak selalu jelas terlihat seperti di Cisarua. Pertigaan Lido dan Pasir Arca, biasanya tertutup tumbuhan, karena jarang orang melewatinya. Bisa saja dua pendaki itu berasumsi, mereka telah melewati pertigaan pertama. Apalagi setelah melihat pertigaan jalur Citeko yang terbuka lebar dan jelas terlihat. Namanya juga orang baru turun gunung, pasti lelah. Secara psikologis mereka pasti tergiur memasuki jalur Citeko itu. Karena berharap bisa lebih cepat sampai ke bawah", papar Basith meyakinkan.
Sekarang sudah hampir sampai pada kesimpulan umum untuk semua. Basith tinggal memastikan semua setuju untuk menuju Citeko. Dan ia tahu hanya Riko yang akan bandel melawan argumennya.
"Aku juga tadi melihat ada bacokan tiga garis di pohon yang berada di Citeko. Juga kemungkinan itu memang sudah tak perlu disangsikan lagi", tambah Basith memberikan pukulan pendapat terakhir, yang sekiranya bisa membawa pemikiran semua orang yang ada disana, untuk sepakat dengan rekomendasinya.
Diana mencoba mengingat-ingat perihal bacokan tiga garis yang diutarakan Basith. Meskipun ia merasa tak yakin pernah melihatnya, namun ia akhirnya diam saja. Ia memutuskan mengikuti kemauan sebagian besar anggota tim, untuk menuju jalur Citeko. Selain juga ia merasa tertarik, karena belum pernah melewati jalur Citeko sebelumnya.
Saat Diana berjalan mengikuti menuju Citeko, tiba-tiba terbetik satu firasat dalam otaknya. Basith yang aneh, tiba-tiba berubah menjadi yang bisa diandalkan kembali. Perasaannya segera berkata, itu bukan Basith yang dikenalnya.

Novel ini telah diterbitkan di google playbooks dalam bentuk ebook. Bagi yang berminat membeli dapat menggunakan alamat situs dibawah ini:

https://play.google.com/store/books/details?id=Tju2DwAAQBAJ

com/store/books/details?id=Tju2DwAAQBAJ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SesatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang