XXXIX

22 0 0
                                    

XXXIX

"Anjing !!!", Basith mengumpat dengan keras. Pikirannya kalut. Hatinya menjadi senewen.
Makian itu membuat Riko menoleh. Bertanya-tanya dan bersiap melemparkan bantal. "Ngehek, jangan kau lempar bantal itu", mimik muka Basith terlihat serius. Membuat Riko menahan niatnya.
"Dan aku bukan bermuka bantal. Kalian ingat itu semua", tambah Basith dengan nada keras.
Membuat Yusuf menoleh ke belakang. Memandang dengan hati bertanya-tanya. Sementara Dodo hanya mencari tahu melalui kaca spion tengah.
"Hei kenapa kau. Tiba-tiba marah seperti itu?", gertak Riko tak senang.
"Belum sarapan mungkin. Lapar bisa membuat anda gila", seloroh Yusuf, mencoba mencairkan ketegangan.
Hawa panas karena macet, membuat tubuh Basith gerah. Membuat jiwanya menjadi tak nyaman.
"Sial. Kenapa pula lewat jalan ini. Macet. Bego. Harusnya bisa lewat jalan alternatif. Kalau cuma mau ke Cisarua", ketus Basith masih menggerutu.
"Siapa suruh tidur melulu. Yang tahu jalur alternatif itu cuma kau", jawab Riko dengan nada gemas.
Dengan kesal Basith mengambil snack di dekat persneling depan. Yang kemudian dengan cepat ingin disahuti Dodo. "Iya, aku tahu. Tak akan kuhabiskan snack ini", balas Basith mengagetkan. Seperti sudah mengetahui apa yang akan diucapkan Dodo.
"Uring-uringan terus. Mimpi apaan sih dia", akhirnya Dodo berkomentar dengan pasrah.
"Mimpi ditolak cintanya kali", timpal Yusuf mencoba melempar canda.
"Cinta bertepuk sebelah tangan", sambung Riko mulai tertawa. Dilanjutkan tawa tertahan dari yang lain.
"Sialan kalian. Tak tahu urusannya. Komentar sembarangan saja", balas Basith bersungut-sungut. Mukanya tampak mengeras. Seperti ada yang tertahan dibenaknya.
"Sabar. Sebentar lagi dewi pujaanmu nongol didepan mata. Dia sudah menunggu di Cisarua. Tapi bersama pangeran pilihannya", urai Riko kembali meledek. Karena segan, yang lain hanya tersenyum lebar saja. Tak enak rasanya trrus meledek Basith, yang paling dianggap senior diantara mereka.
"Diana, Diana kekasihku. Bilang saja sama pacarmu. Cincin yang bermata jeli itu. Tanda cinta kasih padamu", nyanyi Dodo melanjutkan ledekan dengan syair seenaknya.
"Damned", sambar Basith sambil melempar bungkus sisa snack ke arah Dodo. Membuat Dodo agak kelimpungan. Efeknya laju mobil  yang dikendarainya menjadi limbung. Untung bisa segera dikendalikan, sebelum terjadi kecelakaan fatal.
"Gila kau Basith. Bisa kecelakaan kita", hardik Dodo. Dia menghentikan mobil dipinggir jalan. Kesempatan itu kemudian dipergunakan Basith, untuk keluar mobil.
Diikuti dengan pandangan heran teman-temannya. Satu sama lain kemudian saling berpandangan. Riko yang kemudian berinisiatif memanggil.
"Hai, mau kemana kau Basith? Kita sudah ditunggu Didi dan Diana", teriak Riko dari dalam mobil.
Bukannya menjawab, Basith malah terus berjalan ngeloyor menjauh. Ia terlihat mulai mendaki sedikit tanjakan tanah dipinggir jalan raya. Tanjakan menuju puncak bukit kecil diatasnya.
Dengan ogah-ogahan Riko memutuskan ikut keluar mobil. Dipandanginya Basith yang bergerak lincah mendaki. Masih Basith yang dulu, pikirnya. Lincah mendaki seperti kijang gunung. Tapi anehnya kalau bertemu dikesempatan biasa-biasa saja sehari-hari, Basith tampak seperti orang lemas tak bertenaga. Itu yang membedakan Basith dengan pendaki lain. Seperti ada energi yang diserapnya saat mendaki gunung. Semua aura lemas tak bertenaga itu seperti hilang, ketika melihat Basith mendaki. Seperti itu juga, Basith yang dikenal Riko selama ini.
"Basith... tunggu", teriak Riko dari bawah bukit. Yang dipanggil tak menjawab sama sekali. Melainkan terus mendaki ke puncak bukit.
Sial, dia tak akan berhenti sebelum mencapai puncak, pikir Riko. Dilihatnya jam di tangan. Kalau tak cepat dia membujuk Basith, bisa makin lama menemui Didi dan Diana. Yang berarti makin lama juga memulai upaya pencarian, dua keponakan Didi yang dikabarkan tersesat.
Tak berpikir lama lagi, Riko segera menyusul Basith ke puncak bukit. Sementara Dodo dan Yusuf hanya menunggu dipinggir mobil. Malas turut campur tangan pada urusan kedua seniornya itu.
"Basith !!! Mau berapa lama kau disini? Kita sudah ditunggu Didi dan Diana. Mau jam berapa kita mulai mencari, kalau jam segini kita masih ada disini", tukas Riko setelah berhasil menyusul Basith.
Basith yang sedang berdiri menatap pemandangan luas didepannya, lama tak menjawab. Kemudian menunjuk ke satu arah. Membuat Riko menengok, melihat ke arah itu. Jalan terlihat berkelok dikejauhan. Seperti badan ular tanpa kepala dan ekor.
"Mereka akan baik-baik saja. Tak perlu cemas. Tak ada yang perlu kita lakukan", akhirnya Basith bersuara.
Jawaban yang membuat Riko menggaruk alisnya. Pertanda ia tak mengerti dan sedang berpikir untuk memahami.
"Tak ada yang perlu dilakukan bagaimana?", tanya Riko tetap tak mengerti. "Ada orang yang minta tolong karena tersesat, malah tak ada yang harus dilakukan. Kenapa kau Basith?".
Dipandanginya Riko dengan kesal. Mengapa Riko tak percaya saja padanya. Ia sudah muak dengan semua ini. Ia ingin sesuatu yang berbeda.
Itu dia, pikir Basith. Sesuatu yang berbeda. Kali ini ia harus melakukan sesuatu yang berbeda. Mungkin keterbalikan dari yang sebelumnya. Dari putih menjadi hitam. Dari kanan menjadi kiri. Dari baik menjadi buruk. Setelah itu ia sepakat, kali ini akan mendahulukan sifat jahatnya.

Novel ini telah diterbitkan di google playbooks dalam bentuk ebook. Bagi yang berminat membeli dapat menggunakan alamat situs dibawah ini:

https://play.google.com/store/books/details?id=Tju2DwAAQBAJ

com/store/books/details?id=Tju2DwAAQBAJ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SesatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang