XVI

37 2 0
                                    

XVI

"Bagaimana kau bisa mengetahuinya?" suara tanya Diana terdengar terengah-engah
Basith memandangi gadis itu, sambil duduk beristirahat menunggu. Setelah dekat, dia berdiri memunggunginya. Seperti mengejek, karena akan memulai berjalan mendaki kembali.
"Seperti sudah kubilang. Aku pernah mengalami hari yang sama seperti hari ini", ucap Basith pendek. Sementara tangannya sibuk membetulkan tali ranselnya.
"Sepertinya efek narkoba belum hilang dari kepalamu", respon Diana sinis, tetap yakin dengan asumsi sebelumnya.
"Terserah kau. Yang jelas aku tak mengosumsi narkoba jenis apapun hari ini. Dan ucapanku itu, memang kenyataan yang sebenarnya terjadi".
Diana mendesah. Merasa akan makin berat cobaan yang akan dilaluinya hari ini. Mencari orang hilang, bersama orang yang mulai kehilangan akal. Ia kemudian duduk, sambil menatap Basith yang mulai bergerak menjauh.
"Ciiiibblleeekkkk !!!!"
"Aannnnddddoooo !!!!"
Terdengar teriakan-teriakan dari belakang Diana. Kedua pria dibelakangnya, Yusuf dan Riko sepertinya masih berharap ada teriakan balasan dari korban. Tetapi semua senyap. Semua teriakan-teriakan itu seperti hilang tertelan lembah dalam. Lembah terjal yang kini berada disamping  kiri dan kanan, jalur pendakian mereka.
Tepat saat Diana melihat kepala Yusuf menyembul dari rerimbunan, dia mulai begerak mengangkat ranselnya.
"Cepat !!! Basith sudah jauh didepan", teriak Diana.
Muka Yusuf seketika berubah kesal. Keletihan masih menggayuti raut wajahnya. Tapi Diana seperti tak mengacuhkan hal itu.
Sudah dua jam ini, mereka mendaki seperti kesetanan. Tanpa ada jeda duduk bersama sekalipun. Terus berteriak-teriak memanggil. Seraya mata mengawasi daerah-daerah menuju lembah, yang mungkin dimasuki dua pendaki tersesat itu. Sesekali mengecek area yang mencurigakan, namun selalu kembali dengan kekecewaan. Karena tak mendapatkan tanda-tanda keberadaan dua pendaki tersesat itu sedikitpuñ.
"Riko, cepat naik. Basith memanggil", kali ini suara Diana terdengar agak keras.
Mendengar suara Diana, Riko segera menyalakan HT yang tergantung di bahu ranselnya.
"Rojer Basith. Siap pantau. Ganti", Riko mencoba menghubungi.
"Riko segera naik. Kita buka fly sheet sebelum hujan turun. Ganti", suara Basith terdengar serak.
Riko melihat sekelilingnya. Kabut memang sudah menyelimuti hutan. Membuat batang-batang pohon menjadi seperti bayang-bayang.
"Belum ada tanda-tanda akan hujan. Ganti", balas Riko kritis.
"Percaya saja. Sebentar lagi hujan. Aku menemukan tempat datar disini. Ganti".
"Oke. Stand by. Segera meluncur kesana. Ganti", balas Riko setelah menatap Yusuf. Kemudian meminta Yusuf segera bergerak mendaki.
Setelah lima belas menit mendaki. Riko dan Yusuf mendapati Basith dan Diana sedang duduk-duduk, disebuah bidang datar diatas tanah. Diatas mereka tampak sebuah batang pohon besar melintang horizontal.
Tepat setelah Riko menaruh ransel. Suara guntur terdengar menggelegar. Diikuti angin yang berhembus makin kencang. Tangan Basith menunjuk ke atas. Seperti ingin mengatakan, kalau semua benar terjadi seperti yang diucapkannya.
Yusuf yang belum mengerti, hanya secepatnya berusaha mengeluarkan fly sheet dari ransel. Kemudian membentangkan fly sheet berbahan parasut itu, melewati batang horizontal. Mengikat ujung-ujungnya pada ranting-ranting disekitarnya. Dalam sekejap, atap naungan darurat sudah menutupi bagian atas kepala mereka. Melindungi dari tetes hujan, dan memberikan tempat untuk menyalakan kompor.
"Hari ini kau agak aneh Basith", ujar Riko memecah keheningan.  Tangannya sibuk mengaduk kopi hitam panas ditangannya.
"Aneh bagaimana?" tanya Basith. Matanya melirik Diana. Curiga kalau perempuan itu sudah bercerita yang tidak-tidak.
"Ya aneh. Tidak biasa. Tidak seperti Basith yang kukenal", balas Riko lagi.
Yusuf memilih diam, karena ia yang paling muda diantara mereka. Sementara Diana menyibukan diri dengan rambut sebahunya yang basah.
"Tak ada yang aneh. Biasa saja. Aku hanya bingung dengan kejadian hari ini. Tapi pasti kau tak akan percaya, kalau kuceritakan juga".
"Lebih baik kita membicarakan apa yang sudah kita lakukani hari ini. Sekalian sedikit evaluasi", sela Diana, mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Sebab menurutnya kalau Basith jadi membicarakan hal yang tadi dibicarakan olehnya, maka sama saja membuang waktu sia-sia.
"Sepertinya kalian berdua menyimpan sesuatu", sahut Riko, seperti bumerang yang siap melibas Basith dan Diana.
Diana terbatuk mendengar kata-kata Riko. Sial, pikirnya. Bisa mengarah ke bermacam-macam asumsi yang merugikan. Matanya kemudian melirik Basith.
Yang dilirik malah sibuk mengunyah kudapan. Seperti tak peduli. Meski kemudian tersenyum lebar. Senyum yang tak dimengerti semua orang.
"Sudah kubilang. Kau tak akan percaya. Walau susah payah nanti kuceritakan. Sama seperti Diana juga", ucap Basith lagi.
Riko menatap Diana, meminta penjelasan. Diana menjadi serba salah. Ia merutuki Basith, karena seperti bola panas kepadanya.
"Aku seperti mengalami hari yang berulang", ujar Basith, merasa tak enak kepada Diana yang menjadi rikuh.
"Hari yang berulang bagaimana? Deja.....deja..apa itu? yang kau sebut tadi pagi?" Riko menimpali.
"Deja vu. Bukan seperti itu. Ini lebih parah lagi. Kalau deja vu, hanya merasa saja. Pernah mengalami pengalaman yang sama sebelumnya. Ini, hari ini sama seperti hari kemarin. Persis sama", urai Basith. Kemudian terdiam mendengar respon Riko.
"Gila. Persis sama. Bagaimana mungkin?" Riko menyahut dengan setengah berteriak.
"See. Tak akan ada yang percaya", tukas Basith. Matanya kemudian menatap Yusuf. Mencoba mencari tahu pendapatnya.
Yusuf hanya terkekeh. Ia hanya mengangkat bahu. Seperti tak ingin mencampuri urusan orang lain.
"Jadi itu, tadi pagi sempat kau bilang, kalau pergi bersama Diana semalam?" tanya Riko, masih tak percaya.
"Seperti begitulah. Apa mau kau keceritakan semua apa yang aku pernah lewati kemarin?" tantang Basith.
Yusuf yang pertama mengangguk. Tak konsisten dengan prinsipnya semula. Diikuti anggukan yang lain, termasuk Diana juga. Yang kembali merutuki diri, karena ikut terlarut dalam cerita nonsens Basith.
Pelan-pelan Basith mulai menceritakan semua apa yang pernah dilalui hari sebelumnya. Mulai dari awal bangun tidur, hingga tertidur lagi saat menuju Jakarta.
"Dan yang terjadi hari ini?" Riko menyela tak sabar.
"Kau bisa menilainya, apa yang sudah kita lalui sedari pagi tadi".
"Berarti kita akan bertemu orang gila, setelah hujan nanti", kali ini Yusuf yang menebak lebih dulu.
"Siapa yang berani bertaruh denganku", kata Basith sambil menenggak habis kopinya.

Novel ini telah diterbitkan di google playbooks dalam bentuk ebook. Bagi yang berminat membeli dapat menggunakan alamat situs dibawah ini:

https://play.google.com/store/books/details?id=Tju2DwAAQBAJ

com/store/books/details?id=Tju2DwAAQBAJ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SesatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang