Berjam jam telah berlalu, namun dokter Farid tidak memberi tanda kalau ia akan keluar. Hal itu membuat Alex semakin khawatir. Rasa khawatir terhadap sang adik kian membuncah, menumbuhkan benih dendam dalam dirinya pada keluarganya. Lama bergelut dengan dendam dan pikirannya, dokter Farid keluar dengan raut khawatirnya.
"Bagaimana keadaan Aletha?" nada khawatir itu lolos dari bibir Alex.
"Hm, dia baik baik saja. Setidaknya kondisi Aletha tidak seburuk tadi"
"Aku takut terjadi sesuatu pada Aletha"
"Tenang Lex, adikmu itu gadis yang kuat" ucap dokter Farid seraya menenangkan Alex.
"Bagaimana dengan penyakitnya?"
"Seperti yang kau tau, semakin kesini kondisi Aletha semakin buruk"
"Lakukan apapun yang terbaik untuknya"
"Tentu" tegas dokter Farid.
Alex memasuki ruang rawat Aletha. Ia terduduk di dekat Aletha. Dengan lembut ia mengusap kening sang adik dipenuhi sayang.
"Kau kuat aku tau itu. Bahkan kau terlalu kuat menahan semuanya sendiri, hingga itu membuatmu rapuh" suara sedih Alex terlontar bagai sebuah bisikan.
Jari jemari Aletha tiba tiba bergerak, perlahan namun pasti, kelopak matanya terbuka menampakkan manik indah nan sayunya.
"Alex" ucap Aletha lirih.
"Ya? Kau butuh sesuatu?"
"Aku ingin pulang"
"Tidak bisa"
"Tapi aku ingin pulang"
"Besok saja, kau belum benar benar pulih"
"Baiklah"
Dipikiran Aletha, apa tanggapan orang tuanya nanti jika ia tak pulang. Tentu itu akan menjadi masalah baru untuknya. Hidupku sepertinya tidak akan lengkap tanpa masalah.
*****
Keesokan harinya, Aletha diperbolehkan pulang karena desakannya. Ia diantar oleh Alex hingga ke kediaman keluarga Smith.
"Kau yakin ingin masuk?" tanya Alex. Ia ragu pada adiknya ah tidak, ia ragu pada kondisi adiknya. Apakah dengan kondisi seperti ini Aletha bisa menghadapi orang tuanya? Selama ini ia tau semua perlakuan keluarga Smith pada adiknya.
"Ya, aku masuk"
"Jika terjadi sesuatu, hubungi aku" ucap Alex sesaat sebelum Aletha benar benar turun dari mobil dan menutup pintu.
"Iya"
Dengan santai Aletha melenggang masuk kepekarangan luas milik keluarga Smith. Baru saja ia membuka pintu, sebuah tamparan mendarat dipipi mulusnya.
"Dari mana saja kamu hah!?" desis Devon pada putrinya.
"Bukan urusan anda tuan" balas Aletha dengan nada dingin juga logat formalitas miliknya.
"Jika kau bosan urusan kamu dicampuri, hapus nama marga Smith dalam nama mu dan tinggalkan rumah ini!" dengan nada sedikit meninggi Devon secara langsung meminta Aletha untuk pergi.
"Ya, sesuai permintaan anda" bersamaan dengan itu, ia berlalu dari hadapan Devon menuju kamarnya. Ia bertekad untuk meninggalkan keluarga, marga, dan juga kediamannya. Percuma tinggal bersama mereka yang menggapnya tak ada.
Saat hendak pergi, tiba tiba kabar mengejutkan menyambar telinga Aletha. Alesha kembarannya mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Mendengar itu Aletha merasa hancur, seberapa bencinya Alesaha padanya, ia tak bisa membenci kembarannya itu.
"Pah, Alesha pah" isak tangis keluar dari bibir Tania dengan Devon yang berusaha menenangkannya.
"Lebih baik kita kerumah sakit untuk menemuinya" ia membawa Tania dan menuntunnya untuk kerumah sakit sedangkan Aletha? Ia juga ingin ikut namun ia ragu.
Tania dan Devon telah tiba dirumah sakit, disisi lain Aletha bergelut dengan pikirannya. Apakah ia harus kesana? Atau pergi dari kehidupannya dan menganggap seolah ini hanyalah bagian yang akan menjadi masa lalunya?
TBC
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.MAAP UPNYA LAMA. MAAP JUGA KALO GAJE PLES PENDEK EHE. SAMA ITU PLIS DEH YA VOTENYA. KEMARIN ADA YANG BACA CERITA TAPI GAK NGEVOTE BSOKNYA JENAZAHNYA DILIATIN DOANG.GSU CANDA.
20-06-2019
Nalaraksara
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi [ Aletha ]
Teen FictionBerkisah tentang kehidupan seorang gadis yang begitu naif ketika dihadapkan dengan kekejian permainan hidup. Baginya, semua terasa buntu dan hampa. Menjadi bayangan tak kasat mata dan tak teranggap ditengah rumah sendiri. Itulah yang ia rasakan, gad...