Pagi hari yang begitu cerah, secerah senyum seorang gadis yang tengah duduk diatas sebuah kasur empuknya, Aletha. Ya, Aletha sudah diperbolehkan pulang dan hari ini adalah hari ulang tahunnya dan Alesha. Ia tidak sabar ingin menghadiri pesta ulang tahun kembarannya itu, bagaimanapun juga Aletha tetap menyayangi Alesha.
Aletha jauh jauh hari sudah menyiapkan kado untuk Alesha, ya sebuah kertas hitam dengan coretan tinta putih dipadu dengan tinta pink itu nampak indah dengan beberapa foto didalamnya. Ia terus memegang benda itu sambil tersenyum menatap lemat lemat benda tersebut.
"Aku sangat penasaran, memang apa istimewanya kertas itu?" tanya Alex yang dibuat penasaran.
"Hm? Ini sangat istimewa bagi ku, aku menyelesaikannya dengan menghabiskan sebagian watu ku"
"Itu hanya kertas hitam yang dililit pita pink kan? Aku juga bisa membuatnya lebih dari itu"
"Jangan menyebalkan Alex. Kau tau? Sesuatu tidak harus dicap berharga dari materi dan fisiknya saja karena keduanya keliru. Contohnya berlian, ia begitu mahal bukan? Semua orang menginginkannya karena kilaunya, tapi apa masih ada orang yang menginginkannya ketika jatuh disekitar sampah? Tidak, semua orang tidak akan berpikir dua kali untuk tetap menyimpannya, mereka akan membuangnya. Tapi berlian tetaplah berlian karena berlian punya harga untuk kilaunya. Dan itulah kertas hitam ini, berharga dengan caranya" jelas Aletha dengan lembut tanpa mengalihkan pandangan dari benda yang dipegangnya.
"Dan kau adalah berliannya Tha" ujar Alex.
"Ya, berlian yang tidak diinginkan"
"Sesuai kata mu, berlian punya harga untuk kilaunya, dan kau adalah berlian yang kilaunya tidak bisa redup. Karena senyuman mu itulah yang menjadi kilau" Alex memandang Aletha dengan pandangan teduh kemudian tersenyum ketika melihat Aletha tertunduk dengan senyum dibibirnya.
"Jadi, jangan biarkan kilau mu pudar. Tetaplah tersenyum hingga-"
"Hingga aku tak mampu lagi untuk tersenyum" Aletha memotong perkataan Alex kemudian tersenyum sangat manis dengan wajah pucatnya itu. Alex mematung sejenak kemudian memeluk adiknya begitu erat. Ia merasa sang adik akan meninggalkannya sejauh mungkin, hingga ia tidak bisa menggapainya kembali.
"Mengapa aku merasa kau akan pergi jauh Tha?" Alex berbisik lirih dicekukan leher Aletha, ia merasa nyaman dan takut disaat bersamaan dalam dekapan sang adik.
"Semua orang akan pergi Alex, dan kepergian sebenarnya adalah ketika seseorang tidak lagi berbaring diatas tanah, malainkan terbaring didalam tanah" ia berujar begitu ringan, seakan itu bukanlah sebuah beban.
"Berjuanglah Tha, aku tau kau bisa, kau pasti sembuh"
"Dan aku tau itu mustahil untuk ku. Takdir ku memang seperti ini, sekuat apapun aku menyangkal tapi memang begini adanya, aku tak bisa berbuat apa apa" Aletha melepas pelukannya dari Alex.
"Aku berjanji, aku tidak akan meninggalkan mu. Aku akan terus bersama mu Lex" ujar Aletha.
"Kau janji?"
"Ya aku janji, aku akan selalu ada-" kemudian Aletha menghentikan perkataannya sejanak lalu melihat reaksi sang kakak.
"Disini" lanjutnya sambil menunjuk dada kiri Alex.
Alex tak bergeming, ia membatu. Ia tau adiknya tidak akan lama lagi, ia tau ia tidak boleh egois, karena yang begitu tersiksa disini bukan hanya dia, tapi juga Aletha. Tapi ia juga tak ingin sang adik pergi.
"Mandilah, aku akan menyiapkan sarapan untuk mu, biar ku panggilkan pelayan untuk membantu mu" Alex mengusap surai indah sang adik kemudian berlalu keluar kamar.
"Maaf" ujar Aletha lirih. Ia tidak suka melihat kakaknya seperti ini. Ia benci akan fakta bahwa kakaknya lemah dan rapuh karena dirinya.
*****
Dilain tempat dengan waktu yang sama, terlihat kesibukan dimana mana. Persiapan pesta ulang tahun nyata terpampang, begitu mewah dan elegan. Perpaduan dari Putih dan Pink terlihat begitu damai. Putih yang tenang dan Pink yang elegan, sungguh indah.
Terlihat seorang gadis yang terus mengoceh dengan senyum yang tak henti hentinya ia pamerkan.
"Waah indah sekali" ujarnya takjub.
"Kau suka sayang?" tanya nyonya besar dirumah itu, Tania.
"Tentu Mah, ini sungguh indah. Begitu sempurna"
"Mama dan Papa akan melakukan apapun untuk putri tercinta Mama ini" Alesha tersenyum mendengar perkataan Tania namun sedetik kemudian ia mengubah ekpresinya, ia terlihat murung.
"Hey, kenapa sayang? Ada apa?" tanya Tania.
"Akhir akhir ini, aku tidak pernah melihat Aletha"
"Apa kau khawatir dengan anak sialan itu?"
"Ah bukan begitu, tapi hanya saja aku sama sekali tidak pernah melihatnya disekolah"
Tania terdiam sejenak. Ia juga merasa kehilangan setelah Aletha meninggalkan rumah namun benci menutup mata hatinya
"Mungkin dia sudah mati. Jangan dipirkan. Mama sudah menyiapkan gaun untuk mu"
"Benarkah?"
"Iya, mau lihat?"
"Tentu Mah"
Alesha berjalan mengikuti Tania dari belakang, ia berjalan hingga ke kamar Tania. Kemudian Tania mengambil sebuah box persegi dan memberikannya pada Alesha.
"Ayo buka"
Dengan mata berbinar Alesha membuka penutup box tersebut kemudian tersenyum lebar sambil mengangkat gaun beraksen putih itu.
"Woaaah ini keren Mah. Sangat indah"
"Kau suka?"
"Tentu"
Dan semuanya akan dimulai. Aletha dan Alesha sama sama mendapat kebahagiaan mereka. Aletha dengan kesederhanaan kasih sayang Alex namun mampu membuatnya terus tersenyum dan bertahan, dan Alesha dengan kemewahan kasih sayang Tania dan Devon namun sulit mengisi rasa kosong dalam dirinya yang tertutupi ego.
TBC
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.EYYO WASSAP GES. AUTHOR LAMA UP YE? MAAP EHE LAGI SIBUK MAS CEYE LAGI MANJA MANJANYA JADI GA BISA BAGI WAKTU KE CERITA INI.GSU TAPI EMNG BNER AUTHOR LAGI SIBUK. SIBUK MENATAP DAN MERATAPI IDUP UYE. PKOKNYA JNGAN LUPA BUAT NGEVOTE CRITA AUTHOR YA GES. BTW BNTU AUTHOR JUGA BUAT NYARI PMBCA SESUAI TARGET, BNTU SHARE YA GES.
17-03-2020
Nalaraksara
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi [ Aletha ]
Teen FictionBerkisah tentang kehidupan seorang gadis yang begitu naif ketika dihadapkan dengan kekejian permainan hidup. Baginya, semua terasa buntu dan hampa. Menjadi bayangan tak kasat mata dan tak teranggap ditengah rumah sendiri. Itulah yang ia rasakan, gad...