PERGI BAB XVI (Awal sebuah akhir)

2.7K 127 16
                                    

Kejadian tadi membuat Alex begitu terkejut, tak henti hentinya Alex merapalkan doa untuk sang adik. Sejak Alex membawa Aletha ke Rumah Sakit ia belum pernah duduk dengan tenang, mulutnya terus mengoceh dengan sumpah serapah yang terlontar dari mulutnya untuk keluarganya yang memiliki ego tinggi.

Alex bersumpah, jika terjadi sesuatu pada Aletha maka ia tidak akan membiarkan keluarganya hidup tenang.

"Kalian tidak harus hidup tenang, kalian akan membayar semuanya" ujarnya dengan nada yang menahan amarah.

Sudah hampir satu jam Aletha ditangani oleh dokter dan tidak ada tanda tanda bagi sang dokter untuk menyudahi kegiatannya itu. Alex terlalu larut dalam pikiran kalutnya.

Disisi lain di waktu yang sama, Alesha terdiam dengan pandangan kosong menerawang. Didalam hatinya ia khawatir pada kembarannya, namun lagi lagi masih ego yang berkuasa.

"Mah, Letha kenapa? Kenapa dia duduk dikursi duduk? Kenapa dia tiba tiba pingsan? Dan Alex? Semua ini apa? Kenapa begitu membingungkan" lirih, hampir tak terdengar oleh telinga pertanyaan Alesha yang terdengar pedih.

"Mama juga tidak tau. Anak mama, Alex juga Aletha. Kenapa mama selama ini tidak sadar. Mama punya satu anak yang sama sekali tidak pernah mama perhatikan selama sembilan tahun lamanya. Lesha, apa mama kejam? Apa mama ibu yang jahat? Apa mama masih pantas dipanggil mama?" tangis Tania pecah diakhir kalimatnya, Devon yang melihat sang istri menangis tersedu sedu ikut merasakan penyesalan yang tiba tiba muncul.

"Mah, mama ini mama terbaik yang pernah ada. Jangan seperti ini mah" bujuk Alesha agar Tania lebih membaik, namun tidak sesuai yang diharapkan Alesha. Tania justru semakin histeris.

Tiba tiba Devon menerima telpon yang ternyata dari Alex.

"Apa kalian puas?" nada dingin Alex lah yang pertama kali menyapa pendengaran Devon.

"Apa maksud perkataan mu Lex? Papa tidak mengerti"

"Ck jangan berpura pura. Tujuan kalian sudah semakin dekat. Selamat pah" begitu dingin namun tersirat nada sedih disuara Alex.

"Papa tidak mengerti apa yang kau maksud! Berhenti berbelit belit" nada bicara Devon naik satu oktaf dan sedikit membentak membuat Alex merasa geram.

"Aletha sekarat pah. Kalian senang kan? Dia akan meninggalkan saya, kalian puas?" sangat tenang, begitu tenang Alex mengatakan hal itu.

Tidak ada jawaban dari Devon, ia menatap Tania yang sedang menampilkan raut bertanya pada sang suami.

"Jika anda ingin bertemu dengan Aletha, silahkan. Saya tidak bisa egois untuk situasi yang satu ini. Dia sekarang dirawat di Rumah Sakit tempat Alesha di rawat dulu" sambungan dimatikan sepihak oleh Alex.

Devon kini terduduk dengan lutut sebagai penopang tubuhnya, ia merasakan sebuah batu mengahantamnya. Perkataan Alex masih begitu jelas dipendengarannya.

"Pah, ada apa? Siapa yang menelpon?" tanya Tania berjalan mendekati Devon.

"Alex"

"Kak Alex?" tanya Alesha.

"Iya, ayo ke rumah sakit sebelum semuanya terlambat" Devon tiba tiba bangkit setelah mengatakan itu. Tania dan Alesha dibuat bingung dengan ketiba tibaan Devon.

"Untuk apa?"

"Jangan banyak tanya"

*****

Sesampainya di Rumah Sakit, Devon langsung menuju tempat dimana Aletha ditangani. Ia melihat putra satu satunya menangis dalam diam. Devon tak pernah melihat putranya seperti ini begitu juga dengan Alesha dan Tania.

"Alex" panggil Devon.

"Kalian datang. Mau mengucapkan selamat tinggal pada adik saya?" sinis dan tajam, nada lembut Alex terdengar demikian.

"Apa maksud kamu? Diamana Aletha?"

"Oh mencarinya? Dia didalam sana" tunjuk Alex pada sebuah pintu yang belum menunjukkan tanda tanda akan ada seseorang yang keluar dan mengatakan sebuah keajaiban.

"Aletha? Pah apa yang terjadi. Sebenarnya apa yang terjadi pada Aletha? Jawab Alex!!" bentak Tania tertahan pada Alex.

"Peduli?"

"Tentu mama peduli Lex, dia anak mama. Mama yang melahirkan dia!"

"Oh begitu. Lalu selama ini kalian kemana? Menelantarkannya begitu saja, tidak memperhatikan dia sedikit pun, apa itu peduli? JAWAB SAYA!" emosi Alex kini tersulut, ia kalut, marah, dan benci.

Baik Tania atau Devon tidak ada yang menjawab, bahkan Alesha juga menjadi sasaran kemarahan Alex.

"Kau. Kau kembarannya, saudaranya, kau seharusnya merasakan apa yang dirasakan Aletha! Tapi apa!? Kau egois, kau menuduh Aletha merebut segalanya dari mu, tapi nyatanya? Kau yang merebut semuanya dari Aletha" tunjuk Alex pada Alesha dengan raut marahnya. Mata merahnya akibat menangis menatap tajam Alesha.

Tiba tiba ruangan disebelah mereka terbuka dan menampilkan sosok dokter Ferdi dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Aletha mana?" to the point.

"Dia ada didalam. Ia ingin bertemu kalian semua" ujar dokter Ferdi.

Alex masuk dengan dengan cepat diikuti Devon, Tania, dan Alesha. Mereka melihat Aletha yang begitu pucat dari sebelumnya. Adiknya terlihat seperti mayat hidup. Hati Alex teriris melihat pemandangan itu begitu juga dengan Tania yang sejak tadi menahan tangis.

Tiba tiba Aletha melirik lemah kearah mereka berempat, menatap satu persatu wajah orang yang di sayanginya kemudian tersenyum kearah salah satu dari mereka, Tania.

"Mah" panggil Aletha dengan nada lemahnya sambil tersenyum, Tania yang melihat itu menumpahkan tangisnya sambil berjalan mendekati putrinya.

TBC
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

ASEQ JADI RAJIN UP YE AHAI. JAN LUPA SUBREKER YA GES.G MKSIH BUAT PEMBCA SETIA PERGI [ ALETHA ] KALIAN DE BES LAH WKWK OKSIP. KALO ADA TYPO MAKLUMI LAH. OIYA JAN KESEL YA KALO COVER NYA GANTI MULU WKWKWKWK. BTW SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA GAES.


24-04-2020
Nalaraksara

Pergi [ Aletha ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang