PERGI BAB VI (Kecewa)

2.6K 127 0
                                    

Sejak hari dimana seorang pria tak dikenal itu menolongnya, lagi. Aletha sealalu merasa ada yang mengawasinya. Namun bukannya merasa takut, Aletha justru merasa aman, entah itu perasaan apa. Tidak bisa ia pungkiri, kalau ia merasa jika orang yang mengawasinya adalah orang yang sama yang menolongnya, dan orang itu memiliki kemiripan dengan Alex.

"Hey, kenapa menghayal?" ucap Conita sambil menepuk pelan pundak sahabatnya itu.

"Tidak"

"Oh iya, akhir akhir ini kita jarang keluar bersama. Mau jalan diakhir pekan?"

"Tidak. Malas"

"Jangan begitu dong Tha, kau juga butuh refreshing biar tidak terbebani"

"Hm" ucapnya dingin kemudian beranjak dari kursinya menuju perpustakaan.

Saat di perjalanan, Alesha dan teman temannya mencegat Aletha. Alesha mendorong tubuh mungil adik kembarnya itu hingga membentur tembok.

"Ssh" ringis Aletha kala punggung mungil itu membentur tembok.

"Mau kemana buru buru hm?" tanya Alesha dengan nada sinis.

"Bukan urusan kalian" ketus Aletha.

"Heh angkuh sekali, mau ku tampar hah!?" teriak Luna sambil mencengkram dagu Aletha kuat.

Kemudian, tangan Alesha nampak melayang hendak menampar pipi mulus Aletha. Namun belum sampai mendaratkan tangannya dipipi mulus Aletha, tiba tiba ada sebuah tangan kekar yang menahan tangannya.

"Berani kalian menyentuhnya, kalian berurusan dengan ku" ucap pria itu dingin.

"Kau siapa hah!?" bentak Alesha pada pria bermasker itu.

"Bukan urusan kalian" desisnya kemudian menarik lengan Aletha pergi.

Mereka berada ditaman belakang sekolah. Aletha memperhatikan pria bermasker itu dari samping, menyerupai seseorang yang dia kenal, batinnya.

"Terima kasih" ucap Aletha tulus, namun pria itu tak berani memandang kearahnya.

"Sama sama"

Kemudian Aletha kembali memperhatikan pria disampingnya. Semakin diperhatikan, semakin mengingatkannya dengan sang kakak, Alex. Tanpa sengaja pria itu melihat kearah Aletha yang masih memandangnya, mereka bersitatap beberapa detik kemudian pria itu beranjak pergi entah kemana.

"Mata itu? Hangat dan teduh sama seperti Alex. Sebenarnya kau itu siapa?" lirihnya dalam keheningan.

______________

Ponsel disaku roknya bergetar menandakan ada seseorang yang sedang mencoba menghubunginya. Ia melihat nama yang tertera dan kemudian mengangkatnya.

'Halo' jawab Aletha.

'Kau dimana Tha?'

'Ditaman'

'Aku kesana ya'

'Tidak perlu'

'Aku kesana, titik'

Aletha hanya mendengus melihat tingkah sahabatnya satu ini, tapi ia bersyukur masih memiliki Conita yang mau menerimanya diantara orang yang memandangnya sinis.

"Oh astaga Aletha, kau tidak apa apa kan? Ku harap tidak terjadi sesuatu tadi" begitulah tabiat Conita, ia sangat menyayangi sahabatnya itu.

"Hm. Aku tidak apa apa" dengan bersusah payah ia menyembunyikan rasa sakitnya.

"Kau sakit hm?"

"Tidak"

"Tapi kau pucat"

"Oh ya? Kalau begitu aku akan pulang saja, aku menitip absen pada mu" setelah itu, Aletha langsung berlari menjauh sambil mencengkram dadanya kuat akibat rasa sakit yang melandanya. Sekuat apapun ia menyembunyikannya, tetap saja ia tidak sanggup menahan sakit itu.

"Sssh kenapa kambuh disaat seperti ini?" ringisnya kesakitan. Dengan sigap ia berlari kearah mobil miliknya kemudian melaju dengan cepat menuju Apartemen miliknya, ya tempat itu ia beli untuk berjaga jaga ketika penyakitnya kambuh di situasi seperti ini.

"Argh kenapa begitu sakit" ia terus meringis kesakitan hingga ia kemudian mengeluarkan sebuah obat dari sakunya, kemudian dengan cepat ia menelan obat tersebut.

"Hah untung saja" setelah itu ia memutuskan untuk bersistirahat sejenak.

Tanpa ia sadari, hari semakin gelap hingga ia terpaksa pulang malam dan ia yakin, itu akan mengundang keribuatan sama seperti biasanya.

"Aku pulang" ucapnya ketika memasuki rumah mewah namun hampa baginya itu.

"Dari mana kamu hah!?" suara dingin itu memecah pendengarannya.

"Bukan urusan anda" balasnya dingin.

"Jelas ini urusan saya, kamu tinggal dirumah saya jadi harus patuh pada aturan rumah ini" murka Devon pada sang putri, Aletha.

"Maaf jika merepotkan" ucap Aletha sendu.

"Ya! Kau memang merepotkan, kau membawa kesialan, dan sekarang kau memcoba mencoreng nama baik saya dengan menjadi jalang hah!?" teriaknya dihadapan wajah Aletha, dan itu sungguh membuatnya sakit, kata kata itu kata kata yang menyedihkan.

"Jaga bicara anda" ketusnya.

"Kau yang harusnya jaga sikap nona, kau hanya menumpang disini jika kau lupa"

"Jika memang anda ingin saya pergi, maka saya kan menuruti itu"

"Ck kau sudah merenggut nyawa putra ku. Dengan mudahnya kau ingin pergi HAH!? DASAR PEMBUNUH!!" kini giliran Tania yang merasa murka, ada perasaan bersalah kala melihat Aletha, putrinya hanya diam membatu.

"SAYA BUKAN PEMBUNUH SAYA BUKAN PEMBUNUH!" teriak Aletha dan mendapat sebuah tamparan yang mampu membuat ujung bibirnya sobek.

"Jaga bicara mu Aletha" tukas Devon dingin.

"Saya tidak akan pernah pergi dari rumah ini sesuai keinginan anda, hingga tubuh saya tidak mampu lagi menampung oksigen maka disitu saya akan pergi, permisi tuan, nyonya" setelah mengatakan itu, Aletha berjalan menuju kamarnya.

"Kasihan sekali nasib mu ini" ejek Alesha saat berpapasan dengannya.

"Berhenti ikut campur urusan ku" kemudian ia berlalu dengan wajah dingin dan angkuh itu. Namun setibanya dikamar, air matanya meluruh dan tubuhnya terjatuh begitu saja. Sosok tegar itu adalah sosok yang rapuh serapuh rapuhnya, seakan ia adalah keramik tipis yang mudah pecah.

"Lihat aku sekali saja. Biarkan aku merasakan bahagia" lirih dan pedih, nada yang begitu menusuk bagian inti dari hati.

TBC
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

MAAP KALO TYPONYA BANYAK SOALNYA GAK BISA LAGI EH TRUS MAAF JUGA KALO PENDING YA NULISNYA, VOTE YA GAESSS


02-04-2019
Nalaraksara

Pergi [ Aletha ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang