Bangun lebih awal dari keluarganya yang lain sudah menjadi kebiasaan seorang Athala. Hari ini merupakan hari dimana dia harus mengecek kondisinya sesuai permintaan sang dokter yang sudah ia anggap seperti omnya sendiri, dokter Farid.
"Mau kemana kamu? Tidak sekolah eh?" nada ketus itu berhasil menghentikan langkahnya. Memang, hari ini Aletha harus sekolah tapi dia juga harus mengecek kondisinya.
"Bukan urusan anda"
"Ya ya lakukan sesukamu. Sebentar lagi saya kedatangan tamu. Cepat pulang dan siapkan makan malam" ujar Devon memerintah.
"Saya bukan pembantu" balas Aletha dingin.
"Kau memang bukan pembantu. Tapi agar kau sedikit beguna dirumah ini kau merangkak jadi pembantu, jangan hanya menumpang" kata kata Devon sungguh menyakitkan ditelinga sang putri, namun bukan Aletha namanya jika tak mampu menyembunyikan perasaannya.
"Ya" jawabnya singkat setelah itu ia langsung pergi.
Saat diperjalanan, Aletha selalu memikirkan hidupnya yang belum berubah. Kasih sayang orang tuanya seakan hilang dikikis waktu.
"Haruskah aku hidup menderita sebelum pergi? Kurasa itu lelucon dari garis hidup ku " kemudian ia hanya tertawa hambar, benar benar hambar.
___________________
"Pagi dok" sapa Aletha pada dokter Farid.
"Kenapa kau lambat Aletha?"
"Hm dijalan sangat macet dok"
"Begitu ya, oh iya sekarang waktunya kamu kemo"
"Kemo? Bukan kah saya sudah bilang, saya tidak mau kemo dok" bantah Aletha.
"Kau harus Aletha. Bagaimana pun juga kau itu harus sembuh"
"Untuk siapa? Untuk siapa saya harus sembuh dok. Untuk keluarga yang tak menginginkan saya? Untuk Ibu yang merasa sial melahirkan saya? Untuk Ayah yang tega mengatai anaknya jalang? Atau untuk kakak yang suka melihat penderitaan adiknya? Iya dok? Saya rasa itu mustahil" tutur Aletha panjang dengan mata berkaca kaca, siap menumpahkan air mata yang sedari dulu ia pendam sendiri.
"Untuk aku Tha" ujar seorang pria membuat Aletha dan dokter Farid mengalihkan pandangan.
"Kau?" tanya Aletha bingung.
"Iya, untuk aku. Kakak mu, Alex Vedrick Smith" ujar pria yang mengaku Alex itu.
"K-kau? B-bagaimana bisa? Itu tidak mungkin. Alex sudah meninggal dalam kecelakaan" kalut, ia benar benar kalut. Antara percaya atau tidak karena pria didepannya memang memiliki kemiripan dengan Alex.
"Iya ini aku. Nanti akan kujelaskan setelah kau melakukan kemo hm?" dengan lembuat Alex mengelus puncak kepala sang adik dan saat itulah pertahanan seorang Aletha runtuh. Ia menangis sejadi jadinya didekapan sang kakak.
"Mama sama papa harus tahu ini Lex, putra mereka masih hidup" ia mendongak melihat sang kakak yang masih memeluknya dengan mata sendunya.
"Jangan sayang, mereka jangan sampai tahu hm? Aku yang akan menjaga mu, dan memberikan mu kasih sayang yang sempat hilang dari mu, hm?"
"Terimakasih" kemudian Aletha kembali memeluk kakaknya.
"Jadi? Bagaimana dengan kemonya?"
"Tentu saja jadi dok, silahkan"
Kemo yang dilakukan Aletha berlangsung cukup lama karena sempat tertunda akibat drama kakak adik itu. Kemudian Alex menceritakan segalanya, mulai dari dokter Farid yang menolongnya pasca kecelakaan kemudian mengoprasi wajahnya yang hancur akibat benturan hingga pemulihan yang ia lewati selama bertahun tahun. Dan ia juga menceritakan tentang ia yang selalu mengawasi sang adik dari kejauhan, dan tak segan untuk menolongnya.
Alex mengantar Aletha pulang kerumah, didepan rumahnya terlihat banyak sekali mobil mewah yang terparkir.
"Oh astaga, aku lupa kalau mereka memintaku untuk masak" ucap Aletha sambil memandang takut.
"Ini rumah mu Tha, kau bukan pembantu. Sana masuk"
"Kau sendiri? Kapan pulang hm?"
"Entahlah, aku belum siap melihat wajah kejih mereka itu"
"Mereka juga orang tua mu Lex"
"Iya, sana masuk"
Kemudian Aletha hanya mengangguk dan berjalan masuk kedalam rumahnya. Saat melewati ruang tamu, seseorang menegurnya.
"Tuan Devon, dia siapa?" tanya salah satu rekan kerja Devon.
"Ah dia? Dia putri pelayan rumah kami, ia memang agak mirip dengan Alesah karena terlalu sering bersama" ujar Devon ringan tanpa rasa bersalah.
'Putri pembantu yah' Aletha membatin sembari tersenyum miris.
"Oh begitu. Ia memang mirip Alesah, tapi gadis ini jauh lebih cantik. Sepertinya dia sopan" puji rekan bisnis Devon yang lain.
"Ah begitu ya. Dona sana masuk bantu ibumu" mendengar itu membuat Aletha sadar akan posisinya, bahkan namanya berganti menjadi 'Dona' miris sekali.
"Permisi tuan tuan" pamit Aletha sesopan mungkin.
Ia berjalan kekamar dengan air mata dipelupuk matanya. Ia begitu terluka mendengar ucapan sang Ayah.
"Bukankah anda punya dua orang puteri? Dimana yang satunya?" tanya rekan bisnis Devon setelah Aletha beranjak pergi.
"Ah itu, dia dia sudah tiada" ujar Devon dengan raut wajah sesedih mungkin.
Sedangkan disisi lain, seorang gadis menatap benci pada Devon yang begitu melakonis.
"Kalian benar benar kejih. Aku tidak percaya Aletha menyembunyikan semua ini dari ku, kenapa ia bisa setahan ini hidup dineraka rasa dunia ini" ujar gadis itu pelan hingga tak terdengar. Kemudian ia menatap kearah tangga yang dilalui Aletha tadi.
'Kau berhutang penjelasan Tha' Batin gadis itu, Conita.
TBC
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.TAKDIR TAKDIR KENAPA LO ITU HOBI MAININ PERASAAN ORANG SIH KAYAK DOI AJA HIYA HIYA. JANGAN BOSAN BOSAN YA BY INI EMANG GAJE TAPI MAKLUMIN LAH YAK
05-04-2019
Dsntlove (nlraksra)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi [ Aletha ]
Teen FictionBerkisah tentang kehidupan seorang gadis yang begitu naif ketika dihadapkan dengan kekejian permainan hidup. Baginya, semua terasa buntu dan hampa. Menjadi bayangan tak kasat mata dan tak teranggap ditengah rumah sendiri. Itulah yang ia rasakan, gad...