PERGI BAB X (Ginjal Untuk Alesha)

2.9K 121 5
                                    

Pada akhirnya, Aletha memilih untuk ikut melihat sang kakak yang tengah terbaring lemah diruangan nuansa putih itu.

"Rumah sakit hm" ujarnya. Ia seakan ingat hampir bagian waktunya ia habiskan dirumah sakit.

Ia melihat sang kembaran dari luar ruangan melalui jendela kaca pada pintu. Aletha bisa melihat betapa hancurnya Tania melihat Alesha terbaring sembari memejamkan mata.

Sesaat kemudian, Devon terlihat hendak keluar bersama dokter yang menangani Alesha. Aletha kemudian menyingkir dan bersembunyi dibalik tembok koridor dan mendengar percakapan Devon dengan sang dokter.

"Pak Devon sebaiknya mencari ginjal yang cocok dengan putri anda" ujar sang dokter.

"Apa tidak ada pendonor dari rumah sakit ini dok?" tanya Devon.

"Tidak ada, jika ada pihak rumah sakit tidak akan meminta anda untuk mencari pendonor"

"Baiklah, saya akan mencarinya"

"Jika bisa sesegera mungkin pak, karena nyawa anak bapak tergantung operasi"

"Tentu dok"

Mendengar itu, Aletha seakan dihantam bebatuan besar. Ia punya firasat kalau ginjal donoran untuk Alesha nantinya adalah ginjalnya. Ia sangat yakin akan hal itu. Karena mereka adalah saudari kembar maka tentu saja ginjal mereka sama.

Tak lama dari itu, Tania menelfonnya. Sesuai dugaannya, ternyata mereka lebih mementingkan Alesha dari pada Aletha.

"Datang kerumah sakit Permata sekarang" nada dingin milik Tania menggema diseberang sana.

"Iya" jawab Aletha dengan nada tegar miliknya.

* * * * *

"Saya tidak mau" nada dingin itu terlontar dari bibir Aletha.

"Kamu ini saudari macam apa hah!? Alesha sedang terbaring disana, dia butuh bantuan kamu lebih tepatnya ginjal kamu itu" ujar Tania menahan emosi.

"Setidaknya kamu bisa berguna dikeluarga ini" perkataan Devon menjadi bumerang untuk Aletha.

"Apa yang saya dapat dari mendonorkan ginjal saya ini? Kebahagiaan?" dan juga apa dengan satu ginjal dan paru paru yang mulai kehilangan fungsi ini bisa membuat ku hidup? sambungnya dalam hati.

"Cukup berikan ginjal mu. Kami akan membahagiakan mu" ujar Devon terpaksa.

Ini kesempatan untuk ku bisa dilihat. Semoga kalian menepati janji kalian, batin Aletha berharap.

"Baiklah"

Hari hari baru akan dimulai setelah ia membuka mata nantinya, pikir Aletha.

Operasi pendonoran hampir saja tidak bisa dijalankan karena kanker milik Aletha. Sedangkan persyaratannya sang pendonor harus stabil sedangkan Aletha jauh dari kata itu, namun atas paksaan Aletha sang dokter menyerah dan melanjutkan operasi itu.

Berjam jam proses operasi dilaksanakan akhirnya membuahkan hasil. Kini Aletha dan Alesha dipindahkan pada ruangan yang berbeda. Alesha dipindahkan ke kamar yang begitu luas sedangkan Aletha dikamar yang hanya cukup menampung satu ranjang saja.

* * * * *

Aletha menanti orang tuanya datang sejak tadi, namun nihil. Mereka tak muncul sama sekali hanya untuk mengecek keadaan Aletha.

"Apakah kalian menepati janji kalian? Kuharap begitu" ucapnya dalam hening.

Suara ketukan terdengar menggema dikamar hening itu, Aletha merasa senang karena ia menganggap itu adalah orang tuanya yang datang menjenguk.

Saat pintu terbuka perlahan senyum yang mengembang dibibir Aletha perlahan luntur. Pasalnya, bukan Devon maupun Tania yang datang melainkan seorang dokter yang mengoprasinya tadi.

"Hai Aletha, bagaimana kabar mu? Ada keluhan selepas operasi?" tanya dokter tersebut.

"Tidak ada dok" ujar Aletha dingin dengan menelan kekecewaan.

"Baiklah, kondisi mu tidak bagus untuk saat ini. Kanker mu bisa merusak mu kapan saja, apalagi dengan satu ginjal itu mustahil"

"Saya mengerti itu"

"Ini obat mu, ku harap kau menjaga kesehatan mu. Apakah hal ini kuberitahukan pada orang tua m?"

"Tak usah"

"Aku akan merawat mu, aku merasa memiliki putri. Kau begitu dermawan ah tidak kau begitu baik bahkan kau lebih baik dari malaikat" ujar dokter itu seakan menghibur Aletha.

"Terimakasih, namun kau tak usah repot"

"Baiklah, istirahtlah"

Aletha Pov On

Persetan dengan apa yang dikatan dokter itu, beliau begitu baik namun sakit yang kurasakan kian bertambah. Terlalu berharap sepertinya. Mungkin tidak ada tempat lagi untuk ku dikehidupan mereka. Aletha, kenapa kau begitu sial sih. Mungkin benar yang orang katakan, kau ini pembawa sial ck.

Tanpa ku sadari, air mata ku mengalir kian deras. Sakit, begitu sakit ketika harapan yang diberi membuat kita seakan lupa untuk berhenti tersenyum, namun nyatanya? Begitu menyakitkan.

Ditengah lamunan ku, pikiran ku mengarah pada Alex. Entah bagaimana ekpresinya nanti. Aku tidak bisa membayangkannya. Entah dia akan kecewa pada ku atau mungkin sangat marah karena tidak memberi tahukannya lebih dulu.

* * * * *

Dari pada menunggu orang tuaku yang mustahil datang menjengukku lebih baik aku kembali ke rumah dan menyiapkan barang barang ku, karena sebelumnya aku ingin pergi.

Diperjalanan aku hanya berjalan kaki, mau menggunakan kendaraan umum aku tak membawa sepeser pun. Namun saat tengah asik berjalan sebuah mobil berhenti tepat disamping ku, Alex. Ya itu Alex, aku bingung bagaimana menghadapinya.

"Aletha" suara dingin itu baru pertama kalinya ku dengar mengalir dari mulut Alex.

"Y-ya?" rasa takut mendera, hanya untuk berbicara bibirku terasa kelu.

Alex tak berhenti menatap ku dengan tatapan mengintimidasi miliknya, ia memperhatikan baju yang ku kenakan dengan lekat. Aku lupa untuk menggantinya.

"Bagaimana bisa?" masih dengan nada yang sama, menakutkan.

"A-aku t-tidak begini a-anu" sial, umpat ku dalam hati.

"Apa yang terjadi? Aku menelpon mu sejak tadi, dan kau tak mengangkatnya. Dan apa apaan dengan baju rumah sakit ini? Kau sakit? Dan tidak memberi tahu ku?" nada amarah dan kecewa bisa ditangkap oleh pendengaran ku. Aku merasa bersalah melihat Alex seperti ini.

"Maaf" hanya itu yang bisa ku ucapkan.

"..."

"Aku ingin pulang" ujarku sambil menunduk akibat takut. Namun, sebuah usapan lembut mendarat dikepalaku. Itu Alex, dengan perlahan ku angkat kepala ku dan mendapatinya tersenyum.

"Biar ku antar kau pulang, kau bisa menceritakannya nanti. Dan lagi aku tidak marah, aku hanya khawatir" setelah mengatakan itu, Alex membawa ku kemobilnya dan mengantar ku pulang. Aku sungguh bersyukur memilikinya sebagai kakak ku setidaknya ada yang memahami kondisi ku.

TBC
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

YO YO WELKAMBEK TUMAI CENEL GES EH SALAH STORI GESS. MAAPIN KALO ADA TYPO YE. JANGAN LUPA VOTE YA SAYANG OKSIP SEKIAN DARI AUTHOR YANG GAJE INI PLES CERITA GAJENYA AUTOR UCAPKAN BYE :V


30-08-2019
Nalaraksara




Pergi [ Aletha ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang