Empat - Nira

4.9K 800 41
                                    

"Mau ya, Bu? Please?" Aku memasang wajah memelas kepada ibuku yang sedang mempersiapkan makan malam dibantu Mbak Iis. Aku sudah menceritakan perihal permintaan Bu Yulinda.

"Bubu takut gak amanah aja, Sayang," kata Bubu tanpa melihatku. Tangannya sedang sibuk mengocok telur.

"Bubu pasti bisa kok." Kembali aku merayunya.

"Kak berisik ah," Nathan mengangkat wajah dari buku PR-nya.

"Dukung aku kek," kataku sebal.

"Bubu kan sibuk. Di kantor, di yayasan, belum lagi kalau syuting. Nanti Bubu gak bisa masakin makan malem buat kita," timpal Nathan.

"Kamu mah mikirinnya makan doang," cibirku. Nathan malah memandang dengan berbinar dan menjilat bibirnya. Tapi memang benar apa yang dikatakan adikku. "Tapi iya sih. Nanti Bubu makin sibuk."

Aku duduk di kursiku dan mengangkat kaki, menaruh dagu di atas lutut.

"Turunin kakinya," kata Bubu dan buru-buru aku menurunkan kakiku. Memang gesturku kurang sopan sih.

"Tapi sebenernya aku mau Bubu jadi anggota POMG. Gak jadi ketuanya gak apa-apa deh. Supaya aku bisa tetep merasa dekat gitu. Aku juga bangga."

"Iya, Bubu tahu. Tapi ya Bubu takutnya gak bisa megang amanah dengan baik. Nanti malah mengecewakan kamu juga. Lagipula..." Terdengar bunyi cesss. Ternyata Bubu menunda kalimatnya karena sedang menuangkan telur ke penggorengan. "Lagipula Bubu harus ngobrol dulu sama Ayah."

"Gak perlu! Gak perlu ngobrol sama Ayah!" Mulutku segera melarang Bubu memberitahu Ayah. Kalau Ayah gak setuju, nanti aku yang kena omel. Dibilang nanti Bubu terlalu capek lah, terlalu sibuk lah. Aku sedang tidak ingin diomeli Ayah.

"Apa yang gak perlu ngobrol sama Ayah?"

Mati aku!

Aku dan Nathan sama-sama menoleh. Ayah berjalan masuk. Wajahnya bertanya-tanya.

"Mbak Iis, tolong lanjutkan ya," Aku mendengar Bubu bicara. Setelah itu Bubu menghampiri Ayah untuk mengambil tas dan jasnya. Mereka berciuman sekilas dan itu otomatis membuat aku dan Nathan memalingkan wajah, pura-pura muntah.

Bubu naik ke kamar untuk menyimpan barang-barang Ayah. Kebiasaan sejak menikah, katanya. Gantinya, Ayah yang bergabung bersama aku dan Nathan di meja makan. Ayah langsung menatap anak-anaknya.

"Kenapa gak perlu ngobrol sama Ayah?"

Aku hanya diam, memandang piring yang masih bersih.

"Nira?"

"Kakak mau... Aduh."

Aku menendang kaki Nathan sebelum adikku bisa bercerita lebih jauh. Kuhujani adikku dengan pelototan. Nathan kembali diam tapi menatapku dengan tatapan galak. Kubalas saja dia dengan tidak kalah galak.

"Hey," Ayah menegur. Kami melepaskan tatapan dan fokus ke urusan masing-masing. Aku yang merasa piring begitu menarik dan Nathan yang sibuk membereskan PR-nya.

"Jadi, mulai ada rahasia?" Ayah menatapku dengan lebih intens. Aku masih dengan aksi bungkam.

"Kakak minta aku jadi Ketua POMG di sekolahnya," Bubu sudah kembali dan langsung membocorkan rahasia.

"Bubu!" Aku berseru kaget. Bubu mengangkat bahu.

"Ketua POMG?" Ayah kembali menatapku.

"Kakak gak mau cerita aja?" Bubu bertanya dari dapur, menata makan malam ke atas piring.

Aku menghela nafas dan akhirnya bercerita mengenai ajakan Bu Yulinda.

"Kenapa Ayah gak boleh tahu soal ini?" Ayah mengernyit.

Seluas Harap Terbentang - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang