Tiga Puluh Dua - Nira

4.8K 916 149
                                    

Sore hari tiba dan orang-orang mulai bermunculan. Abah dan Ambu dari Bogor bersama Wa Gani, Wa Hana, dan A Rasyid. Tante Kiki dan Om Yudhis bersama si kembar Aurora dan Belle. Mereka membawa ucapan yang dibuat secara kilat. Tertulis nama Aurora, Belle, Omar, dan Khadijah. Omar dan Khadijah adalah sepupuku dari Tante Fira, mereka tinggal di Jogjakarta bersama Nenek. Berikutnya yang datang adalah Kak Marshella bersama Tante Driana, Om Le tidak bisa hadir karena ada pekerjaan di PTV. Meskipun tidak ada hubungan darah dengan Tante Driana ataupun Om Le, tapi mereka sudah dianggap saudara sendiri karena bisa dibilang karena merekalah Ayah dan Bubu bertemu. Menjelang Maghrib datang Om Satria, Tante Melati, dan Vanilla. Bersamaan dengan Tante Tania, Om Jack, dan Jani.

Kami semua berkumpul sebelum berpindah ke halaman belakang yang lebih luas dan mendadak dipenuhi banyak makanan. Tumpeng dan kue pesan dari katering langganan Bubu, tapi untuk cemilan, Bubu buat sendiri dan aku bantu. Ada pula beberapa makanan tambahan dari Tante Dree dan Marshella yang sama-sama jago masak. Baik aku dan Nathan sama-sama diberi ucapan selamat karena aku berhasil masuk UI dan Nathan berhasil masuk SMA negeri dengan kualitas terbaik se-Jakarta.

Di sekolah dulu aku sempat diejek karena memilih masuk UI. Kenapa anak orang kaya sekaligus artis memilih kuliah di kampus negeri? Bukan kampus swasta mentereng atau ke luar negeri saja sekalian? Tapi bagiku, kuliah itu bukan hanya gengsinya, aku selalu menganggap UI adalah kampus terbaik, beberapa survey pun mengatakan demikian. Kalaupun aku ingin kuliah di luar negeri, mungkin nanti saat S2 atau S3.

"Kak," Nathan menyenggol lenganku tepat ketika Bubu dan Ayah mempersilakan para tamu untuk berkumpul. Syukuran ini diadakan di halaman belakang, di samping kolam renang. Nathan menyenggol dan menunjuk ke arah ruang keluarga, ruangan terdekat dengan pintu masuk menuju kolam renang.

Di sana, berdiri canggung adalah Gio. Dia memegang buket bunga dan tampak kaku. Matanya sesekali menatap sekeliling. Dia pasti tidak menduga bahwa tamu yang datang adalah sebanyak ini. Tadi di telepon memang kubilang hanya keluarga dekat. Rupanya keluarga dekat pun sebanyak ini.

Aku berniat menghampiri Gio namun didahului oleh si kembar yang namanya terinspirasi dari putri Disney. Ternyata Tante Kiki sangat suka kisah putri-putrian. Walaupun Om Yudhis sempat keberatan, akhirnya nurut juga. Sama seperti namanya, kedua sepupuku itu memang cantik. Mereka punya postur yang bagus, warisan dari ayahnya. Wajah mereka khas Jawa, seperti Tante Kiki. Kudengar mereka sering membuat orang patah hati di sekolah. Oh iya, berbeda dengan Nathan dan aku, mereka selalu sekolah di sekolah swasta.

"Kak, kasian Bang Gio, selamatkan deh tuh buruan," Nathan terkikik melihat Gio semakin kikuk dikeliling dua sepupuku.

"Biarin dulu. Aku masih pengen liat," aku nyengir dan terus memperhatikan mereka bertiga.

Tidak lama kemudian datang Kak Marshella menghampiri Gio. Dengan kehadiran Kak Marshella yang tinggi semampai dan punya aura dominan, si kembar dengan terpaksa mengalah. Biar bagaimanapun mereka sulit bersaing dengan model kenamaan ibu kota. Berbeda dengan saat menghadapi Aurora dan Belle, Gio lebih rileks menghadapi Kak Marshella. Sesekali mengangguk dan tersenyum.

Semoga mereka membicarakan Michael. Satu-satunya topik yang beririsan di antara mereka.

"Oke, aku ke sana." Dengan sigap dan ceria, aku menghampiri Gio. Kehadiranku disadari oleh Gio dan Kak Marshella ketika mereka berdua menoleh bersamaan.

"Salam ya, Gi," ucap Kak Marshella sebelum berlalu.

"Iya, nanti saya sampaikan," Gio mengangguk.

"Kak Marshella titip salam untuk Michael?"

"Yeah," Gio sekarang berdiri berhadapan denganku. "Selamat."

Kuterima buket bunga mawar tersebut. Cantik. Nanti akan kupajang. "Terima kasih. Semoga kamu gak keberatan datang ke sini di akhir pekan."

Seluas Harap Terbentang - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang