Para maids dengan balutan kemeja putih dan rok hitam menata meja besar dengan berbagai varian jenis makanan hingga tak ada lagi ruang yang tersisa di sana. Di tengah ruangan tersebut, ada empat orang manusia yang tampak duduk dengan atmosfer canggung yang menyelimuti.
Bernard duduk di kursi kepala keluarga, di sebelahnya ada Lisa dan di sebrang anaknya itu ada Nia—calon istri yang Bernard hendak kenalkan. Lalu di samping Nia ada Michelle, bocah kecil dengan wajah imut dan tampak cantik seperti boneka.
Lisa duduk dengan canggung sembari memandangi Nia dengan sorot penuh selidik. Dia tidak bisa mengalihkan fokus. Selagi menatap, dia juga mempertimbangkan dan berpikir soal pernikahan Papanya.
Nia tampak cantik, wajahnya itu masih terlihat muda meski usianya sudah di akhir kepala empat. Kulitnya putih, matanya cokelat terang, badannya agak berisi. Well, dia lumayan sebenarnya.
"Kau suka makan apa, Lisa? Eh, apa Tante boleh memanggilmu dengan nama panggilan saja?" Nia membuka pembicaraan dengan ramah. Lengkungan senyum perempuan itu tampak tulus, bahkan setelah Lisa amati untuk beberapa saat, dia tidak menemukan setitik pun kepalsuan di sana.
Apa dia sungguh-sungguh baik? batin Lisa bertanya-tanya.
"Boleh kok," jawab Lisa dengan suaranya yang ia jaga agar tak terdengar berlebihan. "Aku gak pilih-pilih makanan, Tante. Suka semua."
"Woah, hebat, ya! Tante pikir kamu bakalan jawab kalo lagi diet dan gak sembarang makan, soalnya badanmu itu bagus banget." Nia tertawa kecil, dia benar-benar tampak feminim. Bahkan dari cara dia berbicara dan terkekeh. "Kamu kayak model lho, Lis."
"Makasih, Tante." Lisa tersenyum canggung dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia sering dipuji dan Lisa sebenarnya sudah terbiasa, tetapi kali ini situasinya berbeda.
"Anak tante satu lagi ada di luar kota, dia agak susah denger. Dia bilang dia bakal ke sini nanti kalau semuanya udah resmi." Nia melempar senyum tak enak. "Tapi dari yang tante denger, kalian seumuran. Nanti di lain kesempatan, Tante bakal pastiin dia datang."
"Iya, baiklah," jawab Lisa canggung, ia tidak tahu lagi mau membalas apa.
"Ma, laper." Michelle memotong obrolan canggung antar dua orang baru saling mengenal itu dengan rengekkannya. Sejak awal, mata Lisa sebenarnya sudah terpaku dengan kehadiran gadis kecil cantik itu. Pasalnya, ia punya obisidian yang mengingatkan Lisa pada seseorang di masa lalunya.
"Oh, iya." Nia tampak terkejut dan memandang Bernard, seolah ia meminta Bernard dan Lisa untuk makan terlebih dahulu.
Makan siang canggung mereka berlangsung dengan diam. Kala semua mulut mengunyah, sama sekali tidak ada yang membuka percakapan di antara mereka. Padahal di rumah ini sama sekali tidak ada larangan untuk berbicara saat makan.
Siang itu hanya ada bunyi dentingan sendok dan garpu yang bertabrakan dengan piring. Lisa menyelesaikan makannya dengan cepat dan menarik napas.
"Uhm, Nard. Bisa aku bicara dengan Lisa empat mata?"
Permintaan itu tiba-tiba keluar dari mulut Nia yang membuat Lisa mengalihkan fokusnya pada wanita itu. Bernard menaikkan alisnya sebelah lalu mengangguk.
"Boleh saja kalau Lisanya mau."
Berkat perkataan Papanya itu, sekarang Nia sedang menatapi Lisa dengan sorot aneh. Lisa kembali menggaruk tengkuknya bingung sebelum kemudian mengangguk.
Karena mendapat 'lampu hijau' dari Lisa, Nia berdiri dan memberi isyarat agar Lisa mengikutinya. Lisa menatap ke arah sang Papa dan Bernard menganggukkan kepala. Seolah ia memperbolehkan anaknya untuk mengikuti Nia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lisa's Stepbrother [18+]
RomanceFollow penulis dulu demi kenyamanan bersama🙏🏻 Cerita ditarik sebagian untuk kepentingan penerbitan✨ Copyright 2019, by Velitjia. PLAGIAT JAUH2! Mulai : 28 Jul 2019