[Part 37]

86.2K 2.2K 32
                                    

"Kami berhasil membenarkan ponsel Migu, ini butuh waktu lebih lama karena barangnya sudah usang, tetapi untungnya semua data yang tersimpan bisa dipulihkan."

Lisa menatap lurus ke Paman Rose yang bernama Mario. Lelaki paruh baya ini adalah seorang polisi yang cukup andal di bidangnya dan sekarang mereka berdua tengah bertemu di ruang tunggu rumah sakit, perihal ponsel Migu yang rusak waktu kecelakaan kemarin.

"Dan di dalamnya ada apa?" Lisa menerima ponsel usang yang disodorkan padanya dengan dahi berkerut. "Apa ada semacam pesan yang penuh ancaman, atau bagaimana?"

Mario menghela napas. "Setelah ponsel itu benar, kami langsung menemukan pelaku yang menyebabkan Miguel bisa sampai seperti ini. Sebenarnya, sejak awal orang ini seolah melakukan kejahatannya secara terang-terangan dan tak peduli akan konsekuensinya. Dari pesan yang kubaca di ponsel tersebut, sepertinya ia ... adalah saudara tiri Miguel."

"A-allard?" gumam Lisa dengan mata yang membulat, perempuan itu refleks mencengkram dress kuning yang ia pakai. Ia sama sekali tak pernah menyangka kalau orang seperti Allard bisa melakukan hal sekeji ini, terlebih pada saudaranya sendiri. "Allard ... yang melakukan semua ini?"

"Ya. Kami menyelidiki titik jemput Migu di mall dan menemukan rekaman CCTV. Di sana tertangkap wajah si sopir yang mati karena terbakar di dalam mobil pada kecelakaan yang sama dengan Miguel. Setelah mengidentifikasi identitasnya, kami langsung mencari tahu informasi lain."

Lisa masih tak percaya dengan apa yang ia dengar, bahkan setelah semuanya dijelaskan secara terperinci. Badan perempuan tersebut merinding, tak menyangka kalau orang yang ia kenal dan bahkan sempat berpacaran dengannya adalah sesosok psikopat yang tega melukai saudara tirinya sendiri, karena dendam.

"K-kalian tidak menangkap Allard?" Lisa berkata dengan sorot mata yang kosong. "Maksudku, bagaimana kalau dia kabur ke luar negeri setelah melakukan kejahatan ini pada Migu? Bagaimana kalau dia lari dan tak bertanggung jawab? Bagaimana kalau—"

"Tenanglah, Nona Lisa." Mario menyentuh pundak Lisa pelan, dengan wajah yang kebapak-bapakkannya, dia tersenyum sendu. "Kami memang sudah mengira persis seperti yang kaupikirkan tadi. Namun, hal tersebut tak terjadi. Karena itu, bisakah kau ikut kami sekarang? Ada yang harus kutunjukkan."

Lisa menarik napas berat. Mendengar kalau apa yang ia pikirkan tak terjadi sudah cukup untuk membuatnya lega. Ia melirik ke arah Michelle yang duduk agak jauh dari sini bersama Nia. Yang mengurus soal laporan ini adalah Lisa, nanti dia akan menceritakan kronologi penjelasan pada keluarganya karena mereka harus menjaga Migu dan bekerja—pembagian tugas dalam keluarga.

"Sebentar." Lisa berdiri dari tempatnya. "Aku harus berbicara pada keluargaku dulu."

"Baiklah."

Lisa berbalik dan mendekati Nia dan Michelle yang duduk tak jauh darinya. Kedua perempuan itu tampak kusut dan jauh lebih kusam daripada biasanya. Well, sebenarnya Lisa sendiri juga begitu.

"Ma, aku harus pergi. Ada perkembangan soal kasus Migu." Lisa menatap Nia yang tampak tengah merenung. "Dan sebenarnya ... ini ada hubungannya dengan Allard."

Lisa sudah menimbang-nimbang soal apakah ia harus membeberkan soal Allard kepada Nia. Namun, ia kira memberitahu Nia adalah jalan terbaik. Meskipun sekarang Mamanya itu masih tampak sangat kacau, tetapi menurut Lisa menyembunyikan kebenaran tidak akan menyembuhkan apa pun. Yang ada hanya semakin menumpuk rasa sakit.

"A-allard?" gumam Nia dengan sorot mata terkejut. "A-apa maksudnya?"

"Kak Allard?" Michelle bergumam pelan. "Kak Allard ... yang ngebuat Kak Migu kecelakaan?"

Lisa mengangguk lemas. "Iya ... dia yang membuat Migu kecelakaan, dan sekarang polisi itu memintaku untuk ke suatu tempat. Sepertinya berhubungan dengan Allard ...."

"Mama ikut." Nia langsung berdiri dengan ekspresi wajah serius. "Mama harus bertemu dengannya."

"Mama yakin?" Lisa menatap cemas kepada Nia. "Lisa bisa urus ini sendiri dan memastikan Allard dapet ganjarannya. Mama kalo gak mau ikut juga gak apa-apa."

Nia menggelengkan kepala. "Enggak. Sejak awal ... ini adalah salah Mama. Mama yang ngebuat hidup anak itu hancur. Dan sekarang, dia membalas untuk menghancurkan hidup Migu dengan kecelakaan ini. Dendam yang tak kunjung usai ... Mama harus menghentikannya. "

Lisa memejamkan mata sejenak. Batinnya terkuras karena kejadian belakangan ini, entah apa ia siap jika ia harus bertemu Allard nanti. Sebab ia tak pernah menyangka kalau lelaki yang memperlakukannya dengan manis di masa lalu ternyata adalah seorang psikopat. "Oke ... Michelle di sini sendiri berani? Atau mau panggil bodyguard?"

"Aku sendiri aja gak apa." Michelle berusaha melempar senyum. "Jangan khawatir. Selesain masalah ini, terus balik ke sini. Kak Migu butuh Kak Lisa. Oke?"

Lisa mengangguk dan tersenyum simpul. "Oke. Kakak akan balik secepatnya."

***

Nia dan Lisa diantar ke sebuah rumah dengan mobil Mario. Ketika mereka sampai, Nia memandangi kawasan tempat tinggal itu dengan pandangan aneh. Lisa sangat yakin jika ada sesuatu yang salah dan hal tersebut pada nyatanya terbukti benar.

"Ini rumah kami dulu, sebelum aku Michelle dan Migu melarikan diri dari George—Papa Allard dan Migu." Nia berkata ketika mereka berada di depan pintu.

Lisa tercenung. Sebenarnya ia masih tak tahu apa tujuan mereka kemari. Mungkinkah Allard masih di sini? Jika itu benar, lantas kenapa ia tidak lari waktu ada kesempatan? Bukankah hal tersebut sangat aneh?

Mario menekan bel rumah. Karena halaman dan kediaman yang sangat luas, Lisa yakin pasti ada banyak sekali karyawan yang bekerja di sini. Rumahnya bahkan tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan 'istana' ini.

Ketika pintu terbuka, wajah seorang pria tua terlihat. Mata Lisa membulat ketika ia menemukan sesosok manusia yang sangat mirip dengan Migu, tapi dia juga punya fitur wajah Allard—sepertinya itu adalah Papa mereka.

Mata Nia meredup ketika pandangannya bertemu dengan George. Dengan cepat, ia memalingkan wajah.

"Tuan George menelepon kami ketika kami mencari Allard. Dia bilang, Allard masih di rumah dan tak melakukan apa pun." Mario menjelaskan.

"Aku mendengar soal kecelakaan Migu dari Michelle dan langsung menyelidikinya melalui detektif kepercayaanku. Lalu tak sampai berapa lama, aku menemukan kalau pelakunya adalah ... anakku sendiri." George berbicara dengan nada menyedihkan sambil menatap Nia. "Kupikir aku sedang membayar dosa-dosa di masa lalu, menyakitkan saat tahu kalau keturunanku saling menyerang dan membenci satu sama lain. Namun, jika dipikir-pikir, ini adalah bayaran atas dosa yang aku perbuat. Karena itu, sebelum Allard harus menanggung beban yang lebih karena ia kabur dari kejahatannya, aku menahannya."

"Jadi dia benar-benar tak lari dan ada di dalam?" Lisa bergumam.

George membuang napasnya kesal. "Ya, dia ada di dalam, aku mengurungnya agar ia tidak bisa lari ke mana-mana. Waktu itu dia hendak ke luar negeri, tapi tak bisa karena aku larang. Tak pernah aku sangka, ternyata aku membesarkan seorang monster."

Lisa menatapnya tajam. "Kaulah yang membuatnya menjadi monster. Karena kau ... hidupnya rusak."

George melirik Lisa dengan tatapan takjub, tetapi sedetik kemudian sorotnya menjadi redup. "Kupikir itu benar ... aku ini seperti sampah. Namun, jika disuruh mengulang kembali waktu, maka aku akan tetap memilih jalan yang sama. Takdir ini tak bisa diubah."

Bajingan egois, Lisa bergumam dalam hati setelah ia mendengar perkataan George.

"Ehm ...." Mario berdeham pelan ketika ia malah mendapati perbincangan di sini. "Bisakah kita masuk sekarang?"

George mengangguk lemah. "Masuklah ... dan bicara pada Allard. Kalian boleh menghukumnya sebagaimana harusnya, aku tak akan melarang. Karena aku tahu ... lari dari masalah hanya akan membuat harga atas dosa yang harus dibayar justru semakin mahal."

Lantas setelah mengatakan hal tersebut, keempat orang tersebut masuk. Dengan Nia yang masih bungkam dan enggan menatap mata George.

***

160 vote and 46 comment for next😅

Lisa's Stepbrother [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang